Menteri Susi Dapat Gelar Doktor dari ITS
Bertepatan dengan Hari Pahlawan dan juga puncak peringatan Hari Jadi Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya ke-72, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti menerima gelar Doktor Honoris Causa (HC) dari ITS Kamis, 10 November 2017. Penganugerahan ini dalam bidang Manajemen Konservasi Sumber Daya Kelautan.
Dalam kesempatan itu, Menteri Susi membacakan pidato pengukuhannya berjudul “Mempertahankan Keberlanjutan Peningkatan Produktifitas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Indonesia”. Pidato ini dibagi dalam 5 poin utama. Yakni, Potensi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan serta Tantangannya, Paradoks Pembangunan Ekonomi, Kerangka Pikir Strong Fisheries Governance, Tiga Pilar Kebijakan Kelautan dan Perikanan, serta . Dampak Kebijakan Kelautan dan Perikanan.
Susi menerangkan, lautan sebagai dua pertiga bagian dari Indonesia perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin. Ada berbagai tantangan yang dihadapi, dimulai dari masih tingginya praktik kejahatan perikanan Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU fishing). Dilihat dari dampaknya, secara ekonomi, kontribusi perikanan tangkap terhadap PDB Nasional tidak lebih dari 1,10 persen.
“Kemudian tingginya aktivitas ekpor illegal,” katanya. Penelitian terakhir mencatat, tahun 2011, 20-35 persen ikan tuna dengan volume sekitar 3.889 ton - 6.805 ton, diekspor dari Indonesia ke Amerika Serikat secara ilegal.
Kemudian, tantangan lainnya dalam pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap adalah struktur armada penangkapan ikan yang masih didominasi oleh kapal berukuran kecil, serta belum optimalnya integrasi sistem produksi di hulu dan hilir, dan masih terbatasnya penyediaan sarana dan prasarana rantai pasok produk perikanan secara memadai.
“Armada perikanan kapal nasional didominasi oleh kapal perikanan ukuran kecil (<10GT) mencapai 88%, dan kapal perikanan ukuran besar (>30GT) memiliki populasi yang sangat kecil sekitar 2% (sisanya 10 – 30 GT sekitar 10%). Sementara total hasil tangkapan nelayan kecil hanya 2% dari total produksi perikanan. Saat inilah, kebijakan KKP yang lebih berpihak kepada nelayan kecil perlu ditegaskan,” jelasnya.
Melihat tantangan itu, Susi menyampaikan terobosan baru yakni menerapkan strong fisheries governance melalui pemberantasan praktik IUU fishing secara konsisten di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia(WPPNRI). Terobosan ini lalu dirumuskan dalam tiga pilar yaitu, kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan.
Dari pilar kedaulatan, dibuatlah tiga program. Di antranya, penegasan terhadap komitmen Pemerintah Republik Indonesia untuk memberantas IUU fishing, moratorium perizinan untuk kapal eks asing dan penghentian alih muatan di tengah laut (transhipment at sea) dan implementasi Undang Undang Perikanan, melalui penenggelaman kapal.
Berlanjut ke pilar keberlanjutan, lanjut Susi, ada program-program yang akan, sedang dan sudah dilakukan. Di antaranya, menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan untuk generasi nelayan saat ini dan masa mendatang. “Ini diwujudkan dengan dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 yakni pembatasan penangkapan tiga spesies perikanan penting yakni Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.),” papar Susi.
Terakhir pilar kesejahteraan, ini Susi realisasikan salah satunya dengan membebaskan pungutan bagi nelayan kecil dengan kapal berukuran < 10 GT dengan mengirimkan surat kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota seluruh Indonesia pada 7 November 2014.
Dari program-program rumasan tiga pilar itu, ternyata memiliki dampak yang signifikan. Susi menyebutkan, pulihnya kesehatan stok sumber daya ikan Indonesia, membaiknya kesehatan ekosistem dan habitat perairan Indonesia, peningkatan produksi perikanan nasional. Seiring dengan terus membaiknya ekosistem laut nasional, peningkatan peran ekonomi perikanan nasional dan terakhir, membaiknya daya beli para nelayan. (frd)