Merawat Toleransi ala Bupati Banyuwangi
Saya bertemu Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas di pusat Jakarta akhir bulan lalu. Tepatnya di ruang tunggu di Grand Ballroom Hotel Kempinski. Kebetulan kami sama-sama jadi panelis sebuah acara.
Mas Bupati diminta berbicara tentang pariwisata. Sedang saya jadi penggembira berbagi tentang kebijakan data. Saat menunggu lumayan lama, dia pun menuturkan sebuah cerita.
Gayanya memikat, tentu saja, tentang pokok keahliannya. Geliat pariwisata di Banyuwangi. Pencapaian yang jadi buah bibir.
Banyuwangi menjadi makin ramai, setelah Bandara Blimbingsari dibuka. Itulah pintu gerbang utama. "Awalnya dari pesawat baling-baling, kini yang mendarat sudah bermesin jet," jelasnya dengan bangga.
Bandara berlandas pacu 1.400 meter itu mulai beroperasi pada 29 Desember 2010. Kini, tercatat ada delapan penerbangan sehari di bandara ini. Jelas, geliat pariwisata membuat grafik penerbangan meningkat.
Siang itu, di tengah para pembicara yang menunggu panggilan panitia, Bupati Anas berbagi rahasia penting. Tentang tiga ilmu utama membangun pariwisata. "Hotel yang bagus, tempat wisata yang menarik, juga atraksi yang menawan," paparnya.
Ketiganya saling mengikat. Satu ekosistem. Tak bisa dipisah-pisahkan.
Kebetulan, untuk lokasi wisata, Banyuwangi gudangnya. Banyak keindahan alam yang jadi magnet luar biasa. Dari gunung, hutan, padang savana, hingga pantai yang luar biasa.
Lantas untuk hotel berstandar bagus, sudah banyak yang membangun. Dia juga mengambangkan home stay di perkampungan warga. Lengkap sudah urusan perhotelan ini.
Walaupun tiga modal sudah lengkap, tetap saja butuh keahlian untuk mengelolanya. Untuk membuatnya makin mengkilap. Lantas bisa diburu para penikmat wisata.
Satu benang merah yang jadi pengikatnya adalah atraksi wisata. Tak mungkin wisatawan hanya berlama-lama di hotel. Atau bermalam di lokasi wisata.
Yang dibutuhkan adalah atraksi wisata yang banyak. Agar orang mau datang kembali ke Banyuwangi. Nah, untuk urusan atraksi ini, dia juga punya rahasia sendiri.
Moncernya pariwisata ini, membuat Mas Bupati dipanggil Menteri Luar Negeri Ibu Retno Marsudi. Dia sempat diminta menuturkan programnya ke para duta besar Indonesia. Baginya menjual Banyuwangi ke para duta besar itu sangat penting. Karena tinggal mengirim brosur, tautan video, juga cerita menarik Banyuwangi.
Ibu Menteri lulusan UGM ini juga cerdik. Tak mau hanya dibuai pemberitaan media. Untuk itu, sebelum mengundang Mas Bupati, dia perlu melihat kiprahnya dengan mata kepalanya sendiri.
Cek dan memastikan kebenarannya. "Ibu Menteri Retno pernah ke Banyuwangi," katanya. Uniknya, dia tak mau ada penyambutan protokoler. Jadi bersama timnya, dia keliling sendirian.
Acara di Kementerian Luar Negeri itu penting. Karena membuat Banyuwangi jadi destinasi wisata global, butuh promosi luar biasa. "Anggap saja, promosi gratis," ucapnya dengan senyum.
Gratis, kini jadi mantra andalannya untuk membuat atraksi wisata. Dia mengaku, kini, untuk keberhasilan pariwisatanya hanya mengambil satu persen dari APBD. Semuanya dukungan sponsor yang membanjiri.
Even gede yang sedang ditunggunya adalah seri ke-3 World Surf League (WSL) Championship Tour 2020. Banyuwangi dipilih menjadi salah satu tuan rumah. Tiap tahun, seri selancar paling bergengsi ini digelar sebelas kali di seluruh penjuru dunia.
Rencananya, sebanyak 54 peselancar terbaik dunia akan bertarung. Acaranya akan dihelat di Pantai Plengkung (G-Land), Banyuwangi, 4-14 Juni 2020. "Kita tak perlu bayar. Bahkan dapat dukungan dana bear untuk memperkuat infrastruktur lomba," jelasnya.
Jika di tempat lainnya disediakan tribun berjenjang untuk penonton, tapi tidak di Banyuwangi. Karena G-Land berada di Kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Tak ada alasan bangun-bangun tribun.
Kini karena tak mungkin menampung ribbon penonton, yang dikuati adalah jaringan fiber optic. Agar bisa live streaming ke penjuru dunia. Tentu saja ini sudah bisa bikin Banyuwangi makin mendunia.
Mas Bupati ini juga membandingkan, dengan beberapa daerah yang harus membayar untuk mengelar sebuah even dunia. Misalnya untuk balapan-balapan internasional itu. Entah, mungkin karena darahnya masih kecipratan Ronggolawe, sehingga lugas saat menyampaikan pendapat.
Dengan makin banyaknya pengunjung wisata, tentu harus banyak even wisata yang digelar. Tentu selain even tahunan, yang paling penting adalah atraksi mingguan. Untuk itu, Mas Bupati meminta kalangan kampus atau ormas untuk berpartisipasi.
Mereka tampil dengan beragam keahlian seni. Para penampil ini lintas agama dan suku. Ternyata, panggung seni menjadi persaingan sehat kreatifitas. Beraktifitas olah gerak, asah pikir, membuat pertikaian antar agama dan ormas menghilang.
Bahkan nihil saja sekali. Gejolak menyatakan pendapat juga minim. Saat semua sibuk berkreasi, ternyata semangat konflik hilang dengan sendiri. Tolerasi tersemai dan mekar di hati.
Ajar Edi, kolomnis Ujar Ajar
Advertisement