Menpar: Hadapi Era Digital Pariwisata Harus Punya Strategi
Era berubah. Era digitalisasi makin tak terbendung. Tak mungkin berseberangan, apalagi dilawan. Tak bisa juga hanya stagnan, hanya diam sembari melihat perubahan. Yang ada adalah sejalan dan membuat strategi perubahan.
Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya, pun mengatakan, dua aspek yang dapat menyebabkan perubahan besar, termasuk dalam industri pariwisata, yaitu regulasi dan teknologi.
“Apabila ingin maju dan berkembang pesat, khususnya di sektor pariwisata, maka perlu melakukan deregulasi dengan memanfaatkan teknologi go digital,” kata Menpar Arief Yahya dalam seminar Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2019 bertajuk ‘Deregulation in Cyber Tourism Era’ yang berlangsung di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa 27 November.
Menpar Arief Yahya sebagai keynote speechnya menyatakan, deregulasi di Indonesia dalam rangka untuk menarik wisatawan mancanegara (wisman) dan investor difokuskan pada dua kebijakan yakni ease of entering Indonesia dan ease of doing business.
Ada tiga hal yang dilakukan pemerintah untuk kemudahan masuk ke Indonesia, yaitu kebijakan bebas visa, menyederhanakan aturan bagi masuknya kapal pesiar asing atau yacht, dan mencabut asas cabotage untuk cruise asing.
Menurut Menpar, sangat aneh bila pariwisata tidak menggunakan teknologi digital karena 74% wisman yang masuk ke Indonesia, sebagaimana laporan TripAdvisor, menggunakan teknologi digital atau internet dan smartphone.
Wisman yang datang itu 50% adalah milenial yang mempunyai selera dan kebiasan berwisata yang berbeda.
Menghadapi perubahan pasar yang akan didominasi milenial, tentunya perlu dilakukan berbagai perubahaan diantaranya pada produk wisata dan penyelenggaraan event pada tahun depan. Produk pariwisata yang dikemas dalam paket-paket wisata harus disesuaikan dengan selera wisatawan millennials, begitu juga 100 Calender of Event (CoE) Wonderful Indonesia harus menyesuaikan perubahan itu.
Dalam merebut pasar milenial di mancanegara pihaknya melakukan kerjasama dengan perusahaan digital internasional seperti Baidu, Tripadvisor, dan Grab yang menerapkan sharing economy dan mampu secara revolusioner mengubah lanskap industri pariwisata dunia termasuk di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Destination Marketing North Asia TripAdvisor Gary Cheng mengatakan Indonesia masuk peringkat keempat di antara 25 destinasi top dunia bahkan nomor satu top destinasi di Asia versi TripAdvisor.
Wisatawan melakukan perjalanan berdasarkan search juga menunjukkan misalnya untuk wisatawan Eropa lebih banyak memilih Thailand kemudian Indonesia, wisatawan Amerika memilih Jepang, China, dan Indonesia, wisatawan Timur Tengah memilih Thailand, Filipina, dan Indonesia. Sementara wisatawan Asia memilih Jepang dan Indonesia.
Sementara GM Regional Business Development SEA Baidu.com Yu Yen-Te mengatakan pihaknya memiliki teknologi ‘artificial intelegence’ termasuk untuk ‘face recognation system’ yang bisa membedakan gender, usia, dan keaslian foto untuk menjaring informasi mengenai wisatawan. “Kami mendapati di China dengan pasar 351 juta netizen top 5 destinasinya dua tertinggi adalah Bali dan Phuket," kata Yu Yen-Te.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Ni Wayan Giri Adnyani menambahkan, Singapura menjadi tourism hub serta sebagai sumber wisman dalam program hotdeal. Pasar Singapura sangat menarik bagi Indonesia karena estimasi jumlah orang asing yang masuk via bandara Singapura selama 12 bulan terakhir mencapai 12 juta pax dengan rincian 32% dari ASEAN minus Indonesia, 22% China-Hong Kong, 17% Asia-Pasifik, 14% Asia Tengah, MEA, Afrika dan sisanya dari Eropa dan Australia.
“Secara wilayah, Singapura dekat dengan Indonesia, seperti Kepulauan Riau (Kepri) yang memiliki Great Batam. Salah satu faktor yang penting dalam pariwisata adalah proximity atau kedekatan baik jarak maupun budaya sehingga Singapura menjadi target market yang ideal,” kata Ni Wayan Giri Adnyani.
Indonesia itu peringkat keempat di antara 25 destinasi top dunia. Bahkan nomor satu top destinasi di Asia versi TripAdvisor.
Sementara itu, pada sesi kedua, menampilkan tiga pembicara yaitu Ekonom Senior Faisal Basri, Google Ambassador dari Indonesia Daniel Oscar Baskoro dan Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata yang dipandu oleh moderator Guntur Sakti Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenpar.
Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan pihaknya mampu menjaring inbound dari tujuh negara lainnya tempat Grab berada. "Dengan kehadiran di 8 negara menjadi kekuatan Grab untuk kampanye Wonderful Indonesia," kata Ridzki.
Oleh karena itu, pihaknya membuka peluang kerja sama untuk mempromosikan pariwisata ke publik yang lebih luas demi menjaring lebih banyak wisatawan tahun depan.
Sedangkan Faisal Basri mengingatkan agar Kemenpar tidak mengejar target berdasarkan kuantitas, namun yang diutamakan adalah kualitas sehingga hasil devisa yang diperoleh akan besar. “Kalau mengejar kuantitas akan selalu tidak tercapai. Lebih baik mengejar kualitas dengan meningkatkan lama tinggal dan pengeluaran wisman,” kata Faisal Basri
Faisal melihat pertumbuhan perolehan devisa dari wisman tahun lalu hanya 5%, sedangkan pengeluaran wisatawan kita (wisnas) yang ke luar negeri tumbuh 7%, “Ini menjadi tantangan ke depan yang semakin susah untuk mempertahankan surplus devisa dari pariwisata,” kata Faisal.
Peneliti pengembangan ICT Daniel Oscar Baskoro mengatakan disrupsi teknologi membawa perubahan kepada lanskap pariwisata, di sisi lain dapat membuat perjalanan wisata lebih efektif dan nyaman.
"Disruptif yang membuat perjalanan wisata jadi lebih efektif. Misal dalam hal cara booking tiket. Ketika sudah menggunakan google map tidak perlu lagi pakai pemandu wisata," kata Daniel.
Ia pun berpendapat bahwa teknologi telah berpengaruh pada ekosistem saat ini khususnya dari sisi kenyamanan pariwisata, kebebasan sosial, sekaligus dalam hal mendapatkan layanan yang berkualitas. (*/idi)