Merespon Radikalisme dengan Moderasi, Sejalan Para Pendiri Bangsa
Program deradikalisasi di Barat maupun di Indonesia kini menjadi proyek yang ambisius dan paling laris. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, memberikan pandangan bahwa deradikalisasi dan ekstremisme seharusnya tidak dihadapi dengan cara yang sama, karena dapat melahirkan bentuk radikalisme dan ekstremisme baru.
Haedar Nashir menyampaikan, “Kami tahu bahwa ekstremisme dilawan dengan cara ekstremisme, hanya akan melahirkan ekstremisme yang baru.”
Menurutnya, penanganan radikalisme seharusnya melibatkan pendekatan moderasi. Demikian disampaikan acara Seminar Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) di Yogyakarta pada Selasa (5 Desember 2023).
"Keyakinannya bahwa radikalisme dapat dihentikan melalui jalur moderasi, sejalan dengan perjalanan sejarah Indonesia ketika Pancasila diakui sebagai dasar negara. Tokoh-tokoh bangsa seperti Soekarno, Bung Hatta, Soepomo, Ki Bagus Hadikusumo, dan berbagai aliran pemikiran lainnya terlibat dalam diskusi untuk membentuk dasar negara yang moderat.
“Pancasila kita yang dijadikan sebagai dasar negara adalah hasil dari kesepakatan yang moderat,” tegas Haedar Nashir.
Karakter dan Kepribadian
Ia menjelaskan, di balik nilai Pancasila, terdapat karakter dan kepribadian bangsa yang khas, yang juga berinteraksi dinamis dengan bangsa-bangsa lain dalam hukum universalitas dunia.
Namun, terdapat dinamika yang menarik dalam perjalanan ini. Kelompok Islam ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, sementara kalangan nasionalis memiliki ciri khas chauvinistik. Meskipun demikian, para pemimpin bangsa berhasil mencapai kompromi.
Menurut Haedar, nilai-nilai Pancasila mencerminkan karakteristik atau kepribadian bangsa yang khas, serta berinteraksi secara dinamis dengan bangsa-bangsa lain dalam hukum universalitas dunia.
Haedar Nashir menegaskan, setelah reformasi tahun 1998, Indonesia menjadi saksi pertarungan ideologi besar yang mencerminkan pembukaan era informasi. Mulai dari ideologi ultra-nasionalisme hingga radikalisme berbasis agama, terjadi benturan ideologi yang keras. Dalam menanggapi hal ini, Haedar mengusulkan pendekatan moderasi sebagai solusi yang tepat.
“Pendekatan moderasi sangat penting dalam menanggapi benturan ideologi ini,” ungkap Haedar.
Ia berharap bahwa dengan pendekatan ini, Indonesia dapat melangkah maju dalam mengatasi tantangan radikalisme dan ekstremisme, sambil tetap memelihara semangat kesepakatan dan persatuan di tengah perbedaan.
"Pendekatan moderasi tidak hanya menjadi solusi untuk menanggulangi radikalisme, tetapi juga merupakan keniscayaan untuk memandu Indonesia menuju masa depan yang sesuai dengan landasan, jiwa, pikiran, dan cita-cita kemerdekaan. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan semangat para pendiri bangsa."
Lebih lanjut, Haedar menyoroti pentingnya melepaskan Indonesia dari berbagai bentuk radikalisme. Ini mencakup tarikan ekstrem ke arah liberalisasi dan sekularisasi, serta ortodoksi dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan.
Menurut Haedar, fenomena ini dapat menyebabkan Pancasila dan agama-agama kehilangan titik moderat yang autentik di negeri ini.
Haedar Nashir berharap bahwa dengan pendekatan moderasi ini, Indonesia dapat membangun masa depan yang stabil, damai, dan sesuai dengan nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa.
"Dengan menghormati jiwa kemerdekaan dan keindonesiaan, Indonesia dapat menjaga harmoni dalam keberagaman dan tetap menjadi negara yang berlandaskan toleransi dan persatuan," tuturnya.