Rawat Pasien Covid-19 Tanpa APD, Hilman Dinilai Tidak Waras
Peracik obat herbal khusus untuk Cobid-19 Hilman Surya Wijaya, oleh seorang profesor sebuah perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, pernah dianggap "tidak waras".
Anggapan itu sehubungan dengan kenekatannya menangani 79 pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri di Panti Asuhan Tuna Grahita Yayasan Tri Asih Kebun Jeruk Jalarta Barat, tanpa alat pelindung diri (APD). Ia hanya memakai masker untuk menupi mulut dan hidung.
Namun, Hilman cuek tidak peduli dengan kekhawatiran akan tertular Covid pada saat menangani penyandang tuna grahita yang terpapar Covid-19 tersebut. Hilman membantah kalau tanpa APD itu dianggap sebuah kesombongan. Ia punya alasan mengapa tidak memakainya.
Katanya, yang dihadapi ini adalah pasien dari kelompok berkebutuhan khusus, yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Berbeda dengan pasien normal, yang bisa berkomunikasi dengan baik.
"Mereka takut kalau kami memakai APD layaknya tenaga medis yang sedang merawat pasien Corona di rumah sakit. Sehingga kami kesulitan saat akan meminumkan obat," kata Hilman.
Demi pasien, pria berusia 55 tahun akan melakukan apa saja, yang penting penderita Covid-19 itu sembuh. Saat dihubungi ngopibareng.id, ia sedang berada panti. Selain melihat perkembangan pasien ia juga menyerahkan bantuan berupa mesin fogging untuk pengasapan.
Ia menyampaikan kabar gembira dari 79 pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di panti asuhan Tri Asih, terus membaik dan sebagian besar sudah dibawa pulang orang tuanya. "Alhamdulillah tinggal 5 orang yang masih memerlukan perawatan," katanya.
Hilman ini aslinya bukan seorang dokter spesialis atau tabib yang kondamg. Tapi Keuskupan Jakarta, melihat ia punya talenta dalam mengobati penderita Covid-19. Ribuan penderita disembuhkan oleh Tuhan melalui obat herbal yang diraciknya. "Tuhan yang menyembuhkan, saya hanya perantara," kata Hilman merendah.
Obat herbal untuk menangkal corona ini bukan ramuannya sendiri, tapi hasil kerja bareng teman teman ahli obat herbal, termasuk seorang profesor. Dan dikenalkan dari mulut ke mulut, atau getuk tular begitu, katanya.
Menurut Hilman, kalau dirinci total uangnya yang didonasikan untuk meramu obat herbal mencapai Rp500 juta atau setengah miliar. Dari uang itu hanya memperoleh kepuasan batin saat melihat dan mendengar orang-orang yang minum bisa sehat kembali. Pengguna obatnya itu sudah puluhan ribu orang, dari berbagai klaster.
"Petugas medis, perawat, doktet, perwira TNI, Polri sampai profesor ada yang minum jamu saya untuk melawan Covid-19," katanya.
Karena niatnya untuk kemanusiaan, bukan jual obat, Hilman tak pernah berhayal dapat untung. Ia hanya berharap berkat Tuhan dari yang ia perbuat. Ia berpegang pada firman Tuhan "Barang siapa membantu orang lain yang sedang kesulitan, Tuhan akan menolongnya saat ia menghadapi kesulitan".
"Bagaimana untung obat ini saya bagikan secara gratis. Sudah gratis, masih ada yang suruh bayar ongkos kirimnya," kata Hilman tertawa. Hilman tak memungkiri kalau ada yang berbaik hati dengan mentransfer sejumlah uang sebagai tanda terima kasih.
Meskipun obat racikannya dinilai banyak orang cukup ampuh, tapi ia selalu merendah, dan meyakinkan pada penderita, bahwa yang membuat sembuh bukan obat racikannya, tapi berkat campur tangan Tuhan," kata Hilman. Karena itu, ia tak pernah mempromosikan obatnya.
Setelah diyakini obatnya dapat membantu penderita Covid-19, ditandai dengan banyaknya orang yang mengaku menjadi negatif setelah minum obatnya, Hilman yang dulunya membantu penderita covid hanya sebagai sambilan, sekarang berbanding terbalik. Beberapa perusahaan yang dirintis malah yang menjadi sambilan. Sekarang banting stir mengobati orang positif Corona yang menjadi prioritas.
Apa dari kepeduliannya terhadap penderita Covid-19 yang diawali sejak bulan Juli 2020, menghasilkan pundi-pundi uang yang nilainya lebih besar dibanding bisnisnya, Hilman menjawab tegas "Tidak!".
"Saya bukan pedagang obat, tapi saya jalankan semua ini atas dasar kemanusiaan, setelah melihat jumlah penderita Covid-19 terus membumbung dan korban yang meninggal dunia pun semakin banyak. Orang sembuh setelah minum hanya kirim pesan singkat untuk mengucapkan terimakasih," katanya.
Karena sejak awal niatnya ingin menolong, ia tak pusing soal 'pendapatan'. Ia yakin Tuhan akan mengganti dengan cara-Nya sendiri. Sebenarnya ia menginginkan orang yang telah dibantu, ganti membantu penderita yang lain.
Sebab itu, ketika Hilman, mendengar 79 orang penghuni Panti Asuhan Tri Asih Kebun Jeruk Jakarta dinyatakan positif covid-19, ia langsung bergegas mendatangi panti dengan membawa bantuan beberapa dos obat herbal racikanya, antara lain dari bahan mengkudu, manggis, daun sirsat, dan beberapa jenis tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat untuk obat.
"Saya bantu menangani secara gratis, karena panti asuhan sudah sambat, tidak punya biaya untuk melakukan isolasi mandiri bagi 79 penghuni panti yang terpapar corona tersebut," katanya.
Niatnya untuk membantu menangani penghuni panti yang positif Covid-19, ternyata mendapat sambutan yang cukup baik dari Keuskupan Jakarta dan masyarakat. Atas kepercayaan ini, suami Sitinah Then yang telah memberinya dua anak, selain mensuplai obat herbal, juga menyemprot seluruh ruangan tempat isolasi penderita covid-19 pagi dan sore.
"Penyemprotan dengan obat ramuannya dikatakan cukup ampuh untuk membasmi kuman Corona yang telah mencemaskan penduduk dunia tersebut," kata pria yang tinggal di Taman Indah Kalideres Jakarta Barat.
Mengingat konsentrasinya pada pandemi Covid-19, usahanya PT Pancura Cahaya Wahyu yang bergerak di bidang suplyer peralatan pelayaran kurang terurus. Ia tinggal mengharap uang kontrakan dari beberapa rukonya untuk kebutuhan sehari-hari dan kegiatan sosial yang menjadi bagian dari hidupnya.
Advertisement