Merawat Titik Nol Trans Papua, Halaman Depan Kota Sorong
Kita sering mendengar pembangunan Jalan Trans Papua, tapi tahukah Anda, darimana jalan ini berawal? Atau yang sering disebut sebagai titik nol? Jika menjawabnya ada di Jayapura, Anda salah besar.
Karena titik nol Jalan Trans Papua sebenarnya berada di Kota Sorong, Papua Barat. Atau lebih tepatnya berada di Jalan Yos Sudarso, Kota Sorong, Papua Barat.
Jika Anda pernah berjalan-jalan di Kota Sorong Papua Barat dan mampir pasar yang legendaris di Kota Sorong yaitu Pasar Boswesen, maka patok titik nol jalan Trans Papua letaknya tak jauh dari pasar ini. Tak jauh dari Pasar Boswesen Sorong, Papua Barat, Anda akan bisa menjumpai patok titik nol Jalan Trans Papua yang menandakan jalan Trans Papua mulai dihitung dari titik itu.
Jalan ini sebenarnya sudah ada sejak lama karena berada di dalam Kota Sorong, Papua Barat. Jadi jangan salah membayangkan lagi jika jalan Trans Papua semuanya jalan baru yang dibangun dengan membelah gunung atau membuka hutan. Karena ada juga jalan lama, yang kemudian ditingkatkan kondisinya seperti aspal atau pelebaran.
Meski statusnya jalan lama, namun bukan berarti jalan ini diabaikan perawatan dan peningkatan fungsinya. Pelaksana Jalan Nasional II Sorong, yang bertanggungjawab atas jalan ini, setiap tahun selalu memberikan perhatian terhadap peningkatan dan perawatan Jalan Trans Papua yang dimulai dari titik nol ini.
Apalagi jalan ini berperan layaknya halaman depan bagi Kota Sorong. Disebut seperti halaman depan bagi Kota Sorong, karena jalan ini terdapat Port of Sorong dan Bandar Udara, Dominique Edward Osok. Bagi para pendatang yang baru tiba di Kota Sorong, tentu yang dinilai pertama soal infrastruktur adalah kondisi jalan. Mulus atau berlubang.
Sebagai bukti jika jalan ini tetap diperhatikan adalah, tahun ini Pelaksana Jalan II Sorong melakukan berbagai proyek rehabilitasi mayor dan minor untuk jalan ini. Rehabilitasi mayor yang dilakukan misalnya pengaspalan kembali dan pelebaran jalan. Sedangkan rehabilitasi minor misalnya pembuatan saluran pembuangan air atau gorong-gorong.
"Rehabilitasi mayor memang tak sepanjang jalan. Kami hanya melakukan rehabilitasi mayor di ruas Jalan Basuki Rahmat dan Jalan A. Yani Sorong. Tak sepanjang jalan dilakukan rehabilitasi karena memang berkaitan dengan dana yang terbatas," kata Patar Damanik ST. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) II 02 PJN II, Sorong yang berada di bawah koordinasi Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XVII Manokwari.
Patar adalah orang yang bertanggungjawab atas jalan ini mulai titik nol di Kota Sorong sampai kilometer (KM) 18 yang berada di perbatasan Kota dengan Kabupaten Sorong.
Kata Patar, untuk tahun ini, dirinya bertanggung atas proyek mayor berupa pengaspalan kembali dan pelebaran jalan. Jalan yang awalnya hanya tujuh meter, kini sudah sudah tidak ada lagi. Lebar jalan di titik nol hingga kilometer (KM) 18 paling sempit sekarang sudah sembilan meter.
SelainĀ rehabilitasi mayor, Patar juga bertanggungjawab atas rehabilitasi minor ruas jalan titik nol sampai kilometer (KM)18. Misalnya saja pembuatan saluran pembuangan air. Kelihatannya sepele, namun justru ini sangat penting. Asal tahu saja, musuh utama aspal adalah genangan air. Jika sampai terjadi genangan air, maka bisa dipastikan umur aspal tak akan lama.
Soal mengatasi genangan air ini, ternyata tak memudah membalikkan tangan. Butuh koordinasi antarinstansi dan peran serta masyarakat untuk ikut menjaga keberadaan jalan. Ini yang menjadi tantangan Patar bersama warga dan instansi lain. Kata pepatah, merawat lebih susah dibanding membuat ternyata ada benarnya juga.
Jalan ini sebenarnya sudah ada sejak lama karena berada di dalam Kota Sorong, Papua Barat. Jadi jangan salah membayangkan lagi jika jalan Trans Papua semuanya jalan baru yang dibangun dengan membelah gunung atau membuka hutan. Karena ada juga jalan lama, yang kemudian ditingkatkan kondisinya seperti aspal atau pelebaran.
Meski statusnya jalan lama, namun bukan berarti jalan ini diabaikan perawatan dan peningkatan fungsinya. Pelaksana Jalan Nasional II Sorong, yang bertanggungjawab atas jalan ini, setiap tahun selalu memberikan perhatian terhadap peningkatan dan perawatan Jalan Trans Papua yang dimulai dari titik nol ini.
Apalagi jalan ini berperan layaknya halaman depan bagi Kota Sorong. Disebut seperti halaman depan bagi Kota Sorong, karena jalan ini terdapat Port of Sorong dan Bandar Udara, Dominique Edward Osok. Bagi para pendatang yang baru tiba di Kota Sorong, tentu yang dinilai pertama soal infrastruktur adalah kondisi jalan. Mulus atau berlubang.
Sebagai bukti jika jalan ini tetap diperhatikan adalah, tahun ini Pelaksana Jalan II Sorong melakukan berbagai proyek rehabilitasi mayor dan minor untuk jalan ini. Rehabilitasi mayor yang dilakukan misalnya pengaspalan kembali dan pelebaran jalan. Sedangkan rehabilitasi minor misalnya pembuatan saluran pembuangan air atau gorong-gorong.
"Rehabilitasi mayor memang tak sepanjang jalan. Kami hanya melakukan rehabilitasi mayor di ruas Jalan Basuki Rahmat dan Jalan A. Yani Sorong. Tak sepanjang jalan dilakukan rehabilitasi karena memang berkaitan dengan dana yang terbatas," kata Patar Damanik ST. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) II 02 PJN II, Sorong yang berada di bawah koordinasi Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XVII Manokwari.
Patar adalah orang yang bertanggungjawab atas jalan ini mulai titik nol di Kota Sorong sampai kilometer (KM) 18 yang berada di perbatasan Kota dengan Kabupaten Sorong.
Kata Patar, untuk tahun ini, dirinya bertanggung atas proyek mayor berupa pengaspalan kembali dan pelebaran jalan. Jalan yang awalnya hanya tujuh meter, kini sudah sudah tidak ada lagi. Lebar jalan di titik nol hingga kilometer (KM) 18 paling sempit sekarang sudah sembilan meter.
SelainĀ rehabilitasi mayor, Patar juga bertanggungjawab atas rehabilitasi minor ruas jalan titik nol sampai kilometer (KM)18. Misalnya saja pembuatan saluran pembuangan air. Kelihatannya sepele, namun justru ini sangat penting. Asal tahu saja, musuh utama aspal adalah genangan air. Jika sampai terjadi genangan air, maka bisa dipastikan umur aspal tak akan lama.
Soal mengatasi genangan air ini, ternyata tak memudah membalikkan tangan. Butuh koordinasi antarinstansi dan peran serta masyarakat untuk ikut menjaga keberadaan jalan. Ini yang menjadi tantangan Patar bersama warga dan instansi lain. Kata pepatah, merawat lebih susah dibanding membuat ternyata ada benarnya juga. (amr)
Advertisement