Meski Bawa Nama Besar Pejabat, Cawali Surabaya Belum Tentu Menang
Kota Surabaya mulai memasuki tahun 2020. Tak lama lagi kontestasi Pilwali Surabaya akan berlangsung. Sudah banyak sosok yang mengaku dan mendeklarasikan diri akan maju dalam Pilwali Surabaya 2020 untuk menggantikan posisi Tri Rismaharini. Mulai dari politisi, dokter, advokat, hingga pegiat sosial.
Selain itu, beberapa bakal calon yang memiliki keterkaitan dengan nama besar seperti Gubernur, Wali Kota, hingga mantan Gubernur juga diprediksi akan maju dalam Pilwali Surabaya.
Seperti keponakan Gubernur Jawa Timur Lia Istifhama, Jubir Khofifah saat Pilgub KH Zahrul Azhar As'ad, anak mantan Gubernur Jatim Fandi Utomo, anak Wali Kota Surabaya Fuad Bernardi, hingga anak buah Tri Rismaharini yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bappeko Surabaya, Eri Cahyadi.
Meski membawa nama besar di belakangnya, menurut pengamat politik Universitas Airlangga Suko Widodo, para bakal calon tersebut belum tentu bisa memenangi pertarungan di Pilwali Surabaya tahun ini. Alasannya, banyak dari mereka belum memiliki rekam jejak yang belum bisa dilihat dan dirasakan oleh warga Surabaya.
"Di era sekarang, rasanya membawa nama besar tak berpengaruh secara signifikan di kontestasi pilwali. Apalagi pemilihan pada masyarakat perkotaan seperti Surabaya," kata Suko kepada Ngopibareng.id, Jumat 3 Januari 2020.
Menurut Suko, karakteristik masyarakat Surabaya sudah berbeda dengan daerah lainnya. Terlebih, hampir 90 persen masyarakat Surabaya sudah mengenal namanya internet. Sehingga bisa melihat, mana calon yang memiliki bukti prestasi sebelum menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.
"Di era digital, dengan luberan informasi, orang tak mudah percaya. Mereka akan percaya jika yang bersangkutan sudah punya bukti. Nah, seseorang yang punya bukti prestasi yang bisa dirasakan publik, itulah yang berpotensi terpilih sebagai Wali Kota Surabaya," katanya.
Apalagi jika masyarakat Surabaya disodori calon yang membawa nama besar di belakangnya. Menurut Suko, publik akan cenderung memilih tokoh yang punya bukti prestasi, bukan nebeng prestasi orang lain.
"Sudah tidak melihat, oh ini anaknya si A, ini keponakan si B, ini cucu si C. Sudah bukan lagi jamannya," ujar Humas Unair tersebut.
Suko mengatakan, pemilih Surabaya itu merupakan pemilih yang cerdas. Karena pendidikan dan ketersediaan informasi seabrek di Kota Surabaya. Sehingga mereka memiliki banyak referensi dalam pengambilan keputusan.
"Mereka cenderung memilih kualitas tokoh yang punya bukti prestasi. Bahkan mungkin money politic nggak laku di Surabaya. Kalau money politic sudah tak laku, apalagi nama besar, sangat tidak laku," katanya.
Meski begitu, baginya tak masalah jika ada calon wali kota yang membawa nama besar pejabat di belakangnya. Asalkan mereka punya kemampuan bekerja, dan prestasi yang sudah ditorehkan.
"Saya maupun siapa saja tidak bisa melarang mereka maju asalkan punya prestasi. Jangan ujuk-ujuk bawa nama besar, terus maju dan mau menang. Tidak akan bisa," katanya.