Menyuruh Pelanggannya Pakai Masker, Kasir SPBU Ditembak
Seorang kasir SPBU ditembak mati pelanggannya, karena si kasir minta pelanggan yang datang ke kios di SPBU untuk membeli bir itu agar memakai masker. Dia memang datang ke SPBU tanpa masker.
Peristiwa ini terjadi hari Minggu lalu, di Kota Idar-Oberstein, Jerman. Polisi segera menangkap pelaku, dan hari Selasa kemarin jaksa setempat mengatakan bahwa kasir SPBU yang berusia 20 tahun dan tidak disebut namanya itu telah meminta seorang pria berusia 49 tahun yang ingin membeli bir untuk mematuhi aturan dan mengenakan masker.
“Pelanggan itu menolak dan pergi. Tetapi beberapa saat kemudian dia kembali dengan memakai masker, dan mendekati kasir. Kemudian pelaku mengeluarkan pistol dan menembak kepala kasir dari depan. Korban jatuh ke lantai dan langsung mati," kata jaksa Kai Fuhrmann kepada wartawan, seperti dikutip Al Jazeera, hari ini.
Tersangka kemudian menyerahkan diri di kantor polisi terdekat dengan mengatakan tindakan virus corona membuatnya stres, kata Furhmann.
Pembunuhan itu terjadi seminggu sebelum pemilihan federal, di mana partai Alternatif untuk Jerman (AfD), telah mencoba merayu pemilih dengan kampanye anti-lockdown dan anti-vaksin. Partai ini dalam survei mendapat suara 11 persen, memperoleh keuntungan dengan menampung warga yang menolak divaksin dan menolak memakai masker.
Mereka ini pada umumnya tidak percaya pada Covid-19. Mereka yang tidak mempercayai Covid-19 ini disebut kelompok "Querdenker," menunjukkan simpati terhadap pembunuh kasir SPBU.
“Kebencian dan hasutan yang datang dari orang-orang yang tidak bisa diajari ini memecah komunitas kami dan membunuh orang. Mereka tidak memiliki tempat di masyarakat kita,” cuit Menteri Luar Negeri Heiko Maas, yang mengatakan Querdenker sedang merayakan pembunuhan itu.
Menteri Kehakiman Christine Lambrecht mengatakan itu menjijikkan bagaimana pembunuhan itu telah disalahgunakan untuk memicu kebencian. "Negara harus melawan radikalisasi penyangkal virus corona, yang bersedia menggunakan kekerasan dengan segala cara yang mungkin," kata Christine Lambrecht. (*)