Menuju Keseimbangan dalam Bersikap, Pesan Puasa Busyro Muqoddas
Puasa harus memiliki dampak pada berkurangnya syahwat atau nafsu terhadap perilaku buruk. Seperti korupsi dan syahwat kekuasaan yang hanya ingin menguntungkan dirinya sendiri atau kelompoknya. Sehingga puasa bukan hanya ritus agama yang sifatnya formil, tapi juga terdapat dimensi ruhani.
Busyro Muqoddas, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengungkapkan hal itu, Kamis 9 Mei 2019.
Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) ini menambahkan, jika hanya menahan lapar dan dahaga, mahluk selain manusia juga mampu untuk melakukannya. Maka seharusnya puasa bagi manusia, khususnya umat muslim harus memiliki nilai dan arti lebih.
“Kalau hanya menahan lapar dan haus, kambing juga bisa. Tapi perintah puasa kepada manusia bukan hanya menahan dua hal itu saja,” kata Busyro, saat di Kantor PP Muhahammadiyah Jl. Cik Di Tiro No.23, Terban, Gondokusuman, Kota Yogyakarta.
“Harusnya puasa bagi muslim mampu menahan nafsu atas kekuasaan dan perilaku menyimpang pejabat yang menggunakan kekuasaanya dengan ugal-ugalan, seperti korupsi, suap dan gratifikasi,” kata Busro Muqoddas.
Menurutnya, puasa adalah sebuah proses yang dilewati manusia untuk menuju atau mencapai keseimbangan dalam bersikap, serta upaya untuk menjadi manusia yang ‘kamil’ atau sempurna. Karena pada hakikatnya puasa bukan upaya menahan yang berasal dari makanan dan minuman. Melainkan banyak hal, seperti menahan nafsu untuk mencapai kekuasaan dengan cara yang tidak benar, atau lebih sering diungkapkan dengan menggapai kekuasaan dengan segala cara.
Adanya nafsu tersebut bisa jadi mendegasikan posisi syariat yang telah Allah SWT tetapkan. Karena jika melanggengkan hawa nafsu seperti itu, batas suatu yang diperbolehkan dan yang dilarang oleh agama akan menjadi abu-abu. Bahkan aturan agama tidak lagi diindahkan.
“Harusnya puasa bagi muslim mampu menahan nafsu atas kekuasaan dan perilaku menyimpang pejabat yang menggunakan kekuasaanya dengan ugal-ugalan, seperti korupsi, suap dan gratifikasi,” tambahnya.
Mantan Ketua Komisi Yudisial RI 2005-2010 ini menambahkan bahwa, puasa selain sebagai ritual ibadah formal bagi seorang muslim, juga merupakan sebagai suatu wahana yang bisa dipergunakan untuk bertafakur dan bertadabur perihal nafsu-nafsu keduniaan. Sehingga puasa selain memberikan dampak pada jasad, juga berdampak pada jiwa atau ruhani manusia.
Busyro juga mengajak kepada umat muslim dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini agar mengisinya dengan kegiatan yang bermanfaat, serta mengurangi kegiatan yang lebih cenderung mengundang mudharat atau keburukan. Busyro menyarankan untuk datang kemajelis ilmu seperti pengajian, serta memperbanyak tilawatil Qur’an. (adi)