Menyikapi Perbedaan, Begini Pesan Ulama Pesantren
Tulisan teduh dari KH Husein Muhammad, salah satu pembimbing Jaringan GUSDURian Indonesia.
MENYIKAPI PERBEDAAN
Suatu saat, dulu sekali, aku membaca buku : "Agama dan Pluralitas Bangsa". Di situ aku menemukan : Prof. Quraish Shihab, mufassir besar Indonesia itu mengutip pernyataan Dr. Husein al-Dzahabî mantan Menteri Waqaf Mesir dan Guru Besar Universitas al-Azhar yang mengatakan:
“Kebenaran Agama adalah apa yang ditemukan manusia dari pemahaman kitab sucinya sehingga kebenaran agama dapat beragam dan bahwa Tuhan merestui perbedaaan cara keberagaman umat manusia".
Prof. Quraish kemudian menegaskan : “Jika ini dapat dipahami niscaya tidak akan timbul kelompok-kelompok yang saling mengkafirkan...” (Agama dan Pluralitas Bangsa, P3M, 1991, hlm. 40).
Tradisi dan Modern
Lalu Prof. Dr. Fârûq Abû Zaid dalam bukunya “Al-Syarî’ah al-Islâmiyah Baina al-Muhâfizhîn wa al-Mujaddidîn” (Syari’ah Islam antara tradisionalis dan modern) mengatakan :
اَنَّ مَذَاهِبَ الفِقْهِ الِاسْلَامِى لَيْسَتْ سِوَى اِنْعِكَاس لِتَطَوُّر الحَياة الِاجْتِمَاعِيّة فى العَالَم الِاسْلامى
“mazhab-mazhab (aliran-aliran) keagamaan sejatinya adalah refleksi sosio-kultural mereka masing-masing”.(hlm. 16)
Bagaimana para pendiri mazhab (Aimmah al-Madzahib) menyikapi pandangan orang lain yang berbeda dengan dirinya?.
Sejarah mencatat bahwa mereka adalah orang-orang yang paling toleran terhadap pandangan orang lain, paling rendah hati dan saling menghargai. Imam Abu Hanifah misalnya dengan rendah hati mengatakan :
هذا رأيى فمن جاءنى بخير منه قبلناه"
“Inilah yang terbaik yang bisa aku temukan dari eksplorasi intelektual maksimalku (atas kitab Allah dan sunnah/tradisi Nabi). Jika ada hasil temuan intelektual lain yang lebih baik, aku akan menghargainya”.
Begitu juga para Imam yang lain, menyampaikan hal yang senada. Mereka selalu mengingat sabda Nabi :
اِذَا اجْتَهَدَ الحَاكِمُ فَاَصَابَ فَلَهُ اَجْرَانِ وَاِنِ اجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ
“Jika seseorang berijtihad dan ijtihadnya benar maka ia mendapat dua pahala, dan jika salah mendapat satu pahala”.
Duhai, betapa bijaksananya Nabi dan para ulama besar, para pendiri mazhab-mazhab hukum "Aimmatul Arba'ah", itu.
Dan betapa bedanya kita yang menjadi para pengikut beliau-beliau?.
16.05.24
HM