Mahfud MD: Belum Ada Laporan dari KLB Demokrat
Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, pemerintah tetap mengakui Ketua Umum Partai Demokrat adalah Agus Harimurti Yudoyono (AHY) dan Ketua Majelis Tinggi partai Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Selain itu, pemerintah menganggap tidak ada Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat, karena belum ada laporan ada dari kubu KLB ke Kemenkum HAM.
"Saya sudah menyampaikan kepada Menkum HAM Yassona Laoly, bila ada laporan KLB agar berpegang pada aturan hukum dan bersikap netral," kata Mahfud MD saat dihubungi Ngopibareng.id, Minggu 7 Maret 2021.
Mantan Ketua Mahkamah Kondtitusi (MK) menyampaikan bila ada laporan tentang hasil KLB, pemerintah tidak akan langsung menerima dan mengakuinya. Pemerintah akan mempelajari dulu aturan mainnya.
"Sudah sesuai dengan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat yang ada di pemerintah atau tidak. Akan dicek siapa saja pesertanya. Pokoknya akan kami teliti semua sudah sesuai dengan aturan partai apa tidak, simpel saja," kata Mahfud MD.
Tentang desakan supaya Moeldoko yang ditunjuk sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, dipecat dari jabatan Kepala Kantor Stat Presiden (KSP), Mahfud MD menegaskan, hal tersebut di luar kewenangan Menko Polhukam.
"Masuk ranah hak prerogatif presiden. Kepala KSP Moeldoko adalah anak buah presiden, maka keputusannya ada pada hak prerogatif presiden yang dilindungi oleh UUD 1945 dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun," jelas Mahfud MD.
"Artinya, Pak Moeldoko diberhentikan atau tidak itu urusan presiden," sambung dia.
Lantas, mengapa pemerintah atau aparat keamanan tidak membubarkan KLB Demokrat di Deli Serdang, sehingga terkesan pemerintah melakukan pembiaran dan merestui adanya "kudeta" tersebut, Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu mengatakan, pemerintah terikat oleh UU No 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
Mahfud MD lantas menyebutkan poin-poin tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum:
a. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;
b. Kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
c. Bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib,dan damai;
d. Hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.
"Karena adanya UU ini, pemerintah tidak bisa masuk atau melarang kumpul kumpul kader partai. Sama dengan yang dilakukan oleh pemetintahan Megawati, SBY terkait dualisme kepengurusan PKB. Sekarang kasus serupa juga dialami Presiden Jokowi," ujar Mahfud MD.
Pakar Hukum Tetanegara Reffly Harun berpendapat, Presiden Jokowi harus memecat Moeldoko dari jabatan KSP. Tindakannya dinilai tidak terpuji.
"Moeldoko yang bersedia ditunuk menjadi Ketua Umum PD oleh peserta KLB membuktikan bahwa Kepala KSP itu ikut mengkudeta PD, yang sebelumnya tuduhan itu tidak diakuinya," kata Reffly ketika dihubungi Ngopibareng.id, Sabtu 6 Maret Maret 2021.
Menurut Reffly persoalannya tidak berhenti sampai di situ. Tindakan mantan Panglima TNI tersebut akan menyeret lembaga kepresidenan dan Presiden Jokowi. Meskipun presiden pernah mengatakan tidak ada urusan dengan PD karena ini persoalan politik dan pribadi Moeldoko, tapi Jokowi harus ingat Moeldoko adalah anak buahnya.
“Jika memang presiden berkomitmen pada prinsip dasar demokrasi, presiden harusnya selamatkan Demokrat. Presiden harus mengevaluasi.Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) KSP itu bukan alat permainan politik, tapi untuk menopang kerja-kerja kebijakan publik presiden," katanya.
Refly menilai, aksi poltik Moeldoko bisa dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh dan jaringannya di sekitar kekuasaan. "Sebab jabatannya sebagai Kepala KSP melekat dengan dirinya saat ini," ujar dia.