Amnesti Butuh Waktu, Baiq Nuril Minta Penangguhan Penahanan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Republik Indonesia (RI) mendukung permohonan amnesti Baiq Nuril Maknun, terpidana kasus Undang-Undang (UU) Informatika dan Transaksi Elektronika (ITE).
Baiq Nuril Maknun dan tim penasihat hukumnya, kemarin mengadakan pertemuan dengan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly di Kantor Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, secara umum bisa disebut jika memberikan angin segar atas kasus yang menimpa Baiq Nuril.
“Sangat positif, ternyata Menkumham sependapat bahwa amnesti satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Baiq Nuril,” ungkap Joko Jumadi, Ketua Tim Kuasa Hukum Baiq Nuril.
Joko menyampaikan, walaupun pihak Menkumham memberikan tanggapan positif terhadap permohonaan amnesti Baiq Nuril, namun menurutnya pemberian amnesti masih membutuhkan waktu.
“Maka kami rencana akan mengajukan penangguhan eksekusi ke Jaksa Agung,” terangnya.
Senada dengan Joko, anggota kuasa hukum Baiq Nuril, Fauzi Aziz, menuturkan, dalam waktu dekat Menkumham akan mengundang pakar-pakar hukum tata negara dan pidana untuk menyusun legal opini terkait amnesti.
“Menkumham setuju dengan amnesti karena cukup beralasan secara hukum,” ungkapnya.
Dalam pertemuan dengan Menkumham kemarin, Aziz, mengabarkan bahwa Baiq Nuril berterimakasih kepada Yasona Laoly sebagai Menkumham atas dukungan Kementerian atas kasus yang menimpa kliennya tersebut.
Di sisi lain, Maidina Rahmawati, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (IJCR), salah satu lembaga yng juga ikut dalam pertemuan tersebut, menjelaskan mengenai jalannya acara di kantor Kementerian Menkumham RI tersebut.
Dari keterangan Maidina, pertemuan tersebut dibentuk focus group disscusion (FGD), yang beranggotakan delapan ahli untuk mengkaji permohonan amnesti dari Baiq Nuril.
“Dari delapan ahli tersebut menghasilkan keputusan, 1 ahli tidak setuju, 1 ahli menyatakan tidak menentukan sikap, 6 setuju dengan permohonan amnesti Baiq Nuril,” ungkapnya.
Delapan ahli tersebut terdiri dari Profesor Gayus, Bivitri Susanti, Feri Ansari, Nopsianus Max, Bayu Dwi Anggono, Anugerah Rizki Akbari, Jimmy Z. Usfunan dan Oce Madril.
“Alasan satu ahli tidak setuju adalah mengenai teknis administrasi, sebab Presiden harus hati-hati dengan perbuatannya, karena selama ini presedennya untuk politik,” tutupnya.