Merayakan Slamet Hari Natal di Malang
Seorang pujangga asal Inggris, William Shakespeare mengatakan "Apalah arti sebuah nama". Ya, sebuah nama telah membuat seorang pria asal Malang menjadi terkenal. Pria 57 tahun itu terlahir dengan nama Slamet Hari Natal.
Begitu nama Slamet Hari Natal viral, ia mulai diajak foto bareng petugas kepolisian, sampai diundang sebagai bintang tamu talkshow di acara televisi skala nasional.
Memang, Slamet Hari Natal tak terlalu memusingkan perihal nama pemberian orangtuanya. Bagi Slamet, laku dan perbuatan lebih penting daripada sekedar sematan nama.
Saat ngopibareng.id menyambangi Slamet Hari Natal, ia baru saja selesai menjalankan ibadah salat Jumat. Dia tampak duduk santai di rumahnya di Jalan Sangadi, RT 24, RW 8, Desa Wonomulyo, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Sambutan Slamet begitu ramah. Ia pun murah senyum. Dengan asap mengebul dari rokok kreteknya, ia mempersilakan ngopibareng.id duduk bersamanya.
Tanpa memberitahu, ia sudah hafal dengan maksud kedatangan kami. Maklum dalam beberapa hari terakhir banyak yang ingin mengetahui perihal nama uniknya itu. Tanpa keberatan pun ia menjelaskan asal-muasal nama Slamet Hari Natal.
Diceritakan Slamet, waktu itu ia lahir tepat pada hari perayaan Natal, yakni 25 Desember 1962. Sang ibu menjalani proses kelahiran di rumah Welasasih atau Bu Kis Kiyo, seorang bidan di Desa Kebonsari, Tumpang. Kebetulan, bidan desa itu beragama Kristen Jawi Wetan.
Setelah lahir, bidan desa itu menyarankan agar anak kedua dari pasangan Ngatinah dan Syamsuri itu diberi nama Selamat Hari Natal. Ini sesuai dengan hari lahirnya. Orangtua Slamet setuju dan menyematkan saran dari bidan kepada dirinya. Karena masih lekat dengan logat Jawa, Selamat lantas berubah menjadi Slamet.
“Saya diceritai oleh ibu saya, kenapa saya diberi nama Slamet Hari Natal karena saya lahir pada saat Natal. Kebetulan yang menangani kelahiran saya orang Nasrani, Kristen Jawi Wetan. Waktu itu bidannya menyarankan daripada sulit cari nama, kasih saja nama Slamet Hari Natal supaya gampang diingat. Begitu ceritanya,” katanya Slamet, pada Jumat 20 Desember 2019.
Slamet tidak pernah menyesal memiliki nama yang tidak biasa. Baginya, nama hanya tanda yang melekat pada dirinya. Sedangkan baik atau tidaknya orang bergantung pada perilaku dan tutur katanya.
“Bagi saya nama hanya tanda. Baik tidaknya orang bukan dari nama, tapi dari perilaku dan tutur kata,” katanya.
Karena nama yang erat kaitannya dengan peringatan kelahiran Yesus, sering ia dipanggil oleh orang-orang dengan panggilan Slamet Yesus. Namun, ia tak terlalu memusingkan itu.
“Saya dijuluki Slamet Yesus sewaktu SMP. Saya kan juga sering jadi muadzin di musholla deket rumah sama jamaah sering guyon bilang Yesus datang. Sama teman-teman seprofesi saya juga jadi guyonan (candaan) bahwa Yesus sudah turun ke dunia,” tuturnya.
Slamet sehari-hari berprofesi sebagai seorang jasa angkutan barang. Tugasnya adalah mengantar barang, baik itu komoditas tebu sampai cabai.
“Semua jenis truk sudah saya setiri (dikemudikan), truk gandeng juga pernah. Saya paling jauh nganter barang itu sampai Larantuka, Flores, Nusa Tenggara Timur,” terangnya.
Diceritakannya saat perjalanan mengantar barang. Malam-malam ia diberhentikan oleh polisi, kelengkapan administrasi dicek. Sampai pada polisi itu melihat Surat Izin Mengemudi (SIM) Slamet. Polisi itu terheran-heran melihat namanya.
“Ini beneran nama kamu? Dia nanya. Saya jawab ia. Lalu saya diajak berfoto. Pada 2017, bahkan gara-gara nama ini saya diundang dalam acara tv nasional. Acara Deddy Curbuzier, Hitam Putih,” ujarnya.
Slamet sendiri mengenyam pendidikan di SDN Wonomolyo dan SMPN Tumpang, ia tak lanjut SMA sebab tak ada biaya. Sejak saat itulah dia menggeluti profesi sebagai supir angkutan barang.
Saat ini, Slamet memiliki tiga orang anak. Yakni Arif Wendi Yunianto Frediansyah, Nova Dewi Nur Ayomi Ayu dan Guruh Tedy Prasetyo Susanto. Guruh yang merupakan anak terakhirnya merupakan prajurit TNI Angkatan Darat yang berdinas di Kalimantan.
”Dari pekerjaan sopir ini hasilnya ya bisa beli rumah sama bisa menyekolahkan anak. Bahkan yang terakhir saat ini jadi prajurit TNI Angkatan Darat,” ucap Slamet.
Selain menjadi sopir angkutan barang, Slamet juga menjadi seorang pemungut sampah, terhitung ada 10 RT yang ia kumpulkan sampahnya. Namun baginya jasa pungut sampah merupakan tugas sosial.
“Jadi mereka itu iuran, namun saya dapat tidak seberapa. Saya kasih liat yang saya dapat. Bagi saya ini merupakan tugas sosial. Bukan untuk mencari keuntungan. Biar saya cari untung dari pekerjaan sebagai supir saja,” ujarnya.
Slamet tak pernah menyangka akibat namanya tersebut, ia bisa menjadi viral. Ia bersyukur, bukan karena ia terkenal. Namun, karena banyak orang yang mendatangi rumahnya, ia jadi mendapat banyak tambahan saudara dari berbagai kalangan.
“Saya mengibaratkan, diri saya itu sebagai kembang. Dari tidak ada menjadi ada. Saat mekar didatangi orang banyak seperti ini. Tapi nanti saat layu, balik lagi menjadi bukan siapa-siapa,” tutur dia.