Menyingkap Tabir di Balik Klitih di Yogyakarta
Publik dihebohkan kasus klitih yang kembali memakan korban jiwa. Peristiwa ini terjadi di Jalan Gedongkuning, Yogyakarta, pada Senin, 4 April 2022 dini hari. Salah seorang korban bernama Daffa Adzin Albasith merupakan siswa SMA Muhammadiyah II. Daffa meninggal usai terhantam gir pelaku.
Mengetahui hal itu warganet geger. Terlebih viral di media sosial pengakuan saksi yang melihat peristiwa nahas itu. Pengakuan tersebut diunggah ulang akun Twitter @areajulid. Dalam unggahannya saksi sebelumnya telah mencoba menghubungi nomor darurat 119 dan 001.
Namun nomor tersebut tidak merespons. Akibat kejadian itu saksi menyebut dirinya ketakutan. Karenanya dia mengimbau agar para orangtua memantau anaknya. Selain itu, mendesak pihak berwenang mengusut dan menyelesaikan klitih.
Klitih sendiri merupakan salah satu bentuk anarkisme remaja yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan menggunakan benda-benda tajam. Seperti pedang, samurai, parang, gir, pisau, dan lain sebagainya.
Pelakunya adalah sekelompok remaja yang kelayapan tanpa tujuan yang jelas. Mereka membawa kendaraan dan senjata tajam untuk melukai orang lain. Istilah ini banyak digunakan masyarakat di D.I. Yogyakarta. Dari data yang dihimpun POLDA DIY pelaku klitih berusia usia 10 hingga 20 tahun.
Pola Asuh Permisif
Mengkutip jurnal berjudul “Pola Asuh Orangtua Pada Remaja Pelaku Klitih di D.I. Yogyakarta” diketahui orangtua pelaku klitih mengasuh anaknya menggunakan pola asuh permisif. Tipe ini ditandai dengan kasih sayang dan keterlibatan emosi antara orang tua dan anak tidak tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satunya contohnya anak terbiasa manja karena orang tua selalu mengikuti kemauan anaknya. Anak-anak yang diberi kebebasan merasa diperbolehkan melakukan berbagai tindakan atas kemauannya karena tidak dikontrol orangtua.
Selain itu, tidak adanya waktu khusus untuk saling berbicara dan bertukar pikiran karena kesibukan masing-masing mengakibatkan orang tua tidak mampu menasihati anak. Anak menjadi pribadi yang susah diatur dan diarahkan sebab kurang terbangunnya kedekatan emosional kedua pihak.
Tiga Faktor Pendukung
Setidaknya ada tiga faktor pendukung yang menyebabkan pola asuh orang tua permisif. Pertama para orang tua pelaku klitih tidak mengajarkan pendidikan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua memanjakan anak dengan mencuci pakaiannya, membersihkan kamar tidur, dan membersihkan rumah.
Padahal, menurut peneliti Jayne Maree Godfrey di University of Auckland New Zealand menyebut lingkungan berpengaruh atas individu dalam menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen. Khususnya dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap.
Selain itu, ditemukan bahwa teman sebaya pelaku klitih turut mempengaruhi perkembangan mereka yang masih remaja. Baik secara fisiologi maupun psikologis. Teman sebaya pelaku klitih terbiasa mengajak menenggak minuman keras.
Terakhir kondisi ekonomi keluarga. Hal ini terkait dengan dukungan yang bersifat material untuk kelangsungan hidup keluarga, pendidikan dan kebutuhan sehari-hari. Para orang tua pelaku klitih mengharuskan mereka bekerja penuh waktu sehingga menyebabkan kurangnya waktu mereka berinteraksi secara intens dengan anak-anaknya. Segala kebutuhan dan keinginan anak-anaknya cenderung di penuhi, namun kontrol terhadap apa yang dipenuhi kepada anak sangat rendah.
Pemetaan Jalan Sasaran Klitih
Berikut merupakan daftar jalan yang dijadikan sebagai sasaran pelaku klitih. Selain Jalan Gedongkuning, Jalan Panggang-Jiluk, Jalan Veteran, Jalan Laksda Adisutjipto, Jalan Tempel-Seyegan dan Jalan Kaliurang tercatat pernah menelan korban jiwa.
Di Jalan Panggang-Jikuk tercatat dua kasus klitih. Pertama, pada 12 Desember 2016. Kala itu, seorang pelajar SMA Muhammadiyah 1 (Muhi) Jogja meninggal dunia setelah diserang sekelompok pemuda yang mengenakan cadar. Mereka bersenjata pedang serta clurit. Kedua, Fatur Nizar Rakadio berusia16 tahun tewas setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUD) Dr. Sardjito selama hampir sebulan.
Di Jalan Veteran, pada 12 Januari 2022 klitih menewaskan Tegar Leonardo. Sementara, di Jalan Laksda Adisutjipto dua pemuda mengalami luka sayat pada Minggu, 31 Oktober 2021 sekitar pukul 3.00 WIB. Peristiwa terjadi di penggal jembatan sungai Gajah Wong.
Tak hanya itu, seorang pemuda berinisial A menjadi korban klitih di Jalan Tempel-Seyegan pada 12 Februari 2022. Korban dibuntuti segerombolan pengendara dan sempat ditanya asal sekolah. Dia memilih tidak menjawab dan akhirnya dikeroyok. Korban mengalami luka di badan dan tangan kiri.
Terakhir, kasus pembacokan terjadi di Jalan Kaliurang Km 9 Sinduharjo. Korban berinisial DHP dan berusia 16 tahun. DHP mengalami luka di punggung dan telapak tangan.
Blacklist Jogja
Sementara, kasus klitih yang terjadi di Jalan Gedongkuning membuat warganet diselimuti ketakutan. Sebagian besar warganet mengaku takut mengunjungi Jogjakarta. Mereka bahkan memasukkan Jogjakarta ke dalam daftar hitam kunjungan.
“Untuk sementara Jogja masuk blacklist tempat wisata dulu deh, ngeri juga”, tulis akun @dedyxxx.
Senada dengan akun di atas pengguna lainnya menyatakan hal serupa. “Serem ya, niat mau liburan ke Jogja sendiri kayaknya batal deh. Ganti kota lain aja”, sahut @hasiaxxx.
“Mencari jati diri dengan merugikan dan menghilangkan nyawa orang lain? Bye Jogja”, timpal @selixxx.
Terakhir warganet menyebut Kota Pelajar itu menyerupai sebuah kota kriminal yang ada di film Batman.
“Jogja berubah jadi Gotham city pas malam,” celetuk @ripxxx.
Peran Polisi
Selain memasukkan Yogyakarta ke dalam daftar kota yang tidak dikunjungi, netizen juga menyoroti peran polisi.
“Masak ya jajaran POLDA DIY ngga beres ngurusin Klitih bertahun-tahun. Ini sudah lama lho, berapa nyawa lagi yang terus jadi korban? Polisi serius nggak sih, kalau memang pelaku underage tapi tindakannya nggak mencerminkan bocah masak masih dianggap bocah?” kata @kdrama.
“Males banget kalau pelakunya dilepas karena alasannya masih di bawah umur. Kalau kayak gitu kenapa nggak keluarga korban nyuruh orang di bawah umur lainnya buat bacok tu klitih. Asu banget,” celetuk @matchaxxx.
“Betapa bangsatnya hukum di negeri ini. Korban ingin membela diri dengan membunuh malah dipenjara,” tulis @pipinxxx.