Pemprov Jatim: Tidak Ada Pengerusakan di Tumpang Pitu
Setelah mengayuh sepeda onthel sejauh 300 km dari Banyuwangi menuju Surabaya, dan mogok makan selama seminggu di kantor Gubernur Jatim, perjuangan masyarakat Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi untuk bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menuai hasil.
Sebanyak delapan masyarakat penolak tambang Gunung Tumpang Pitu, ditemui oleh Khofifah di Gedung Negara Grahadi Surabaya. Dalam kedatangan tersebut, mereka ditemani perwakilan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), serta dua orang Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Jumat 28 Februari 2020.
Namun pertemuan itu tak secara otomatis mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP). "Sementara, untuk pencabutan belum bisa kami lakukan. Tapi kalau evaluasi akan segera," jelas Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Setiajid.
Saat ini, ungkap Setiajid, ada dua massa yang saling bersinggungan. Di mana satu pihak menolak adanya IUP perluasan tambang. Sebaliknya, ada sekelompok orang yang mengaku mendukung perusahaan.
“Itu kan ada dua (kelompok massa), yang satu menuntut agar tambang di Tumpang Pitu dilakukan evaluasi atau penutupan. Aksi ribuan orang lainnya mendukung berlangsungnya tambang dan pemerintah,” beber Setiajid.
Dengan adanya dua laporan tersebut, lanjut Setiajid, pihaknya berencana akan menugaskan tim pengawas dan inspektur tambang guna melakukan tinjauan lokasi.
“Langkah pertama kami adalah menindak lanjuti laporan kawan-kawan. Apakah memang ada pelanggaran pengerusakan atau malah tidak ada,” ujarnya.
Tak hanya itu, Setiajid dan pihak terkait lainnya juga akan melihat dampak tambang di pemukiman penduduk, lokasi pariwisata, area evakuasi bencana serta daerah resapan air.
“Semuanya akan dilihat dahulu, apakah ada pemukiman yang terkena titik koordinat pengembangan eksplorasi,” katanya.
Meski belum melakukan peninjauan, Setiajid yakin kalau PT BSI, perusahaan tambang di Tumpang Pitu, tidak melakukan pengerusakan alam. Sebab, praktik pertambangan emas yang dilakukan sudah diawasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
“Kabarnya sekarang tidak ada lagi air. Saya yakin kalau itu tidak akan terjadi (pengerusakan alam), karena sudah diawasi oleh Kementerian LHK,” tegas Setiajid.