Menkum HAM Didemo, Dianggap Lecehkan Warga Tanjung Priok
Massa yang menamakan diri "Aksi 221 Priok Bersatu" menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Januari 2020. Mereka menuntut Menkumham Yasonna H Laoly minta maaf kepada warga Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Aksi tersebut merupakan buntut dari ucapan Yasonna yang mengatakan Tanjung Priok sebagai kawasan miskin dan penuh kriminal. Massa menuntut Yasonna menyampaikan permintaan maaf dalam waktu dua kali 24 jam.
"Kami warga Tanjung Priok mendesak Bapak Menteri untuk minta maaf dalam dua kali 24 jam. Jika tidak, kami akan melakukan aksi lagi dengan jumlah massa yang lebih banyak," kata koordinator aksi bernama Abu Bakar.
Bahkan massa mengancam akan menutup Pelabuhan Internasional Tanjung Priok jika Yasonna tidak kunjung minta maaf. Perwakilan warga kemudian diterima pihak hubungan masyarakat (humas) Kemenkumham untuk bermediasi.
Warga kecewa karena Yasonna tak ada di lokasi sehingga tidak bisa menyampaikan secara langsung tuntutannya. Kehadiran massa aksi unjuk rasa membuat lalu lintas di Jalan HR Rasuna Said tersendat.
Sementara, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan, ada upaya memelintir substansi pidato yang dia bacakan pada acara "Resolusi Pemasyarakatan 2020" Direktorat Pemasyarakatan (Dirjen PAS) di Lapas Narkotika Kelas IIA Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis, 16 Januari 2020, tentang kriminalitas yang membandingkan wilayah Tanjung Priok dan Menteng.
"Mengingat kesalahpahaman serta akibat tidak mendengarkan pidato saya secara utuh di Lapas Narkotika Cipinang, pidato ini kemudian dipelintir oleh orang orang tertentu, yang pemahamannya tidak benar, dan jauh dari substansi yang dimaksudkan. Untuk itu, saya ingin meluruskannya," ujar Yasonna dalam keterangan tertulis seperti dikutip Antara, Rabu, 22 Januari 2020.
Kata Yasonna, dalam pidato itu dia menjelaskan kriminalitas adalah produk sosial yang disebabkan antara lain karena faktor kemiskinan, pengangguran, kesenjangan pendapatan atau faktor ekonomi, dan disintegrasi sosial.
Adapun faktor genetik tidak signifikan menentukan kejahatan. Kalaupun ada, kata dia, faktor determinannya sangat kecil. "Maka, oleh karena kejahatan adalah produk masalah sosial, maka masyarakat harus turut menyelesaikan faktor-faktor criminogen tersebut," ujar Yasonna.
Dilanjutkan Yasonna, karena faktor kemiskinan, maka daerah-daerah area kumuh lebih cenderung melahirkan lebih banyak kriminalitas dibandingkan dari daerah elit. "Contoh daerah kumuh di Tanjung Priok dibanding daerah Menteng, lebih cenderung memiliki tingkat kejahatan lebih tinggi. Itu bukan karena faktor genetik atau biologis," kata dia.
Yasonna menyayangkan adanya pihak-pihak yang memelintir isi pidatonya dan menilai seolah-olah orang-orang di Tanjung Priok semua adalah penjahat. "Menyedihkan sekali mengambil kesimpulan seperti itu, melompat langsung ke kesimpulan tanpa mengetahui keseluruhan cerita," ujar dia.
Advertisement