Menteri Haji Backpacker, Insting Jitu Gus Yaqut
Dia tak pernah berpikir menjadi Menteri Agama RI. Ketika nekad menjadi jamaah haji backpacker, dua tahun lalu. Di tahun 2019.
Ia melakukan hal itu bersama istrinya. Menjadi jamaah haji mandiri. Mengurus visa sendiri, mencari tiket sendiri, dan penginapan sendiri di Arab Saudi.
Itulah yang dilakukan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas. "Saya merasakan rumitnya mengurus diri sendiri saat haji," katanya sambil tertawa getir.
Saat di Mina, ia bersama istrinya tak ikut menginap di tenda. Hanya duduk di pinggir jalan. Sambil menunggu saat melempar jumrah. Berdua seperti orang hilang.
Demikian juga saat di Makkah. Ia sempat dikerjai hotel tempatnya menginap. Padahal hotel berbintang. Menyewa kamar 4 hari. Tapi hari ketiga sudah diusirnya.
Ia pun keleleran berdua dengan koper sebesar kulkas. Sehari semalam nongkrong di restoran Telkomsel yang ada di P3 Grand Zam Zam. Tetap di situ meski restorannya sudah tutup semua.
Sampai akhirnya didekati Pak Alif, pemilik restorannya. "Mungkin dia mengamati. Ini kok ada jamaah haji yang keleleran. Dia nyamperin langsung tanya dari Indonesia ya?," tutur Yaqut.
Sebelumnya tak ada yang tahu kalau dia Ketua Umum GP Ansor. Juga anggota DPR RI. Sebagai wakil rakyat maupun Panglima Besar Banser mestinya tak sulit mencari fasilitas.
Pak Alif ini yang kemudian membantu pengurusan segalanya. Mulai mengambil paspor di Muasasah sampai dengan mengantarnya ke Bandara di Jeddah. "Baik sekali orangnya Pak Alif ini," tambahnya.
Muasasah adalah badan yang dibentuk Pemerintah Arab Saudi mengurus orang-orang yang naik haji. Semua jamaah haji, begitu masuk bandara, paspor langsung ditahan badan ini.
Pengalaman keleleran saat haji itu ternyata berguna dua tahun kemudian. Saat ia ditunjuk menjadi Menteri Agama oleh Presiden Joko Widodo. Pernah mengalami rumitnya mengurusi haji.
Gus Yaqut --demikian ia biasa dioanggil--menceritakan hal itu setelah seminggu memutuskan bahwa Indonesia tak memberangkatkn haji, tahun ini. Keputusan yang membuat ia dibully kaum pembenci.
Padahal, ia sudah mempersiapkan dengan matang pelaksanaan haji tahun ini. Bahkan, telah menbentuk tim krisis penanganan jamaah haji. Apalagi menghadapi masa pendemi yang juga melanda Arab Saudi.
Bersama timnya, ia telah membuat berbagai skenario untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. "Jadi secara teknis, pemberangkatan haji dari Indonesia kita telah siap," tegasnya.
Namun, ternyata sampai dengan 1,5 bulan batas penerbangan terakhir penerbangan haji, Arab Saudi belum memutuskan kuota dari Indonesia. Kecuali keputusan lama yang hanya membolehkan 1,8 persen dari total kuota haji dari Indonesia.
Di masa normal, Indonesia mendapat jatah 220 jamaah haji. Berarti hanya boleh memberangkatkan 3.960 jamaah. Ini belum dikurangi jumlah petugas haji 2 persen dari kuota. Yakni 60 orang.
Kesulitan lain, tim haji dari Indonesia pun juga tidak bisa ke Arab Saudi lebih awal karena pandemi. Padahal mereka dibutuhkan untuk melakukan kontrak-kontrak fasilitas jamaah di sana.
Sampai saat ini, yang bisa masuk ke Arab Saudi hanya dia sendiri. Tapi tidak mungkin dirinya mengurus berbagai urusan teknis di sana. Demikian juga soal urusan visa yang selalu menjadi kerumitan sendiri.
"Kita sampai menyiapkan skenario yang paling sulit. Tapi membagi jatah jamaah yang tidak sampai 4 ribu untuk 400 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia akan jadi masalah sendiri," tuturnya.
"Bisa bacok-bacokan memperebutkan kuota," tambah Gus Yaqut dengan nada sedih.
Ketua Umum GP Ansor ini siap pasang badan dengan keputusan yang telah diambil Pemerintah Indonesia. Apalagi, beberapa negara akhirnya juga mengambil keputusan yang sama dengan Indonesia.
Baginya keselamatan jamaah merupakan prioritas utama. Dengan munculnya varian baru Covid-19 ini, ancaman pandemi masih sangat membahayakan mereka.
Belum lagi menghadapi tradisi masyarakat yang masih kedepankan komunalitas. Yang menghormati calon haji dengan berbagai perayaan sehingga menimbulkan kerumunan.
Gus Yaqut juga gercep mengantisipasi segala hal dengan keputusannya. Misalnya mensosialisasikan panduan penarikan dana haji yang yang menginginkan.
Melalui ruang informasi yang dibangun dengan berbagai instrumen digital. Dengan sejumlah anak muda yang siap mensosialisasikan informasi pelaksanaan haji apa adanya.
Saya pun diajak mengunjungi ruang itu di Kantor Kementerian Agama Jalan Thamrin Jakarta. Ruangan yang menggambarkan bahwa kementerian itu telah mengalami loncatan transformasi digital dalam pelayanan.
Saya pernah melihat seperti di di Kementerian Pariwisata. Kementerian yang memang bertugas mengembangkan dan memasarkan destinasi wisata Indonesia. Yang telah menggunakan teknologi digital salah satunya.
Perubahan telah bisa dirasakan di Kementerian Agama dengan menteri yang masih muda. Yang memahami jagat keagamaan karena berakar pesantren. Tapi transformatif karena kebutuhan jaman.
Inilah menteri yang harus menangani urusan haji yang pernah mengalami rumitnya mengurus sendiri haji. Pengalaman itu yang membuat ia menyiapkan pelayan terbaik saat ini.
Sayang pandemi membuat segala ikhtiarnya itu tak berarti tahun ini. Setelah Pemerintah Arab Saudi resmi mengumumkan haji hanya untuk 60 ribu warga domestik dan ekspatriat.