Menpar: Strong Brand Equality Harus Ditempuh dengan Cara Tidak Biasa
Indonesia Incorporated seperti halnya target Pemerintah, benar-benar dicoba terapkan di Kementerian Pariwisata.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya, punya semangat tinggi untuk memajukan pariwisata Indonesia. Para pelaku usaha, komunitas, serta pemerintah daerah dipertemukan.
Semua dicoba diintegrasikan untuk mencapai hal yang luar biasa. Harus ditempuh dengan cara yang tidak biasa. Ujungnya ini adalah meningkatkan strong brand equality.
Demikian Menpar, Arief Yahya, saat Workshop Matchmaking CoE, Digital Destination, Diaspora Restauran with Co-Branding Partners di Royal Kuningan Hotel, Jakarta.
Menpar juga langsung benchmarking ke Jepang dan Thailand. Menurutnya, kedua negara tersebut menerapkan Incorporated. Sehingga semua kekuatan bersatu dan hasilnya bagus.
Menurut Menpar, Kementerian Pariwisata juga telah melakukan itu. Terutama dengan destinasi digital. Destinasi ini adalah kolaborasi dengan pemerintah dengan komunitas, lebih tepatnya GenPI.
“Empat unsur itu kita incorporated-kan jadi satu. Namanya co-branding,” ujarnya.
Terkait Diaspora Restaurant, Menpar Arief mengaku memiliki strategi co-branding dengan 10 existing restoran Indonesia di luar negeri.
Menurutnya, saat menjabat sebagai Menparekraf selama enam bulan, ia pernah mencoba membuka restoran di luar negeri. Namun gagal. Sebab, biayanya tidak murah. Selain itu, pemerintah tidak menyediakan anggaran.
Sebagai pembanding, pemerintah Thailand memberi subsidi setara dengan US$ 100 ribu kepada yang membuka restoran Thailand.
"Akhirnya saya putuskan adalah branding existing restoran yang sudah ada. Dari pada saya PHP atau over promise. Jadi lebih baik saya ubah menjadi yang lebih realistis. Caranya yaitu membranding dan mempromosikan existing restoran yang sudah ada. Semacam insentif,” ujarnya.
Menpar pun menjelaskan tujuan melakukan branding existing restoran yang sudah ada. Salah satu alasannya karena Indonesia tidak mempunyai nasional food. Thailand punya Tom Yam dan Pad Tai, Jepang punya Sushi dan Sashimi, Malaysia punya Nasi Lemak.
“Dalam hal diplomasi kuliner, bisa dikatakan Thailand adalah salah satu world’s best practice. Hal ini tentu melihat capaian-capaiannya yang fenomenal. Indonesia sepakat mempopulekan soto sebagai nasional food. Itu lebih baik dari pada kita tidak punya," tuturnya.
"Kemenpar punya tambahan lagi selain soto yang sudah didiskusikan dengan para pelaku kuliner. Yaitu Sate, Nasi Goreng, Gado-gado dan rendang. Nah itu tugasnya restoran untuk mempopulerkan nasional food,” ujar Menpar Arief.
Destinasi kuliner juga telah ditetapkan. Destinasi ini akan disertifikasi oleh UNWTO, yaitu Bali, Joglosemar (Jogja, Solo, Semarang) dan Bandung. Kesuksesan tiga destinasi ini nantinya akan di-copy ke kota-kota lainnya.
"Dari data Kemenpar, jumlah wisatawan masuk ke Indonesia untuk kuliner 30-40 persen untuk kuliner. Data dari Bekraf 42 persen dari seluruh ekonomi kreatif itu 100 trliun adalah kuliner. Pertama kuliner, kedua fashion ketiga craft," pungkas Menteri Arief. (*)
Advertisement