Menyikapi Beda Penetapan (Isbat) Hari Arafah, Indonesia dan Arab
Umat Islam diseluruh permukaan bumi dapat melakukan ibadah-ibadah mahdloh (محضة) disesuaikan pada miqat (waktu dan tempat) masing-masing.
Masalah penetapan atau isbat hari Arafah, antara Indonesia dan Arab Saudi, menjadi persoalan tersendiri bagi umat Islam di Indonesia. Untuk memperjelas hal itu, ngopibareng.id, menurunkan penjelasan KH. Dr. Drs. Abd Wahab Masthur, S.Ag, M.Ag.
Berikut penjelasan lengkap Ketua Pembina Yayasan "Al-Bayyinat" Surabaya:
Sebenarnya perbedaan itsbat (penetapan) hari "Pelaksanaan Wuquf di Arafah" bagi jamaah haji oleh pemerintah Saudi jatuh pada hari Senin, tanggal 20 Agustus 2018 M, bertepatan tanggal 9 Dzulhijjah 1439 H.
Menurut asumsi (kebanyakan) umat Islam di Indonsia, "Jika wuquf di Arafah dilaksanakan berarti yang tidak sedang wuqug disunnahkan berpuasa Arafah". Namun, kebanyakan umat Islam di Indonesia akan Berhari Raya Kurban pada hari Rabu tanggal 22 Agustus 2018, jadi puasa hari Arafah jatuh pada hari Selasa tgl 21 Agustus 2018.
"Sebenarnya perbedaan itsbat itu tidak ada yang salah".
"Yang salah ialah Cara Memahami Perbedaan Itu ", timbul asumsi yang salah
Mari kita mencoba memahami adanya perbedaan itu.
Perlu diingat dan diketahui ....., bahwa :
1 - Penetapan "hari & tanggal & bulan", menggunakan hitungan kalender Hijriyah / Qomariyah (peristiwa bulan).
2 - Penetapan "waktu pelaksanaan ibadah," ditentukan dengan menggunakan hitungan kalender Masehiyah / Syamsiyah (peristiwa Matahari).
"Adanya Perbedaan dan atau Persamaan" penetapan (itsbat) hari atau "Tanggal Qomariyah" diantara beberapa negeri dimuka bumi berdasakan fenomena alam (peristiwa alam = natural), keadaan yang sudah ditetapkan Allah yang akan selalu terjadi berulang-ulang sepanjang bumi masih berputar (rotasi bumi) sesuai dengan "Sunnatullah".
Fenomena seperti itu tidak terlepas dari "Qadrat dan Iradat" Allah.
Allah menciptakan benda-benda langit, diantaranya adalah matahari dan "bulan" dan juga menciptakan "bumi" yang difunksikan sebagai tempat tinggal manusia, merupakan tanda bukti kekuasaanNya (ayat Khalqiyah Allah) yang harus dibaca dan fahami (di iqroo = اقراء) oleh oleh orang berakal (اولى الالباب = orang memiliki pengertian dan kesadaran tinggi).
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan "pergantian malam dan siang" terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (3 - Ali Imron : 190)
Allah mengisyaratkan, bahwa "matahari" dan "bulan" itu mempunyai funksi sesuai sifat masing-masing.
➡ MATAHARI sebuah plant yang memiliki sumber panas, dan berfunksi "memancarkan sinar" kepada benda-benda yang ada disekelilingnya, termasu juga memancarkan sinarnya kepada bulan dan bumi.
➡ BULAN sebuah satelit bumi (bergerak mengelilingi bumi) memperoleh sinar dari matahari, kemudian memantulkan cahayanya kepermukaan bumi.
Pergerakan bulan mengelilingi bumi selama 24 jam (sehari semalam) mencapai jarak +/- 12 ° (duabelas derajat), sehingga dalam satu bulan mencapai 360° (tigaratus enampuluh derajat) lingkaran penuh.
Sedangkan jarak antara Indonesia dengan Saudi Arabia memiliki selisih waktu 4 jam, yang berpengaruh terhadap pergeseran Qomar selebar 2° (dua derajat).
Itulah yang diisyaratkan Allah dengan firmanNya:
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ
Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua. (36 - Yaa Siin : 39)
Bulan setiap hari kedudukan / posisinya bergeser 12° dari sebelumnya, sehingga dengan demikian maka posisi (manzilah) dapat diprediksi / diperhitungkan (metode Hisab), sebagaimana yang dijelaskan Allah :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dialah yang menjadikan "matahari bersinar" dan "bulan bercahaya," dan Dialah yang "menetapkan tempat-tempat orbitnya," agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (orang berilmu). (10 - Ynus : 5)
Maka dari itu manusia dapat membuat perhitungan "waktu" (methode Ilmu Hisab) dengan "tepat dan akurat".
Umat Islam diseluruh permukaan bumi dapat melakukan ibadah-ibadah mahdloh (محضة) disesuaikan pada miqat (waktu dan tempat) masing-masing.
Firman Allah swt :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” ........ (2 : 189)
Keterangan :
Ahillah (اهلة) = beberapa hilal, bentuk jama'dari kalimat Hilal (هلال),
Hilal (هلال) = cahaya bulan yang pertama terlihat dari muka bumi setelah akhir bulan (berbentuk bulan sabit).
Jadi Allah mengisyaratkan kepada kita bahwa dari permukaan bumi (globe) ini tiap batas wilayah Hilal dapat dilihat di miqatnya masing-masing (berurutan dari arah barat menuju timur).
Menurut firman Allah tersebut, " Miqat " untuk beribadah itu dibedakan, yaitu :
1 - Miqat bagi seluruh manusia di permukaan bumi ini, menurut batas wilayah geografis (waktu setempat).
Di Negara Indonesia terdapat 3 miqat, yakni Indonesia Wilayan Bagian Barat, Indonesia Wilayah Bagian Tengah, dan Indonesia Wilayah Bagian Timur.
Masing-masing miqat berselisih waktu 1 jam.
Dari Sabang sampai Meraoke memiliki perbedaan waktu 2 jam.
Manzilah Qomar dalam waktu 2 jam itu mengalami perubahan (pergeseran) 1° (satu derajat).
Sedangkan jarak antara Indonesia dengan Saudi Arabia memiliki selisih waktu 4 jam, yang berpengaruh terhadap pergeseran Qomar selebar 2° (dua derajat). Sehingga .... bila Hilal pada waktu magrib terlihat di Saudi Arabiya mencapai ketinggian 2°, maka sudah pasti di Indonesia Hilal masih pada posisi 0° (Hilal belum terlihat).
Bila fenomena ini terjadi ....., seandainya di Arab sudah masuk tanggal 1, maka di Indonesia masih berada pada akhir bulan.
Maka jika hisab yang diperoleh di Arab dengan Indonesia "berbeda", itu "hal yang wajar saja" kerena demikian itu adalah peristiwa alamiyah = natural (sunnatulloh). Maka tidak perlu heran, dan sebaiknya tidak usah bingung dan tidak usak keburu ikut-ikutan menetapkan sudah tanggal 1 itu).
Kecuali jika hilal yang terlihat di Arab tingginya sudah (misal) 2.5°, maka ninegeri kita dapat melihat hilal 0,5° (setengah derajat = belum mencapai 1 derajat).
Nah ..... persoalannya, apakah ketinggian hilal 0,5° itu sudah diakui masuknya tanggal 1 ataukah belum, "tergantung fatwa itsbat" dari yang berwenang berfatwa.
2 - Miqat khusus bagi orang yang menjalankan ibadah haji / umroh, yaitu (di tanah suci).
KESIMPULAN.
Kita boleh berbeda pendapat, tetapi tidak boleh memaksakan pendapat yang tidak dilandasi oleh "DALIL AQLY ataupun DALIL NAQLY yang mengakibatkan timbulnya ketegangan dikalangan umat sendiri.
Untuk menenangkan pikiran serta tidak memaksakan pendapat, mari kita camkan dalam hati pernyataan Allah ini :
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan, (5 - al Maidah : 48
Allahu a'lamu bish showaab.
Semoga dapat diambil kesimpulannya.