Menteri PPPA Setuju Tuntutan Hukuman Mati untuk Ustadz Pemerkosa
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Bintang Puspa Yoga mengajak semua pihak mengawal setiap proses hukum kasus kekerasan seksual, termasuk kasus kekerasan seksual di Cibiru, Kota Bandung.
Menteri PPPA menilai jenis kejahatan yang telah dilakukan pelaku dapat dikategorikan sebagai kejahatan serius sehingga tuntutan hukuman mati yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap pelaku sudah sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Pada dasarnya kita semua menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia, khususnya hak hidup yang merupakan salah satu hak azasi manusia yang paling mendasar. Di sisi lain, Kemen PPPA juga mengecam keras segala bentuk kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik, emosional dan seksual, kapan pun, di mana pun dan oleh siapa pun," kata ujar Puspa dalam keterangan tertulis Minggu, 16 Januari 2022.
Dalam kasus kejahatan seksual yang dilakukan pelaku HW, perbuatannya masuk kategori kekerasan seksual dengan mengacu kepada konvensi PBB yang menentang penyiksaan yang tidak manusiawi dan dilakukan terhadap anak didik perempuan asuh yang berada dalam relasi kuasa. Dalam kondisi demikian, anak-anak tidak berdaya karena dalam tekanan pelaku dan kedudukan pelaku selaku pendiri pengasuh sekaligus pemilik pondok pesantren.
"Dalam hal ini, kami menghormati tuntutan yang diajukan oleh JPU karena sudah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku, sesuai dengan implementasi Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” ujar Puspa.
Kemen PPPA mengajak semua pihak termasuk masyarakat, untuk sama-sama mengawal proses hukum ini, memastikan pelaku mendapatkan hukuman seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada, baik ketentuan dalam hukum internasional maupun peraturan perundang-undangan Nasional. Dan yang terpenting, hukuman yang diberikan atas dasar kepentingan terbaik anak dan azas keadilan korban.
Terbongkarnya kasus kekerasan seksual di Pondok Pesantren di Cibiru, Kota Bandung ini berkat keberanian anak, orang tua, dan dorongan lingkungan sekitarnya untuk berani melaporkan apa yang terjadi.
Belajar dari kasus ini, berkat keberanian satu orang anak, orang tua dan dukungan kepala desa yang berani melaporkan kasus tersebut, maka kemudian terungkap ada 13 korban dan tujuh anak yang menjadi saksi dari kejadian ini.
Oleh sebab itu, orang tua harus lebih peka lagi dengan keadaan anaknya serta diberikan pemahaman dengan melaporkan tindak kekerasan seksual yang dialami oleh anaknya maka akan ada bantuan dari berbagai pihak untuk memastikan anak tersebut dipenuhi hak-haknya.
"Kalau tidak lapor, hal ini bisa mengakibatkan hal-hal buruk lainnya. Keberanian seperti ini harus sama-sama didorong sehingga siapa pun yang melihat, mendengar bahkan mengalami kasus kekerasan baik fisik maupun seksual berani untuk melapor,” ujar Puspa.