Menunggu Debat Sesama Unair; Henri Subiakto vs Airlangga Pribadi
Dua dosen Universitas Airlangga saling berdebat. Sesama dari FISIP. Di medsos. Antara Henri Subiakto dan Airlangga Pribadi. Topik yang diperdebatkan adalah demo buruh menolak RUU Omnibus Law.
Berawal dari cuitan Henri Subiakto, yang juga Staf Ahli Kemenkominfo, di Twitter 12 Oktober kemarin.
Buruh demo itu logis, krn kekuatan utama mrk mmg disitu bkn di argumentasi. Tp kalo ngaku intelektual ikut demo seperti buruh, berarti mrk lemah dlm argumentasi, dan enggan adu dalil dan konsep di MK. Lbh senang atau menikmati budaya grudak gruduk.
Sehari kemudian, hari ini Selasa 13 Oktober, Airlangga Pribadi segera menjawab. Di Facebook. Tanpa menyebut nama Henri Subiakto, Airlangga mengunggah tulisan pendek tiga alinea yang diberi judul cukup keras; Akademisi Keblinger! Pakai tanda seru.
Akademisi Keblinger!
Anda tidak sepakat dengan demonstrasi itu hak anda, namun apabila sebagai dosen anda merendahkan buruh yang demo dan menyatakan akademisi yang mendukung suatu demo tidak punya otak, maka pikiran anda yang perlu dikoreksi. Civil Right Movement di AS berhasil menghapus diskriminasi ras karena kehadiran ratusan ribu- 1 juta warga yang turun ke jalan, yang didalamnya termasuk dukungan intelektual macam C Wright Mills, Cornel West dan dipimpin pendeta intelektual Martin Luther King Jr.
Siapa yang meragukan kekuatan pikiran intelektual macam Jean Paul Sartre dan Michel Foucault dan mereka nggak hanya ongkang2 kaki di kampus, tapi mereka terlibat dalam massa aksi pada isu-isu publik.
Kemerdekaan Indonesia pun ditopang oleh aksi demonstrasi pada bulan Oktober 1945 di lapangan Ikada. Di dalam massa ada Tan Malaka dan para intelektual pergerakan. Tau Tan Malaka?
Status atau unggahan Airlangga dengan akun Airlangga Pribadi ini mendapat respon cukup banyak. Hingga siang ini sudah mendapat 140 komentar, termasuk komentar dari Henri Subikato. Selain itu, unggahan ini sudah dibagikan 56 kali.
Begini komentar Henri Subiakto:
Ini konteksnya demo thd UU Omnibuslaw, bukan demo dlm arti luas, lha kok malah kemana2. Dan twitku itu konteksnya membahas UU di negara Indonesia dlm sistem demokrasi. Yg sdg kena pandemi. Kita ini Bkn lg di negara otoriter. Semua forum bisa dibuka. Lagian Aku ngetwit itu hny dlm beberapa karakter. Sengaja untuk munculkan diskusi. Kalau mau argumentasi yg luas yang mendalam bikin saja forum terbuka di mimbar akademis aku siap debat dg siapapun. Terus bahas item2 UU nya. Tweet sak ipret itu bkn karya akademis, dan jg tidak membahas demo dlm arti luas. Lha kok blakrak sampai mana2. Sampai Foucault, Matin Luther, Reformasi, dll. Mosok kamu tdk paham konteks tweetku, dan tidak tanya aku? Skrg para akademisi yg merasa pinter2 bikin saja argumentasi lalu diperdebatkan saja. Syukur debatnya juga di MK. Itu yg namanya akademisi menghadapi regulasi UU, bukan mendukung anarki. Saluran banyak kok repot.
Komentar Henri Subiakto di unggahan Airlangga Pribadi ini ternyata menarik, dan mendapat 26 tanggapan.
Termasuk dari Airlangga Pribadi; Bapak bagaimana kalo kita buat forum bersama untuk diskusi soal ini?
Akun lain, Iwan Soedjatmiko ikut komentar; nyimak...bagus untuk ajang tukar pikiran.
Sedang Rizky Abrian menulis; Nunggu forum terbuka. Saya nyiapkan kacang rebus.
Henri Subiakto juga ikut menjawab komentar Airlangga Pribadi; Knp kamu tdk ngajak diskusi sebelum kamu bilang aku keblinger? Harusnya setelah diskusi baru menyimpulkan. Bukan hny baca satu text tweet langsung bilang akademisi keblinger? Anda yg keblinger krn merasa paling pinter.
Airlangga Pribadi langsung menjawab; lho kalau bapak tweet seperti itu ya menurut saya bermasalah Pak. Bagaimanapun tidak pada tenpatnya begitu saja menyatakan dosen yang ikut atau mendukung demonstrasi itu tidak memiliki argumentasi sebelum diperhatikan argumentasi mereka. Kemudian buruh wajar senjatanya hanya demo bukan argumentasi.
Saya tanya sama bapak apakah dosen itu juga bukan buruh?
lalu kemudian mengapa perlu diskusi UU Cipta kerja, dari situ kita bisa lihat betapa merugikannya UU itu bagi berbagai lintas sektor kewargaan. Regulasi yang bermasalah bagi banyak kalangan digedok pada saat pandemi berlangsung tanpa proses deliberasi yang dan prosedir hukum yang benar. Sadar konteks atau tidak para penyelenggraa negara ini dLam melihat situasi?
Henri Subiakto langsung menjawab; itu persoalan terminologi, sudah lain lagi. Makanya tdk bisa hny dibaca dlm sebuah tweet. Kalau semua masuk sbg buruh kecuali pemilik modal mk partai buruh pasti sdh besar dan menang dari dulu. Kalau saya atau kamu punya uang 100 juta lalu punya usaha sendiri apa msh buruh atau sdh jd kapitalis, atau pengusaha? Lalu kaum profesional itu apa juga buruh. Perdebatan ini panjang. Tak beda dengan wartawan, AJI menganggap wartawan itu buruh. Sedang PWI nganggap wartawan itu profesional. Maka berlaku kode etik profesi. Tidak bisa disalahkan. Begitu pula dosen atau intelektual. Kalau anda merasa sbg buruh silahkan. Mendefinisikan itu monggo. Kalau yg lain mendefinisikan sbg profesional juga tdk bisa disalahkan. Tweetku itu sengaja kubuat biar orang berduskusi, dan itu terjadi. Dan tweet bkn mrpkn produk akademik, jd jangan ditanggapi tll akademis. Malah keblinger.
Airlangga Pribadi; posting saya merujuk kepada banyak akademisi yang memiliki pandangan merendahkan tentang kalangan dosen yan bersuara kritis terhadap UU Cipta Kerja.
Seru juga perdebatan di lapak Airlangga Pribadi ini. Banyak komen yang mendukung pendapatnya. Meski ada juga yang mendukung pendapat Henri Subiakto yang tekesan menyerang. Sementara pendapat Airlangga Pribadi lebih mengesankan dalam posisi bertahan.
Tapi tidak sedikit juga komen yang sifatnya netral.
Seperti Aim Doremi yang menulis; Senang sekali melihat akademisi memperdebatkan isu publik. Thanks Mas Angga dan Pak Henri. Ayo dilanjut di forum diskusi biar lbh mencerahkan-- diniatkan sbg forum edukasi publik. Insyaallah manfaat.dan berkah...
Joash Tapiheru kemudian menulis; Ayo kita bikin debat akademik-nya Airlangga Pribadi & Henri Subiakto! Dalam dunia akademis tidak ada yang terlalu suci sehingga tidak layak diperdebatkan. Kasi kita2 ini pencerahan!
Airlangga Pribadi; Ada undangan ini kita debat bersama bagaimana Pak Henri Subiakto.
Henri Subiakto; silahkan saja batasi ke tema tertentu, krn omnibuslaw itu luas sekali. Debat jauh lbh baik drpd mendukung grudak gruduk.
Joash Tapiheru; Beres. Topik, format, waktu & platform debatnya segera saya dan Deda Derrida siapkan. Nanti kita tawarkan dulu ke Henri Subiakto & Airlangga Pribadi untuk disepakati.
Nah, kita tunggu debat yang mencerahkan ini, antara Henri Subiakto dan Airlangga Pribadi. (nis)