Merawat Aset Intelektual, Begini Strategi Muhammadiyah
Selain aset berbentuk fisik yang melimpah, Muhammadiyah juga memiliki aset lain. Yakni kekayaan intelektual yang sangat berharga dan luar biasa hasil dari pemikiran mendalam oleh pendirinya, KH Ahmad Dahlan.
"Aset fisik tesebut sudah disadari oleh semua pihak, baik dari kalangan internal maupun eksternal Muhammadiyah. Namun yang sering luput dari inventarisir kekayaan Muhammadiyah adalah aset intelektual yang dimiliki oleh cendekianya," kata Siti Ruhaini Dzuhayatin, Staf Khusus Presiden tentang Isu Keagamaan Internasional, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Kamis 22 Agustus 2019.
Pengamanan dan pelestarian aset intelektual yang dimiliki oleh Muhammadiyah harus terus digalakan, karena selain sebagai aset juga sebagai alat atau tameng untuk menahan dari serbuan paham-paham yang berseberangan dengan paham Muhammadiyah.
Hasil dari produk pemikiran yang diwariskan KH Ahmad Dahlan salah satunya adalah pembahasan mengenai gender. Di masa awal pembentukan Muhammadiyah, dominasi kaum laki-laki atas perempuan masih sangat kental.
Budaya patriaki yang ada masa itu menjadikan perempuan sebagai manusia kelas dua, serta marak terjadi penindasan atas kaum perempuan. Hal tersebut terjadi lantaran lemah dan rendahnya pendidikan yang diterima oleh kaum perempuan.
Namun, budaya tersebut secara pelan namun pasti berhasil dikikis oleh KH Ahmad Dahlan. Dahlan menyakini antara laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan sama. Pemahaman tersebut menginisiasi Ahmad Dahlan untuk mendirikan Madrasah Mu’allimat, sebagai wadah pendidikan khusus perempuan pertama yang dimiliki oleh organisasi Islam di Indonesia.
Sehingga, menurut Siti Ruhani, perempuan yang aktif di Pimpinan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah ini, Karena gagasan-gagasannya yang masih sulit diterima pada masa itu, Ahmad Dahlan banyak menerima hujatan bahkan cercaan dari masyarakat di sekitarnya.
"Dicap sebagai Kiai kafir, bahkan juga pernah dituduh sebagai antek penjajah. Meski demikian, hujatan yang diterimanya dibalas dengan kelembutan. Prinsip welas asih ini yang menjadi suatu yang langkah untuk ditemukan saat ini," tutur Siti Ruhani.
Sebelumnya, Siti Ruhaini Dzuhayatin, Staf Khusus Presiden tentang Isu Keagamaan Internasional pada Rabu 21 Agustus di Muallimin, Jogjakarta. Menurutnya, akhir-akhir ini, Islam sering ditampakkan sebagai agama yang marah-marah, susah menerima perbedaan, serta dianggap sebagai ajaran yang menimbulkan permusuhan.
Padahal ajaran tersebut sangat jauh bertentangan dengan nilai dan substansi agama Islam. Maka, sebagai penerus estafet perjuangan KH Ahmad Dahlan, kader-kader Muhammadiyah sudah seyogyanya meniru dan menerapkan prinsip yang diajarkan oleh KH Ahmad Dahlan.
Maka, sebagai kader Persyarikatan Muhammadiyah harus mampu menjadi oase di tengah keringnya moral di lingkungan sosial. Serta selalu memberi kebaikan di manapun berada, itu lah fungsi Islam sebagai rahmatan lil alamiin. Sehingga tidak terjadi pemisahan (sekularisasi) antara agama dengan praktik kehidupan sosial, karena Agama dan kehidupan sosial berada dalam satu tarikan nafas.
Dengan demikian bukan lagi menyoal sekularisasi sebagai solusi atas ketidakselarasan antara agama dan praktik kehidupan, melainkan yang harus dipikirkan adalah bagaimana menyatukan kehidupan beragama dan perilaku sosial.