Meraih Haji Mabrur, Begini Makna dan Ciri-ciri Sukses Naik Haji
Dalam sehari-hari, ketika seserang akan melaksanakan ibadah haji, serentak ucapan "semoga meraih haji mabrur". Hari mabrur merupakan cita-cita mereka yang berhasil menunaikan rukun islam kelima itu.
Namun, adakah semua tahu akan makna "haji mabrur"? Berikut makna dan ciri-ciri berhasil diraihnya haji mabrur.
Dalam Al-Quran maupun Hadis tidak ada perumusan bagaimana yang dimaksud dengan kata “mabrur” itu secara tegas. Tetapi kalau kita hubungkan dengan ayat yang memerintahkan ibadah haji dapat kita pahami bahwa sebenarnya yang dapat mencapai hasil-guna dan daya-guna kalau haji itu dilakukan dengan ikhlas tanpa dilakukan dengan berkata busuk dan berbuat keji, berbuat yang merusak agama (fusuq) dan tidak pula bertengkar.
Sebagai tersebut pada firman Allah pada ayat 197 surat Al Baqarah: “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji.
Segalanya menjadi baik
Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah: 197).
Dalam hadis disebutkan: “Dari Abu Hurairah sesungguhnya Nabi Saw bersabda: Siapa yang melakukan haji tidak berkata jorok, dan tidak berbuat fasik, ia kembali sebagai pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari ayat dan Hadis tersebut tidak kita dapati haji mabrur itu. Istilah tersebut terhadap pada Hadis riwayat Bukhari Muslim: “Sebaik-baik amal ialah iman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian jihad di jalan Allah, kemudian haji mabrur.” (HR. Bukhari Muslim). Dalam hadis lain disebutkan: “Haji mabrur tidak ada balasan lain kecuali surga.” (HR. Bukhari).
Sejauh pemantauan yang dilakukan Majelis Tarjih, Hadis-Hadis Nabi tidak memberi kualifikasi untuk kata mabrur ini. Untuk itu ada pendapat-penJapat ulama, antara lain: bersih dari jenis dosa dan ringan melakukan salat dan kebajikan, seperti dikemukakan oleh Abu Bakar Al Jazairy dalam kitabnya Minhajul Muslim. Ada yang mengatakan bahwa ‘mabrur’ itu ialah yang tidak dicampur dengan perbuatan dosa dan itulah Haji yang diterima. Demikian menurut Muhammad Ahmad Al Adawy.
Ada lagi ulama yang membedakan keterangan bahwa ‘mabrur’ ialah haji yang tidak diikuti dengan perbuatan maksiat, artinya, sesudah menunaikan haji, dirinya tetap berjaga dan perbuatan-perbuatan maksiat.
Advertisement