Menyusul NU, Muhammadiyah pun Bahas Fikih Difabel
Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, mempunyai kepedulian terhadap masalah difabel. Setelah NU melalui Munas Alim Ulama dan Kombes NU di Lombok pada 2017, yang secara khusus mengangkat masalah difabel dalam forum Bahtsul Masailnya, kini Muhammadiyah turut membahas hal serupa.
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah selenggarakan Workshop Fikih Difabel pada Minggu 2 Desember 2018 di Aula Masjid Islamic Center Ahmad Dahlan, Universtas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.
Hal itu mengacu pada pelaksaan keputusan Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar pada 2015, tentang program bidang tarjih dan tajdid dan bidang pemberdayaan masyarakat.
Mendeklarasikan diri sebagai persyarikatan berslogan Islam Berkemajuan, Muhammadiyah memiliki tiga kekuatan utama. Sebagaimana dijelaskan KRT Ahmad Muhsin Kamaludiningratan, Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah:
“Ideologinya selalu reform, modern dan selalu memperbaharui diri sehingga bersifat kekinian dan selalu relevan dengan keadaan,” tutur Ahmad Muhsin Kamaludiningratan.
“Pertama, kerangka ideologi sebagai pembawa Islam wasathiyah kokoh. Kedua, desain organisasi terdiri dari orang-orang modern. Serta yang ketiga pimpinan dan kader-kadernya mempunyai etos kerja dan beramal untuk kemaslahatan".
Mengetahui hal tersebut, Muhammadiyah harusnya memiliki kecakapan dalam mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman.
“Ideologinya selalu reform, modern dan selalu memperbaharui diri sehingga bersifat kekinian dan selalu relevan dengan keadaan,” tutur Ahmad Muhsin Kamaludiningratan, dikutip ngopibareng.id dari situs resmi muhammadiyah.or.id, Senin 3 Desember 2018.
Sebagai langkah konkret, Muhammadiyah dituntut lebih perhatian terhadap kelompok rentan difabel yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam sebagai asas gerakan.
Maka diperlukan suatu pedoman yang memuat pendangan Islam terhadap disabilitas melalui perumusan fikih difabel.
Workshop yang diselenggarakan bertujuan untuk mendapatkan bahan-bahan awal terkait fiqih difabel. Kemudian dalam acara ini menghadirkan M Amin Abdullah (Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta), Muhammad Abdul Fattah Santso (Majelis Tarjih PP Muhammadiyah), Nuning Suryatiningsih (Center for Impoving Qualified Activity in Live of Peopele with Disability ‘CIQAL’). (adi)
Advertisement