Meraih Ketenteraman Hati, Mengingatkan Allah Memahami Ilmu Agama
Cinta kepada Allah merupakan terapi yang mujarab bagi hati yang gunda gulana, serta dapat menenteramkan hati kita.
Cinta seorang hamba kepada Allah akan menjadikan hatinya tunduk kepada-Nya, merasa tenteram tatkala mengingat-Nya, mengorbankan perasaannya demi sang kekasihnya, yaitu Allah Yang Maha Esa.
Hatinya senantiasa mengharap kepada yang dicintainya untuk memecahkan setiap problema kehidupan yang ia hadapi.
Ia pun tak putus asa dari kasih sayang-Nya. Ia yakin bahwa yang dicintainya adalah Dzat yang paling tepat untuk mengadukan berbagai masalah yang dihadapinya, dan ia juga yakin bahwa Allah SWT. yang akan memberikan solusi terbaik bagi setiap permasalahan yang dihadapinya.
Dengan selalu berdzikir atau mengingat Allah, maka Iman yang kuat akan selalu ada di dalam hati, dan semakin dekat dengan Allah.
Allah SWT. Berfirman :
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. ” (Q. S. Ar-Ra'd : 28)
Memahami Ilmu Agama
Dalam mengingat Allah Ta'ala pun kita harus memahami ilmuny. Yakni, ilmu agama. Keutamaan menuntut ilmu utamanya Ilmu Agama di antaranya adalah dimudahkan jalan ke surga.
Sebagaimana hadits Nabi SAW yaitu : Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Seorang Muslim wajib menuntut ilmu untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sekretaris Komisi Ukhuwah Islamiyah H Saenong Tebba Lc MA dalam ceramahnya menjabarkan hadis nabi tentang pentingnya menuntut Ilmu .Ia mengawali ceramahnya dengan mengutip hadis Rasulullah saw :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ (رواه بيهقى)
Nabi saw bersabda : “Jadilah engkau orang berilmu, penuntut ilmu, pendengar ilmu dan orang yang menyukai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka.” (HR. Baihaqi).
Rasul SAW memerintahkan umatnya menjadi ‘Alim (orang berilmu, guru, pengajar, ustad, kyai). Jika belum sanggup, jadilah Muta’allimaan (orang yang menuntut ilmu, murid, pelajar, santri) atau menjadi pendengar yang baik (Mustami’an), paling tidak menjadi Muhibban pecinta ilmu, simpatisan pengajian, donatur yayasan, lembaga dakwah dan pendidikan dengan harta, tenaga, atau pikiran, atau mendukung majelis-majelis ilmu.
Rasul SAW menegaskan, jangan jadi orang yang kelima (Khaamisan), yaitu tidak jadi guru, murid, pendengar, juga tidak menjadi pecinta ilmu. Celakalah golongan kelima ini. “Fatahlik!” tegas Rasulallah SAW.
Jika seorang ingin menuntut ilmu maka harus menjadi murid yang meluangkan waktunya untuk belajar bahkan sepanjang hidupnya.
“Jika sudah dewasa dan tua tapi belum memiliki Ilmu agama maka lebih banyak mendengar ilmu dan mencintai orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya,” katanya dikutip dari ulasan ceramah di Channel YouTube MUI Sulsel.
“Jika kita tidak termasuk salah satu keempat yang disebutkan di atas maka kata Rasulullah saw kita akan binasa, ” tuturnya.