Menunggu Detik-detik Kebebasan Andi Mallarangeng
SEJAK hari Kamis (20/4) kemarin saya sudah di Lapas Sukamiskin Bandung, dengan satu tujuan yaitu menjemput atau mengantar Andi Mallarangeng keluar dari pintu lapas. Mendarat pagi-pagi benar di Bandara Husen Sastranegara, dengan ojek online saya meluncur ke Sukamiskin yang jaraknya cukup jauh dengan tingkat kemacetan akut.
Pukul 10.30 sudah sampai di halaman lapas Sukamiskin. Kebetulan kadatangan saya bersamaan dengan istri Andi Mallarangeng, Fitri Cahyaningsih dan sesprinya, Iim Rohimah. Setelah meninggalkan KTP dan tangan distempel petugas, serta menitipkan tas termasuk hape, kami masuk ke dalam lapas.
Andi sudah menunggu di ruang kunjungan. Kami ngobrol sebentar, kemudian Andi mengajak kami bertiga masuk ke dalam. “Siang ini ada teman penghuni lapas yang mengundang makan,” katanya sambil mengajak kami berjalan di koridor lapas. Dia berjalan di depan bersama istrinya, kami mengikutinya.
Andi membuka pintu, kemudian mengajak kami masuk. Di dalam sudah duduk tiga orang sesama penghuni lapas, dua diantaranya adalah Barnabas Suebu, mantan Gubernur Papua (20116-2011) yang divonis 4 tahun 6 bulan serta Samadikun Hartono, yang terjerat kasus BLBI (Bantuan Likuidasi Bank Indonesia) dan divonis 4 tahun tapi kemudian melarikan diri. Bulan April 2016 dia ditangkap di Tiongkok dan diekstradisi ke Indonesia.
“Selamat datang sekaligus selamat berpisah Pak Andi,” kata Samadikun sambil berdiri menyambut kedatangan kami. Kami kemudian saling berkenalan, termasuk dengan Barnabas Suebu. “Secara khusus kami mengundang Pak Andi untuk makan siang bersama karena hari ini Pak Andi akan meninggalkan kami,” lanjut Samadikun Hartono.
Di atas meja sudah tersedia beberapa menu selain nasi putih. Ada cah sayur, cah taoge, ikan laut berkuah, ayam semur, dan buah pir. Ada juga rujak bandung yang menggiurkan. Kami makan bersama sambal berbincang tentang banyak hal, termasuk rencana pertemuan apabila nanti semua sudah bebas dari hukuman.
Kamis kemarin, memang direncanakan Andi Mallarangeng keluar dari Sukamiskin. Dia telah mengajukan permohonan CMB (Cuti Menjelang Bebas), hak yang dijamin hukum bagi napi yang tidak pernah memperoleh remisi.
Memang, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012, napi dalam kasus korupsi tidak memperoleh remisi setiap tahun baik saat peringatan Hari Kemerdekaan RI maupun Hari Raya Idul Fitri. Karena selama menjalani hukuman tidak pernah memperoleh remisi kecuali Hadiah Dasawarsa tahun 2015, Andi diberi hak untuk memperoleh CMB selama tiga bulan sebelum pembebasan. Apabila menjani hukuman 4 tahun penuh sesuai vonis hakim, Andi akan bebas bulan Juli mendatang. Karena permohonannya dikabulkan, maka Andi Mallarangeng akan keluar tanggal 20 April. Selama tiga bulan itu ia berstatus menjalani cuti menjelang bebas dengan kewajiban melapor setiap dua minggu.
Hingga sore, belum ada informasi mengenai surat persetujuan untuk memperoleh CMB. “Tenang saja, mungkin masih ada masalah administratif. Kalau hari ini tidak keluar, kita tunggu besok mudah-mudahan surat persetujuan CMB sudah ada. Menunggu tiga tahun saja bisa, masak menunggu sehari tidak sabar,” kata Andi menenangkan istrinya.
Hingga jam kunjungan habis sore hari, belum ada tanda-tanda SK akan datang. “Mudah-mudahan besok SK sudah ada, dan saya bisa keluar. Kalau besok gagal lagi, berarti saya harus menunggu sampai hari Selasa pekan depan karena hari Senin libur nasional,” kata Andi. Kami bertiga diantar hingga pintu gerbang.
Hari ini, Jumat (21/4), saya kembali ke lapas Sukamiskin. Saya ingin sholat Jumat di masjid dalam lapas bersama para napi kasus korupsi, jadi pukul 10.15 saya sudah masuk pintu gerbang. Saya lihat Andi Mallarangeng sedang berbincang dengan istrinya di ruang kunjungan. Saya langsung menuju ke masjid Al Mushlikh.
Mulanya belum banyak jamaah yang datang, tapi lambat laun masjid yang luasnya sekitar 300 M2 ini dipenuhi jamaah, tidak saja penghuni lapas tetapi juga mereka yang berkunjung. Saya lihat terpidana Luthfi Hasan, Fathonah, Akil Mokhtar, Anas Urbaningrum, dan Andi Mallarangeng serta beberapa tokoh lain yang terseret kasus korupsi. Saya tidak melihat mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin.
Usai sholat Jumat, saya bersama Fitri dan Rohimah kembali ke ruang kunjungan. Andi sendiri entah kemana, usai sholat tidak segera menemui kami. Sekitar 1 jam kemudian, dia datang dan dengan gembira minta kepada Rohimah agar pergi ke Kanwil Hukum dan HAM Jawa Barat, karena surat persetujuan sudah dikirimkan dari Jakarta. Dengan sigap Rohimah segera beranjak. Andi kemudian berkata pada istrinya, “Saya mau naik ka kamar untuk packing buku-buku,” katanya. Dia segera meninggalkan kami.
Lebih dari 1,5 jam Andi meninggalkan kami. Pukul 15.10 dia datang dengan mengatakan semua sudah beres. Ada 8 dus barang-barangnya, 6 diantaranya berisi buku-buku. “Semua sudah dibawa ke kantor depan,” ceritanya kepada kami.
Terdengar adzan Ashar, Andi minta ijin untuk ke masjid. Usai sholat Ashar, sementara para jamaah masuk duduk, Andi berdiri dan menyampaikan sambutan. Dia pamit kepada teman-temannya sesama napi yang ikut sholat berjamaah.
“Saya minta maaf kalau selama di sini saya punya kesalahan. Kita sama-sama masih memiliki masa depan, karena itu kita harus selalu optimis menjalani apapun yang memang harus kita jalani.” Andi berkata dengan lantang tapi tersendat-sendat. Perasaan haru juga timbul di hati para jamaah. Dengan mata berkaca-kaca, Andi merangkul mereka satu demi satu. Beberapa wanita yang ikut sholat berjamaah di bagian belakang, nampak menyapu mata dengan ujung mukena.
Keluar dari masjid, Andi tidak segera menemui istrinya, tetapi masih mengelilingi blok timur Lapas Sukamiskin, pamit pada para penghuninya. Pada saat Andi berpamitan itu, datang Rohimah yang melaporkan bahwa SK sudah diserahkan kepada kepala lapas sehingga secara resmi Andi sudah boleh mulai menjalani CMB di luar penjara.
Andi kemudian menemui Kepala Lapas. Tak lama kemudian dia keluar dari ruang Kepala Lapas, dan foto bersama sipir serta karyawan lapas.
Andi diantar sipir dan beberapa napi hingga pintu lapis kedua lapas. Kemudian hanya diikuti istrinya, tepat pukul 15.54 Andi Mallarangeng melangkah keluar dari gerbang Lapas Sukamiskin. Di depan pintu gerbang, Fitri Cahyaningsih menggelar sejadah, dan Andi Mallarangeng melakukan sujud syukur.
“Saya pingin makan steak di restoran. Mana steak yang enak?” tanyanya. Rohimah mengontak temannya. “Kita ke Jalan Riau,” kata Rohimah kemudian. Dua mobil segera berjalan beriringan sesekali terjebak kemacetan. Di restoran, Andi melahap menu yang di pesannya. Kemudian dia pesan lagi, dan kembali melahapnya hingga habis. “Dendam kesumat makan enak,” kata istrinya.
Di tengah-tengah makan, Andi maupun Fitri berkali-kali mengangkat telepon. Ternyata banyak teman yang yang mengontak dan menyampaikan selamat. “Dari mana mereka tahu saya keluar, orang kita merahasiakan?” Tanya Andi. Dari twitter Goenawan Mohamad, jawab Fitri.
Panggilan telpon tak pernah berhenti. Beberapa wartawan, termasuk dari stasiun TV juga menghubungi ingin wawancara, tetapi ditolak dengan halus oleh Andi. “Mohon maaf, ijinkan saya bercengkerama dahulu dengan keluarga. Mohon maaf ya,” begitu jawaban yang sering keluar dari mulut Andi.
Pukul 19.00 Andi dan istrinya keluar dari restoran. Dengan mobil warna putih, Andi dan Fitri meluncur dari Bandung menuju kebebasannya. (m.anis)