Menteri BUMN Berang, Mafia Kuasai Alat Kesehatan
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyayangkan ada mafia alat kesehatan di tengah keprihatinan menghadapi pandemi Covid-19 alias Virus Corona.
"Saya tidak hanya menyayangkan tapi mafia tersebut harus dilawan," kata Erick dalam siaran pers melalui telekonferensi pada Kamis 16 April 2020 malam.
Mafia itu terjadi karena impor alat kesehatan Indonesia sangat besar. Erick mengatakan, saat ini Indonesia masih 90 persen impor alat kesehatan dari luar negeri. Hal itu menjadi peluang bagi mafia-mafia alat kesehatan yang dibutuhkan.
"Saya mohon maaf kalau menyinggung beberapa pihak. Janganlah negara kita yang besar ini selalu terjebak praktik-praktik yang kotor. Sehingga, alat kesehatan musti impor, bahan baku musti impor," kata Erick dengan nada tinggi.
"Kalau kita tidak gotong-royong, tidak bangun bangsa kita dengan diri sendiri, memang bangsa lain peduli? Kita yang harus peduli pada bangsa kita. Jangan semua ujung-ujungnya duit terus, dagang terus, akhirnya kita terjebak short term policy. (Impor alat kesehatan) didominasi mafia, trader-trader itu, kita harus lawan dan ini Pak Jokowi punya keberpihakan itu," ujarnya.
Ia pun menyayangkan Indonesia yang masih sangat bergantung dengan impor. Sebagai negara yang besar seharusnya Indonesia bisa mengurangi impor.
Erick bertekad ingin menekan impor produk alat kesehatan dengan mensinergikan BUMN yang ada. Saat ini beberapa BUMN sedang berjuang membuat ventilator seperti PT Len Industri (Persero), PT Dirgantara Indonesia (PTDI), PT Pindad (Persero) dan 15 tim pengembang lainnya yang berasal dari pihak swasta, universitas dan lembaga riset lain.
Nanti, kata Erick, para tim penemu ventilator lokal tersebut akan disinergikan oleh industri pertahanan.
Para penemu ventilator-ventilator lokal kita akan sinergikan dengan industri pertahanan kita. "Saya sudah coba kontak yang ada di industri pertahanan untuk coba disinergikan," kata Eric Thohir.
Meskipun tidak bisa 100 persen non-impor, menurut Erick, setidaknya Indonesia bisa mengurangi hal itu untuk menekan pengeluaran negara.
"Kalau hari ini bisa 10 persen, tahun depan 30 persen, tahun depan lagi 50 persen. Kita juga tidak anti impor, memang ada beberapa yang tidak bisa dilakukan tetapi yang bisa kita lakukan, harus bisa," kata Erick memotivasi.
Advertisement