Menyayat Hati, Begini Pesan Zawawi Imron tentang Ibu
Penyair asal Madura, D. Zawawi Imron mempunyai kekhasan tersendiri dalam menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan melalui puisi.
Memeriahkan Hari Ibu tanggal 22 Desember, penyair si "Celurit Emas" ini telah memberikan pemahaman yang dalam dalam memberikan citra tentang Ibu. Karya yang ditulis 1966 ini, pun dibacakan dalam Muktamar Sastra 2018 di Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Asembagus Situbundo, disaksikan KH A Mustofa Bisri dan sahibul bait KH Ahmad Azaim Ibrahimy serta Menag H Lukman Hakim Saifuddin.
Berikut ngopibareng.id, menghadirkan puisi "Ibu" penyair yang belum lama ini menerima Penghargaan dari Presiden Joko Widododo di Jakarta:
"kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan/ namamu ibu, yang akan kusebut paling dahulu/ lantaran aku tahu / engkau ibu dan aku anakmu"
IBU
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudra
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu ibu, yang akan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku
1966