Meraih Makrifat, Memahami Konsep Al-Ghazali dan Ibnu `Arabi (2)
Pembahasan Tasawuf
Sebuah kajian A. Zaini Dahlan, tentang Konsep Makrifat menurut Imam Al-Ghazali dai Ibnu Arabi, dalam Buku kumpulan disertasi S3 Kajian Timur Tengah UGM, berjudul "Menggagas Formulasi Baru Tentang Bahasa, Sastra, dan Budaya Arab" memberi gambaran tentang pokok penting dalam tasawuf.
Setelah mempelajari teori dan metode sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka hipotesis yang bisa dirumuskan adalah: ajaran makrifat yang untuk pertama kalinya dibawa oleh Dzunnun Al-Misry (w. 860 M.) dengan paham sebatas mengenal Tuhan melalui Tuhan-yaitu dengan memberi cara cahaya kepada sufi atau salik (pelaku ajaran tasawuf), sehingga ia mengenal-Nya- seperti ini kemudian diikuti oleh Al-Ghazali (1058-1111 M.) juga Ibnu Arabi (1165-1240 M.) pada awal mulanya.
Akan tetapi, dengan telah munculnya paham makrifat oleh tokoh-tokoh sebelum mereka dalam bentuk yang lain, seperti Hulul-nya Al-Hallaj (858-922 M.) dan Ittihad-nya Al-Busthami (874-947 M.), maka paham makrifat Ibnu Arabi, berawal seperti paham makrifatnya Al-Ghazali dan berakhir dengan paham makrifat yang berbentuk Wihdat al-Wujud mirip seperti ajaran Ittihad dan Hulul.
Tanggapan suatu teks sastra dapat dilacak dengan Tiga Metode.
Pertama, metode eksperimental, yaitu metode penyajian teks tertentu kepada pembaca tertentu, baik secara individual maupun secara berkelompok agar mereka memberi tanggapan.
Kedua, metode kritik teks, yaitu metode yang merunut perkembangan tanggapan pembaca lewat ulasan, kritik, komentar, analisis maupun penelitian-penelitian yang berupa skripsi, tesis, atau disertasi.
Ketiga, metode intertekstual, yaitu metode yang melacak sambutan atas suatu teks melalui tekslain yang menyambut teksnya, misalnya dengan mengolah, memutarbalikkan, memberontaki, atau menulis kembali teksnya. Hal yang demikian dapat dilakukan lewat penyalinan, penyaduran, atau penerjemahan.
Dari pembicaraan metode resepsi di atas, maka penelitian terhadap kitab monumental karya al-Ghazali, yaitu Ihya ‘Ulum al-Din dan al-Munqidz min al-Dhalal, dan dari karya Ibnu Arabi, yaitu kitab al-Futuhat al-Makkiyyah fi Ma’rifat al – Asrar al-Malikiyyat wa al-Mulkiyyat dan Fushush al-Hikamini dilakukan lewat metode intertekstual.
Aplikasi Metode Intertekstual
Untuk mengaplikasikan metode intertekstual tersebut maka uraiannya sebagai berikut :
Ajaran makrifat ini berawal dari penafsiran atau resepsi dari pembacaan terhadap teks suci yaitu ayat 56 surat adz- dzariyat : “ Aku menciptakan jin dan manusia hanya agar mereka beribadat kepada Ku “, yang ditafsiri oleh Ibnu –Abbas, al-Jaelani dan Ibnu Arabi dengan makrifat. Pendapat ini diperkuat dengan hadits qudsi:
“Aku pada mulanya adalah simpanan yang tersembunyi , kemudian Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk lalu merekapun mengenal- Ku “. Dan hadits “….. dan hamba-Ku senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi (alat) pendengarannya yang ia mendengar, dengan alat itu menjadi (alat) penglihatannya yang ia melihat dengan alat itu, menjadi tangannya yang dengannya ia memukul, dan kakinya yang dengannya ia berjalan.”
Dari dua teks suci tersebut kemudian muncullah berbagai penafsiran tentang arti makrifat seperti dikemukakan oleh al Bustami, al–Hallaj, al-Ghazali dan Ibnu Arabi. Berbagai pendapat tentang arti Makrifat tersebut dihasilkan melalui metode intertekstual. Sebagaimana konsep makrifat Al-Misri merupakan karya transformasinya berdasarkan atas hipogram hadist nabi :” Nabi ditanya dengan apa engkau mengenal ( makrifat ) Tuhanmu ya Rasul ?, jawab nabi : “ wah ……. ( masya Allah ), Aku mengenal Tuhanku tidak melalui apa pun, tapi aku mengenal berbagai hal melalui Tuhanku “.( As- Sulami, 1999 : 30 ).
Pengertian yang disimpulkan dari hadis ini, bahwa mengenal Tuhan tidak melalui apa pun. Arti “apa pun” di sini berarti mengecualikan Tuhan. Sebab ketika nabi mengenal berbagai hal – termasuk didalam berbagai hal tersebut adalah Tuhan – Nabi mengatakan “melalui Tuhan.”
Karya transformatif Al Junaid (w : 297/910) ”Aku mengenal Tuhanku melalui Tuhanku , tanpa melalui Tuhanku aku tak akan bisa mengenal Tuhan. ( As-Sulami, 1999:31), adalah berdasarkan atas hipogram Al Misri. Karya transformatif Al Bustami berdasarkan hipogram ajaran Mahabbah yang dibangun oleh Rabiah Al- Adawiyah.
Karya transformatif Al- Hallaj berdasarkan hipogram hadist qudsi tentang kedekatan manusia dengan Tuhannya. Karya transformatif Al Ghazali berdasarkan hipogram karya transformatif Al Junaid. Begitu juga karya transformatif Ibnu Arabi berdasarkan hipogram hadist Qudsi tentang Tuhan sebagai simpanan yang masih misteri.