Merdeka Belajar dalam Bingkai Pemikiran Illich
Dengan penuh keyakinan, Mendikbud menegaskan bahwa program MBKM merupakan bagian penting dalam ikhtiar memecahkan berbagai masalah pendidikan tinggi. Selama ini, ruang kebebasan baik bagi PT maupun mahasiswa dalam berkreasi dan berinovasi sangat sempit.
Saat ini, terdapat banyak aturan akademik sangat ketat yang membelenggu sivitas akademika.
Hampir semua PT di Indonesia kini tengah menyiapkan berbagai bentuk organisasi penyelenggara MBKM, tim, program kerja, seperangkat aturan administratif dan prosedur, kerjasama kelembagaan dengan pihak eksternal, serta menyediakan sarana dan prasarana untuk mewujudkan MBKM.
Mengacu Permendikbud No 3 Tahun 2020 dalam Pasal 15 ayat 1, bentuk kegiatan MBKM dapat berupa pertukaran pelajar, magang, asistensi mengajar, riset, program kemanusiaan, wirausaha, belajar mandiri, serta kuliah kerja nyata bersama masyarakat.
Berbagai tindakan strategis mentransformasi PT agar lebih kompetitif dan berperan kontributif terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dipahami sebagai pilihan rasional.
MBKM menuntut setiap PT tak hanya cermat memperhatikan kebutuhan masyarakat sebagai users, namun juga kepentingan mahasiswa sebagai stakeholders utama yang harus mendapat layanan akademik berkelas dunia. Dalam konteks itulah, ide MBKM dapat dipahami sebagai planned intervention atau ikhtiar terprogram pemerintah agar PT kian efektif.
Sementara itu, PT harus pula menyadari adanya life cycle atas produk yang dihasilkan. Terdapat tahapan pertumbuhan lembaga dan permintaan perubahan atas produk dari waktu ke waktu. Pada tahap embrionik, jumlah PT terbatas karena permintaan kebutuhan sarjana berkeahlian sebagai produk sangat minim.
Kemudian, tahap pertumbuhan terjadi penambahan jumlah PT seiring permintaan lulusan semakin besar.
Perkembangan selanjutnya adalah tahap maturity atau kematangan yakni terjadi permintaan puncak terhadap produk PT berupa lulusan namun dalam waktu yang hampir sama terjadi kejenuhan akibat oversupply tenaga sarjana. Akhirnya, kini PT berada dalam jebakan tahap penurunan permintaan disebabkan produk PT sudah terlalu banyak, minim pengalaman, dan rendah kompetensi.
Merespon siklus penurunan tersebut, berbagai upaya internal dilakukan misalnya dengan perubahan struktur sehingga organisasi PT tak hanya efisien namun juga lebih efektif.
Ada pula yang melakukan rakayasa ulang proses bisnis (business process reengineering) dengan mengubah substansi dan proses kegiatan akademik sehingga secara dramatis mampu menghasilkan lulusan berdaya saing tinggi.
PT juga melakukan pendekatan manajemen mutu terpadu dan berfokus pada peningkatan kualitas input mahasiswa baru yang lebih variatif, serta memperkuat jejaring sehingga outcome PT berdampak lebih signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dan pembangunan secara berkelanjutan.
Namun demikian, upaya merealisasikan gagasan Mendikbud tentang MBKM harus tetap diwaspadai dengan mengingat kembali pemikiran filsuf pendidikan ternama, yaitu Ivan Illich. Jangan sampai usaha keras PT menghasilkan lulusan bermutu lewat MBKM justru mengakibatkan dehumanisasi.
Mahasiswa sebagai manusia kehilangan makna karena tidak memiliki alternatif konsep dalam memaknai hakekat belajar. Bahwa belajar di PT tidak sekadar untuk memenangkan persaingan di pasar kerja yang berujung memperoleh pekerjaan “basah”.
Tujuan pendidikan yang diidamkan Illich adalah memberi kesempatan pada semua orang bebas memilih dan menentukan masa depannya. Dalam MBKM, mahasiswa diberi kemudahan memperoleh sumber pembelajaran dan informasi tanpa hambatan. MBKM mengakomodasi passion setiap mahasiswa memperoleh pengetahuan, skills, dan kemampuan yang diinginkan.
Namun, kebijakan akomodatif tersebut jangan sampai mereduksi kedalaman makna pendidikan sebagai sarana untuk mengangkat derajad nilai kemanusiaan secara utuh.
Pencapaian mutu pendidikan secara ajeg juga membutuhkan kehadiran negara yang menjamin penegakan semua kebijakan atau regulasi secara konsisten. Pemerintah diharapkan mendorong PT untuk mewujudkan proses pembelajaran terintegrasi dengan upaya membangun peradaban dan budaya.
Selama ini belajar dipahami secara sempit sebagai pergi ke sekolah sekadar untuk memperoleh sertifikat atau ijazah. Tentu saja anggapan ini bersifat pragmatis agar lebih mudah meraih perubahan status ekononomi atau mobilitas vertikal sebagaimana berlaku dalam sistem sosial yang mengagungkan nilai-nilai bersifat material.
Melihat preferensi para penyelenggara pendidikan tinggi yang sedang bergerak dengan menyiapkan berbagai perangkat administratif mewujudkan MBKM, maka tesis Ivan Illich perlu mendapat perhatian seksama.
Dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi perlu menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan edukasi secara utuh agar selalu berada pada orbit yang benar dalam melaksanakan dharma pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Prof. Dr. H. Jusuf Irianto, Drs., M.Com.
Guru Besar Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Airlangga.