Merasakan Islam di Bali, Pengalaman Kiai Ghofur Maimoen
Pulau Bali tetap memikat. Karena tradisi masyarakat yang terus terpelihara, di tengah gempuran perubahan masyarakat di dunia. Tradisi khas Bali, dengan teguh memelihara religiusitas Hindu Bali-nya.
Ada kesan khusus KH Abdul Ghofur Maimoen, Pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Putra Kiai Maimoen Zubair (almaghfurlah), belum lama ini berkesempatan menyampaikan khotbah di satu masjid di Denpasar, Ibu Kota Provinsi Bali, menulis sejumlah catatan khusus:
Alhamdulillah saya berkesempatan mengunjungi Pondok Pesantren Nuris (Nurul Ikhlas) Jembrana Bali. Pondok ini didirikan oleh Kiai Fathurrahim, putra dari Kiai Ahmad Al Hadi. Ini adalah kunjungan kedua kalinya. Sebelumnya, beberapa tahun yang lalu, saya pernah ke sini dalam rangka kaderisasi Ansor.
Dalam sowan kali ini, saya mendapat banyak cerita dari Kiai Fathurrahim tentang ayahnya, Kiai Ahmad. Ia adalah putra dari Kiai Dahlan bin Abdullah bin Abdul Mannan. Kiai Dahlan—yang juga saudara dari Kiai Mahfudh At Turmusi—adalah menantu Kiai Soleh Darat Semarang sekaligus penerusnya dalam memangku pondok. Sementara Kiai Abdul Mannan adalah pendiri Pondok Pesantren Termas Pacitan, pondok yang melahirkan banyak kiai penting, termasuk Kiai Ali Maksum Krapyak dan Kiai Hamid Pasuruan.
Perjalanan Ilmiah
Kiai Ahmad adalah santri yang gemar melakukan perjalanan ilmiah. Berbagai pondok ia singgahi demi bermacam ilmu dan barakah yang ia harapkan. Di antaranya adalah Pondok Krapyak di bawah kepengasuhan Kiai Munawwir, Pondok Sarang di bawah kepengasuhan Kiai Umar bin Harun, dan Pondok Jamsaren Solo di bawah kepengasuhan Kiai Idris. Pulang dari mencari ilmu di Makkah selama tiga tahun, ia kembali ke pesantren. Kali ini ke Tebuireng untuk mengaji kepada Kiai Hasyim Asyari, dan ke Madura untuk mengaji kepada kiai kharismatik, Syaikhana Kholil Bangkalan. Di Madura ini ia mondok untuk yang terakhir kalinya.
Karena ayahnya telah wafat, ia sowan ke Syaikhana Kholil sendirian. Ia matur kepada beliau, bahwa ia hendak mengaji. Tak diduga, Kiai Kholil menanggapinya dengan kemarahan. “Jangan hanya ngaji saja. Saatnya mengajar!” begitu kira-kira dawuh Kiai Kholil kepadanya. Di Bangkalan ia pun menjadi ustadz, tidak lagi sebagai santri biasa seperti sebelumnya.
Setahun di Madura—saat usianya telah mencapai 23 tahun—Kiai Kholil menyuruhnya ke Bali untuk berdakwah. Ia memerintahkannya untuk menemui muridnya di sana, TGH. (Tuan Guru Haji) Muhammad. Ia belajar kepada Kiai Kholil saat di Makkah. Ahmad dititikan oleh Kiai Kholil pada perahu yang berlayar menuju Singaraja, ibu kota Bali saat itu. Dari Singaraja ia berjalan kaki melalui hutan menuju Loloan Timur, Jembrana—desa tempat TGH Muhammad menetap. Singaraja berada di tepi laut Bali sebelah utara, dan Loloan berada di tepi laut Bali sebelah selatan bagian barat.
Pengganti Berdakwah
Rupanya, kedatangan Ahmad muda telah ditunggu oleh TGH. Muhammad. Ia sangat senang karena Sang Guru telah mengirimkan penggantinya dalam berdakwah. Tujuh hari setelah kedatangannya, ia pun wafat. Ahmad praktis menggantikan dakwahnya, termasuk membaca kitab Ihyā` ‘Ulūm ad Dīn karya Imam Al Ġazāliyy. Ahmad tidak ingin hanya meneruskan apa yang telah ada, ia juga ingin mengembangkannya sehingga dapat memberi manfaat lebih kepada masyarakat. Dalam hal ini, bersama masyarakat ia membangun madrasah yang ia beri nama Madrasah Mambaul Ulum. Mambaul Ulum adalah nama madrasah di Jamsaren Solo, di mana ia mendapatkan Surat Beslit dari Governor Belanda di Jawa Tengah, untuk mengajar di seluruh Nusantara.
Sebelas tahun kemudian ia menikah dengan gadis setempat, hal yang mengikatnya untuk menetap di Bali. Usai menikah, ia berangkat ke Jawa untuk bersilaturrahim dengan keluarga dan minta restu serta berharap berkah dari guru-gurunya. Di antara yang utama adalah Kiai Hasyim Asy’ari. Saat sowan kepada beliau ia tidak hanya mendapatkan restu, lebih dari itu ia diberi Jam Saku berlogo Nahdhatul Ulama. Kiai Farhurrahim, putranya, menyebutnya sebagai SK untuk mendirikan NU di Bali. Ia adalah Rois Syuriah pertama di Bali.
Berkunjung ke Bali selama tiga hari melahirkan kebahagiaan tersendiri. Di sini, kami bertemu dengan muslim-muslim yang menyenangkan. Tokoh-tokoh besar telah memberi contoh yang luar biasa. Semoga para penggantinya menjadi sebaik-baik penerus bagi sebaik-baik pendahulu.
البلاد بلاد الله والعباد عباد الله فحيثما أصبت خيرا فأقم
Seluruh negeri adalah negeri Allah dan semua manusia adalah hamba Allah. Karena itu, di mana pun kamu semua dapat memperoleh rezeki yang baik dan bisa pula beperilaku baik maka tinggallah di sana.
(Hadis Nabi Muhammad Saw. riwayat Imam Ahmad bin Hambal dengan sanad yang dhaif.)
Advertisement