Meretas Bunyi, Ngeng Djadug Ferianto di Jagat Non-Musik
Djadug Ferianto memang seniman multi talenta. Ia tidak hanya jago di bidang musik, tapi juga menguasai dunia alias jagat fotografi.
Meretas Bunyi, Pameran Fotografi Djadug Ferianto adalah pembuktian di bidang ini. Pameran digelar 15-25 Desember 2018 di Bentara Budaya Yogyakarta.
Selama ini, saya mengenal Djadug sebagai pemusik, penari, dan pemain teater. Totalitasnya sebagai seniman tak ada yang meragukan.
Sejumlah karya musiknya terekspresi lewat Kua Etnika dan Sinten Remen. Yang disebut terakhir adalah kelompok musik keroncong yang dipimpinnya.
"Sejumlah karya musiknya terekspresi lewat Kua Etnika dan Sinten Remen. Yang disebut terakhir adalah kelompok musik keroncong yang dipimpinnya."
Ia penggagas Ngayogjazz, sebuah festival musik jazz yang sudah 11 kali berlangsung. Pertunjukan jazz yang diramu dengan pesta rakyat ini digelar di berbagai desa dengan melibatkan warga.
Lha Djadug sebagai fotografer? Saya mengetahuinya sejak ia bergabung dengan komunitas pemotret bernama Gumbira Selalu (GS). Inilah komunitas pecinta fotografi yang egaliter dari berbagai penjuru negeri.
Saya juga bergabung dengan komunitas itu. Tapi, tidak pernah menghasilkan karya yang patut dibanggakan, apalagi layak dipamerkan. Berbeda jauh dengan Djadug.
Beberapa kali juga ikut hunting bareng di sejumlah spot foto yang menjadi jujugan para fotografer. Dari hunting itu, Djadug melahirkan karya foto istimewa, saya hanya foto biasa.
Jagat lain non musik, tari dan teater ini, ternyata juga menjadi totalitas baru Djadug sebagai seniman. Ia tidak mengandalkan teknologi fotografi yang makin tak terbatas. Tapi juga menampilkan rasa dalam karyanya.
Dengan teknologi digital sekarang, setiap orang dengan gampang menjadi fotografer. Mereka bisa merekam apa saja yang mereka lihat. Baik itu peristiwa, landskap, maupun profil manusia.
Namun mengambil gambar yang bermakna dan memberi suasana tidak semua bisa. Dalam dunia jurnalistik, dikenal foto peristiwa yang bisa "bicara" secara visual dan foto salon yang mengeksplore keindahan.
Djadug tidak hanya merekam peristiwa. Juga tidak hanya sekadar memotret keindahan. Tapi mampu memberi ekspresi kesenimanan dan cara pandang dia tentang kehidupan.
Seniman memang selalu mengolah apa saja menjadi sebuah ekspresi personal. Mencerminkan perjalanan cara berpikirnya. Mengekspresikan sudut pandang mereka tentang kehidupan.
Karena itu, saya setuju dengan pendapat Lucia Dianawuri, pemerhati fotografi yang menjadi pengantar buku pameran. Ia menyebut pameran ini sebagai ekspresi "ngeng" Djadug.
Menurutnya, foto-foto yang dipamerkan ini semacam ajakan Djadug untuk mengalami "ngeng"-nya masing-masing. "Dia ingin mengajak kita bersama-sama meretas bunyi ngeng," tulisnya.
Lucia mengartikan ngeng sebagai bunyi yang ada dalam kepala.
Bunyi itu, katanya, muncul ketika seorang merasa menemukan sesuatu. Seperti teriakan Eureka atau punctum.
Di tangan Djaduk, masih kata Lucia, ngeng menjadi metode, alat dan pegangan hidup. Untuk menciptakan apa saja yang bermakna. Bermakna bagi diri, lalu pada akhirnya bagi semesta yang lebih besar.
Dalam pengenalan saya terhadap Djadug, ngeng tidak hanya menjadi metode. Ia juga menjadi spirit baginya untuk terus berekspresi dan berkreasi.
Dengan modal ngeng, ia selalu berhasil mengatasi kelemahan fisik menjadi kekuatan energi yang liar biasa. Hidup tanpa lelah. Hidup dengan terus berkarya.
Dengan ngeng itu, ia bisa terus terjaga untuk menemukan momen-momen keindahan dalam karyanya. Termasuk dalam karya fotografinya. Dengan ngeng ia telaten menunggu momen terbaik dari rangkaian peristiwa dan fenomena yang direkamnya.
Tajuk Meretas Bunyi untuk pameran fotografi memang langsung menyambungkan Djadug dengan talenta musiknya. Tapi, 80 foto yang dipamerkan tidak semua terkait bunyi dan musik.
Ada tema lain tentang keindahan, kemanusiaan dan potret karakter manusia yang menjadi bidikannya. Yang pasti, karya fotografi Djadug tak cukup mampu diceritakan secara lengkap.
Perlu menyaksikan langsung untuk bisa menemukan ngeng masing-masing. Juga membaca ngeng Djadug sebagai manusia seniman multi talenta.
Terus berkarya kawan! (arif afandi/founder ngopibareng.id)