Menteri Wakil Bupati
Ada banyak yang istimewa dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Dialah satu-satunya mantan wakil bupati yang bisa menjadi menteri. Wakil Bupati Rembang 2005-2010.
Juga Ketua Umum GP Ansor dan Panglima Besar Banser yang menjadi pejabat negara. Ia menduduki kementerian yang selama ini menjadi pos para kiai. Bukan pos untuk anak muda NU.
Sebelumnya ada Ketum GP Ansor dan Panglima Banser yang menjadi menteri. Siapa itu? Saifullah Yusuf, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Gus Ipul --demikian ia biasa dipanggil-- tergolong kader Ansor yang sukses menempuh jalur politik. Dari menteri menjadi Wakil Gubernur Jatim dua periode dan kini terpilih sebagai Walikota Pasuruan.
Tidak banyak organisasi kepemudaan Indonesia yang berhasil melahirkan banyak pemimpin. Apalagi melahirkan pemimpin setingkat menteri dan kepala daerah.
Ansor telah membuktikan sebagai organisasi kepemudaan produsen para pemimpin di negeri ini. Barangkali, rekornya hanya bisa dikalahkan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) pada era regim otoriter Soeharto.
Ansor juga melahirkan banyak pemimpin politik di daerah. Dalam Pilkada serentak 2020, di Jawa Timur ada sejumlah kepala daerah yang kader Ansor. Mereka berhasil menunjukkan ketokohan dan semangat bertarungnya.
Yang justru amat sangat jarang adalah karir politik dari para wakil. Apakah itu wakil walikota, wakil bupati, maupun wakil gubernur. Tidak banyak wakil kepala daerah yang kemudian bisa naik tingkat menjadi kepala daerah.
Mengapa demikian? Karena regulasi tentang pemerintahan daerah tidak memberi ruang cukup bagi wakil kepala daerah menunjukkan legacynya. Peluang untuk itu hanya tergantung kepada kebaikan para kepala daerah.
Jika kepala daerahnya baik, maka wakilnya akan diberi ruang untuk berperan. Jika tidak justru pertengkaran yang akan muncul di permukaan. Banyak sekali kepala daerah dan wakil kepala daerah yang "pisah ranjang" di tengah jalan.
Malah karena pertengkaran itu, ada wakil kepala daerah yang next level menggantikan kepala daerahnya. Tapi bukan melalui mekanisme demokrasi lewat pilkada. Melainkan karena kepala daerahnya ketangkap KPK.
Karena regulasi pula, wakil kepala daerah sering tidak mempuyai ruang untuk merawat dan membangun konstituen untuk melanjutkan karirnya. Lebih banyak kepala daerah memilih anak buahnya yang ASN (Aparatur Sipil Negara) untuk melanjutkan tongkat kepemimpinan politiknya.
Kecenderungan ini masuk akal. Sebab, ada banyak hal yang menjadi pertimbangan kepala daerah memilih anak buahnya yang ASN. Biasanya para ASN itu lebih menunjukkan loyalitas personalnya ketimbang wakilnya yang umumnya dari kalangan politisi.
Antara kepala daerah dan ASN memang membuka peluang hubungan yang saling menguntungkan. Sebab, ASN yang sudah menjadi pejabatlah yang mengatur anggaran. Juga lebih bisa diandalkan untuk "mengamankan" kepala daerah jika ada kesalahan selama menjabat.
Kembali ke soal Menteri Yaqut.
Tentu, ia bisa dipilih Presiden Joko Widodo menjadi menteri agama bukan karena ia mantan wakil bupati. Tapi lebih karena kompetensi, keberanian dan kesuksesan memimpin Ansor selama ini.
Yaqut yang biasa dipanggil Gus Tutut adalah putra kiai besar. Ayahnya, almarhum KH Cholil Bisri, pernah menjadi anggota MPR RI. Juga DPR RI. Salah satu deklarator PKB. Pamannya KH Ahmad Mustofa Bisri --akrab dipanggil Gus Mus-- adalah mustasyar PBNU yang pernah menjadi Rais Aam Syuriah PBNU.
Ia adik KH Yahya Cholil Staquf, Katib Aam PBNU sekarang yang pernah menjadi Juru Bicara Presiden Gus Dur dan anggota Wantimpres di pemerintahan Presiden Jokowi. Kiai muda NU yang pernah bicara empat mata dengan Presiden Donald Trump dan Wapres Mike Pence.
Sebelum menjadi Menteri Agama, Yaqut adalah anggota DPR RI dari PKB. Putra kiai pimpinan pondok pesantren besar di Leteh-Rembang ini jebolan Universitas Indonesia. Dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Bersama kakaknya, Yaqut membangun sistem pengkaderan di Ansor dengan metode yang sangat efektif. Yang menjadikan organisasi kepemudaan terbesar di Indonesia itu paling solid saat ini. Bahkan bisa mengalahkan soliditas NU, ibu kandungnya.
Di bawah kepemimpinanya, Ansor dan Banser di seluruh Indonesia menjadi satu komando. Di pusat bilang A, di bawah sampai tingkat ranting alias desa bisa mengatakan hal yang sama. Terutama dalam menghadapi ancaman radikalisme yang mengatasnamakan agama.
Jokowi tak salah pilih menunjuk dia sebagai Menteri Agama. Jika ingin menciptakan relasi keagamaan yang lebih kondusif dalam kerangka Negara Kesatuan RI. Yang beberapa waktu lalu sempat menciptakan kegaduhan sehingga bisa mengancam kesatuan bangsa.
Yaqut tak hanya sukses memimpin Ansor yang sangat solid. Tapi juga punya relasi yang bagus dengan tokoh-tokoh agama lain. Yang menjadi sasaran pembinaan kementerian yang dipimpinnya.
Dua tahun lalu, saya menjadi saksi bagaimana ia mendapat perhatian khusus Paus Fransiskus saat berkunjung ke Vatikan. Mendampingi Yahya Cholil Staquf yang menemui pimpinan Umat Katolik se Dunia itu.
Yaqut beserta rombongan Ansor dipanggil Paus mendekat saat mengikuti perjamuan umum. Bisa bersalaman langsung dan bercakap jarak dekat. Kesempatan yang menjadi mimpinya para umat Katolik seluruh Dunia.
Saya yakin bisa mewujudkan perannya sebagai menteri yang bukan hanya bagi kaum Muslim Indonesia. Tapi menjadi menteri bagi semua umat beragama di negeri ini. Yang harus dijaga kebersamaannya. Untuk kemajuan bangsa kita bersama.
Advertisement