Honorer Rugi Kalau Tolak PP P3K. MenPAN-RB: Mau Lewat Mana?
Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Syafruddin, menyebutkan, tenaga honorer yang mengkritik Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) akan merugi sendiri.
"PP 49/2018 itu untuk melindungi tenaga honorer, mengapa diributkan dan ada yang menolak ?" kata Menpan Syafruddin kepada wartawan, Rabu 12 Desember 2018.
Menurut Menpan, Presiden Joko Widodo sudah baik memikirkan solusi bagi tenaga honorer yang sebenarnya sudah ada pada pemerintahan sebelumnya. Oleh sebab itu, semestinya kebijakan itu diapresiasi.
"Kami itu akan memberikan afirmasi yang terbaik bagi tenaga honorer, khususnya guru," ujar Menpan.
Meski demikian, mantan Wakil Kepala Polri tersebut tetap menghargai pendapat mereka yang mengkritik dan menolak PPP3K. "Tapi, apabila tenaga honorer masih menolak, silakan saja, enggak apa-apa. Justru rugi dia. Kalau enggak ada P3K, justru rugi dia, mau lewat mana lagi mereka?" kata Menpan.
Syafruddin juga menegaskan, tidak akan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang menolak PP P3K. "Sudahlah, biar saja mereka menolak. Sudah dikasih bagus oleh Presiden," ujar dia.
Diberitakan, Presiden Jokowi akhirnya meneken Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
PPPK dikontrak minimal satu tahun dan bisa diperpanjang hingga 30 tahun sesuai kebutuhan, kompetensi yang dimiliki dan kinerja yang diperlihatkan.
Menggunakan double track, artinya tidak ada pengangkatan PPPK menjadi PNS secara otomatis. Apabila ingin menjadi PNS harus mengikuti jalur tes PNS. PPPK mengisi pos-pos jabatan fungsional seperti auditor, guru atau pustakawan.
Mereka bisa masuk dari jalur awal, tengah atau yang tertinggi. Sedangkan PNS mengisi jabatan structural dan dimaksudkan sebagai policy maker, seperti Camat, Kepala adinas atau Dirjen.
PNS memiliki batasan umur pelamar sampai 35 tahun. Sementara, PPPK tak menetapkan batasan umur. Sehingga siapapun yang memiliki kompetensi bisa mendaftar. Namun PP nomor 49 ini oleh kalangan guru honorer dinilai tidak adil. Karena mengkesampingkan pengabdian guru yang telah dilajukan bertahun, dan statusnya disamakan dengan yang masih nol. (asm)