Di Jember, Menteri PPPA Canangkan Gerakan Stop Perkawinan Anak
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Bintang Puspayoga, berkunjung ke Jember, Rabu, 21 Februari 2024. Pada kesempatan itu, Bintang meluncurkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) Kabupaten Jember.
Dalam kegiatan tersebut juga dilakukan penandatanganan pakta integritas gerakan bersama Stop Perkawinan Anak. Pakta integritas tersebut ditandatangani oleh 226 kepala desa di Kabupaten Jember, di Aula PB Sudirman, Pemkab Jember.
Diketahui, pakta integritas tersebut memuat tiga sanksi bagi yang melanggar. Pertama berupa sanksi administrasi bagi perangkat desa yang melakukan perkawinan anak.
Kedua, sanksi sosial, yakni pernikahan tersebut tidak dihadiri oleh pemerintah desa, imam desa/dusun/ pegawai. Ketiga, sanksi wajib hadir dalam rapat desa. Sehingga warga yang melakukan perkawinan anak, maka wajib hadir dalam musyawarah desa.
Menteri PPPA, Bintang Puspayoga mengapresiasi 226 desa yang telah menandatangani pakta integritas Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak. Dengan adanya kesepakatan itu, Bintang berharap angka perkawinan anak dapat ditekan.
Bintang mencatat, sampai saat ini terdapat 18 ribu perkawinan anak di Indonesia. Dari 18 ribu perkawinan anak tersebut, 6 ribu di antaranya terlibat kasus perceraian.
Menurut Bintang, perceraian tersebut terjadi karena anak yang dikawinkan belum siap mental, ekonomi, dan sosial. Sementara itu, tingginya angka perkawinan anak disebabkan oleh sejumlah faktor, di antaranya edukasi kesehatan reproduksi yang masih minim.
Kemen PPPA sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi terkait pemberlakuan kurikulum kesehatan reproduksi. Namun, sampai saat ini kurikulum tersebut belum diterapkan.
Kemen PPPA juga intens berdialog dengan Kemendikbudristek terkait pemberlakuan kurikulum tersebut. Namun, dari Kemendikbudristek masih mempertimbangkan banyak hal, sehingga kurikulum tersebut belum diterapkan. “Pencanangan kurikulum kesehatan reproduksi sudah sejak lama. Namun, untuk intervensi sekolah merupakan kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi,” kata Bintang.
Selain peran dari Lembaga pendidikan, Bintang juga berharap peran dari pemerintah daerah dan orang tua. Pemerintah daerah bisa menghidupkan sanggar-sanggar budaya untuk mengisi waktu luang anak.
Sementara terkait peran orang tua, diharapkan juga ada edukasi yang masif agar para orang tua bisa mengedukasi putra-putrinya dengan baik. Salah satunya, orang tua tidak melarang penggunaan HP secara total.
Sebab, HP saat ini telah menjadi kebutuhan penting. Dampak dari penggunaan HP juga selalu buruk. Sehingga orang tua hanya perlu membangun komitmen dengan membatasi waktu penggunaan. “Tidak hanya mengedukasi melalui guru, tetapi orang tua juga berperan penting. Termasuk penggunaan HP bagi anak. Orang tua tidak harus melarang total, tetapi memperbolehkan dengan batas waktu tertentu. Konten-konten yang dikonsumsi anak juga harus dipantau dan dibatasi,” pungkasnya.