Mental Baja, Berlari 14 Km dan Kaki Berdarah di Boston Marathon
Kemauan mengalahkan segalanya. Termasuk kesakitan berdarahpun kalah oleh kemauan. Lari sejauh 14 km dengan kondisi telapak kaki berdarah-darah dilakoni Elly Miniarti saat mengikuti Boston Marathon 2022.
Hampir sepuluh tahun, Elly menggeluti hobi lari. Tahun 2014 diajak Chandra Putra Negara, sang adik lari di even Jakarta Marathon. Dan sejak itulah, Elly jatuh cinta pada olahraga ini.
Sepulang dari Jakarta itu, tiada hari tanpa berlari. Terus latihan demi mengikuti even-even. Bila ada informasi even lari, Elly mendaftar seperti Surabaya Marathon atau empat kali mengikuti Maybank Marathon di Bali tahun 2016 hingga 2022.
Bahkan even trail run-pun diikutinya. “Saya sangat suka dengan gunung dan pantai. Keduanya memiliki keindahan sendiri. Buat saya trail run yang memadukan lari dengan gunung ini seperti dua kecintaan saya disatukan dalam satu acara,” tutur perempuan yang pernah ikut Rinjani Trail Run 2018 dan Banyuwangi Trail Run ini.
Jauh sebelum lari dan gunung, laut dan renang jadi hobi lamanya. Sejak kecil sudah tercatat sebagai anggota Perkumpulan Renang HIU Surabaya.
Tak sekedar renang, tetapi Elly serius di hobi ini hingga berulang kali menjuarai even lomba renang. Puncaknya adalah, dia mewakili Indonesia di Sea Games 1987 di Bangkok, Thailand di cabang olahraga renang kelas 100 m Freestyle dan relay. Alhasil, Oceanman 2021, Bali Ocean Swim 2020 dan triathlon jadi langganan even yang dikuti.
Sayang, Elly masih belum bisa bersepeda. Jadi saat mengikuti Ironman Bintan di tahun 2018, perempuan kelahiran Surabaya, 13 Februari ini harus mengikuti kelas relay Ironman.
“Saya ajak teman saya yang memang jago bersepeda. Jadi saya renang duluan lalu disambung sepeda oleh teman saya. Dan terakhir saya berlari,” tutur Elly bangga.
Nah, sejak tahun 2018, Elly mulai fokus mengejar medali 6 star World Major Marathon (WMM). “Kita harus mengikuti semua enam marathon di enam kota di dunia dan mengoleksi medalinya. Lalu terakhir baru bisa mendapatkan 6 star medal itu,” jelas lulusan arsitek dari Universitas Kristen Petra Surabaya.
Tiga di antaranya ada di Amerika Serikat. Di kota New York, Boston, dan Chicago. Ada satu di London, Inggris. Satu di Asia yakni di Tokyo, Jepang. Dan satu di Berlin, Jerman.
Di tahun 2018, Elly pertama kali mengikuti WMM. “Tidak sengaja waktu liburan mengunjungi adik mirip dengan waktu Chicago Marathon. Ya, saya coba-coba ikut even ini,” tukasnya.
“Itu pengalaman paling berharga untuk saya. Karena baru pertama kali mengikuti even lari kelas dunia. Segala persiapan latihan sudah matang. Euforianya yang sangat menakjubkan seolah menambah semangat berlari hingga finis,” cerita Elly yang menyelesaikan 42 km di Chicago dalam waktu 4 jam 44 menit 26 detik ini.
Seolah kecanduan, setelah mendapatkan satu medali WMM, Elly langsung berburu medali berikutnya. Dapatlah slot di New York Marathon pada tahun 2019.
Kali ini tidak sendiri, dia berangkat bersama teman-temannya dari Surabaya. Elly berhasil menyelesaikan 42 km dalam waktu 4 jam 39 menit 38 detik dan mengoleksi dua medali WMM. Membuat dirinya kian bersemangat.
Boston Marathon 2022 yang diincar. “Saya mencoba mendaftarkan diri dan tidak terduga saya dapat slot Boston Marathon,” bangga lulusan SMA Katolik St. Louis Surabaya ini.
Elly bangga, senang, campur khawatir. Persiapannya tidak sampai satu bulan! Sedangkan ibu dua anak ini merasa dirinya tidak dalam kondisi peak (fisik sempurna) untuk mengikuti sebuah even kelas WMM.
“Tidak ada jalan lain, diet ketat dan menambah porsi latihan,” tutur pengguna sepatu Nike tipe Alphafly di Boston Marathon ini.
Di sinilah malapetaka itu terjadi. Karena tidak menyangka akan secepat itu mendapatkan slot di Boston Marathon, Elly tidak mempersiapkan sepatunya dengan baik.
Padahal sepatu running itu harus “inreyen” minimal dua atau tiga bulan sebelum digunakan untuk race. Elly merasa, sepatu Nike Next % yang dimilikinya sesaat sebelum Boston Marathon itu sudah kadaluwarsa.
“Sepatu saya itu sudah lebih dari 350 km. Jadi harus ganti sepatu baru sebelum mengikuti race. Tapi waktu sangat mepet tidak sampai sebulan. Saya tetap latihan pakai sepatu itu,” ceritanya.
Tibalah hari keberangkatan. Elly berangkat sendirian. “Saya tidak mungkin melewatkan kesempatan berharga ini jadi meskipun sendirian saya tetap berangkat,” bilang perempuan bertinggi badan 167 cm ini.
Saat berangkat, Elly membawa sepatu “butut”nya itu. Tetapi dia sudah berencana akan membeli sepatu baru setiba di Boston, Amerika Serikat.
Setelah mendarat, langsung menuju toko sepatu Nike. Dipilihnya yang keluaran terbaru, Nike tipe Alphafly.
Sayang, tidak ada women size. Sehingga Elly membeli yang unisex. “Banyak teman sudah mewanti-wanti, jangan gunakan sepatu baru saat race. Nanti kaki blister (luka) malah tidak bisa menyelesaikan race. Tetapi saya nekat karena memang tidak ada sepatu lagi dan waktu mepet,” tuturnya.
Ketika mengikuti pra-race yakni lari 5 km sehari sebelum Boston Marathon, kaki Elly tidak ada masalah. Membuat dia percaya diri.
Esok harinya, hari race-pun tiba. Elly yakin kaki tidak masalah dengan sepatu baru. Bendera start dikibarkan, race dimulai dari kota Hopkinton.
“Saya berlari sesuai pace saya. Kisaran pace 6. Awalnya tidak masalah, tetapi semakin lama saya merasa kaki saya perih. Saya abaikan saja. Saya kira blister kecil biasa saja,” ceritanya.
Hingga kilometer menginjak ke-20an, Elly merasa ada yang “basah” di kakinya. Seperti kaus kaki yang sangat berkeringat. “Saya pikir kok tumben keringat saya banyak sekali hingga membasahi kaus kaki begini,” bilangnya.
Elly tetap berlari dan tidak melihat ke bawah ke sapatunya sama sekali. Tetapi karena dia merasa semakin “basah” dan perih akhirnya dia melihat bawah.
Kagetlah Elly! Sepatu Nike Alphafly warna hijau muda itu malah jadi berkombinasi dengan warna merah di bagian sisi dalam sepatu. Dan itu darah!
Jadi yang membuat Elly merasa “basah” itu adalah darah yang keluar dari telapak kakinya akibat blister. Kulit telapak kaki itu terkelupas dan tergesek dengan kaus kaki sehingga mengeluarkan darah yang banyak.
Tidak ada jalan lain. Elly berhenti di km 28. Terduduk di pinggir jalan. Mau mencari medical support juga tidak ada. Akhirnya, dia lepas sarung tangan. Disumpal ke dalam sepatunya.
“Tujuannya agar sesak sehingga kaki tidak goyang. Sekaligus menyerap darah yang terus keluar dari kedua telapak kaki,” ceritanya antusias.
Sisa 14 km dilakoninya sambil kaki berdarah. Elly masih bisa berlari meskipun pace-nya tidak lagi 6. Anjlok menjadi pace 7 atau 8 selama 14 km itu.
Ellypun berjalan. Ketika dia merasa tidak lagi kuat menahan kakinya yang seperti ditusuk-tusuk itu. “Saya hanya berpikir. Konyol sekali jika saya tidak finis. Mendapatkan slot Boston Marathon ini tidak mudah. Sudah keluar biaya berangkat ke Boston. Masak harus menyerah?” pikirnya.
Dengan semangat dan kemauan baja, sekaligus dukungan mental atlet sekelas Sea Games, membuat Elly berhasil menyentuh garis finis Boston Marathon di kota Boston.
Catatan waktu? Jangan kaget! Elly menyelesaikanya dalam waktu 5 jam 5 menit 16 detik. Dalam kondisi kaki blister berdarah sepanjang 14 km terakhir!
Setiba di garis finis, Elly bertemu beberapa teman dan mereka semua mengabadikan sepatu hijau kombinasi merah darah itu.
“Sepulang dari venue. Setengah mati sakitnya, apalagi dari venue ke hotel lumayan jauh. Saya maunya berjalan pulang tetapi tidak kuat akhirnya panggil taksi,” bilang Elly.
Sejak saat itu, Elly tidak pernah main-main dengan sepatu baru sebelum race.
Terbaru, Elly baru menyelesaikan London Marathon 2023 dan membawa pulang medali WMM ke-4-nya.
“Saya membawa dua sepatu yaitu Nike Vapor Next dan Nike Alphafly. Saya galau sejak berangkat, daripada salah pilih saya bawa dua-duanya. Akhirnya saya memilih menggunakan sepatu Nike Alphafly yang menurut saya lebih membal sehingga membuat saya lebih ringan berlari,” bilangnya.
“Memang itu sepatu yang sama dengan yang digunakan di Boston. Tetapi kali ini dia memadukannya dengan kaus kaki Sprock yang lebih tebal dan menggunakan padding Compeed di beberapa bagian kaki agar tidak blister.
“Puji Tuhan berhasil!” bangga Elly yang menyelesaikan London Marathon dalam waktu 4 jam 54 menit 48 detik ini.
Berikutnya, Berlin Marathon dan Tokyo Marathon akan diincarnya demi mendapatkan medali 6 star impian yang telah diimpikan selama lima tahun terakhir ini.
Dan Elly akan menjadi bagian dari 4,057 orang yang memiliki medali 6 star WMM dari seluruh dunia itu (data per 2023).