Menkes: Tingginya Angka Kematian Akibat Terlambat Penanganan
Kementerian kesehatan ungkapkan penyebab tingginya angka kematian pasien Covid-19. Menurutnya, hal itu karena keterlambatan mendapatkan perawatan di rumah sakit. Ketika di bawa ke rumah sakit, pasien sudah dalam kondisi dengan angka saturasi yang rendah.
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menegaskan hal ini dalam keterangan pers yang disiarkan melalui YouTube Setpres Selasa 27 Juli 2021.
“Kalau itu sudah di bawah 94 persen segera di bawa ke rumah sakit atau isolasi terpusat. Kalau itu di atas 94 persen, tidak usah dibawa karena akan menuh-menuhin rumah sakitnya, orang yang butuh masuk jadi enggak bisa masuk.
"Biarkan di rumah yang penting ukur saturasi. Kalau di bawah 94 persen baru dibawa ke rumah sakit. Yang penting jangan tunggu sampai turun 80, 70 karena merasa sehat,” pesan Menkes.
Menurut Menkes data penyebab tingginya angka kematian itu ia peroleh setelah mengadakan pertemuan dengan sejumlah direktur rumah sakit beberapa daerah. "Ada pasien dibawa ke RS sudah dalam keadaan koma, sehingga begitu sampai di RS tak terselamatkan," kata Menkes.
Menurut Menkes upaya pengecekan melalui tes usap menjadi faktor yang sangat penting untuk mengidentifikasi secara dini apakah seseorang positif Covid-19 atau tidak. Pemerintah sendiri terus berupaya untuk meningkatkan jumlah spesimen maupun orang yang dicek melalui tes usap.
"Pertama kali saya masuk, testingnya sehari 30-40 ribu, sekarang spesimennya sudah hampir 300 ribu, orangnya juga sudah 220-240 ribu. Perlu naikkan terus supaya tahu kalau ada yang kena kemudian bisa diukur oxymeternya apakah perlu dirawat atau tidak lebih dini," katanya.
Sebab itu Menkes mengimbau masyarakat jangan takut dan menghindari proses pengecekan. Pengecekan secara dini akan membantu melindungi seluruh masyarakat di masa pandemi Covid-19.
“Jadi testing ini jangan ditakuti, jangan dicemasi, jangan dihindari, tapi cepat dilakukan, apa lagi kalau ada gejala. Supaya bisa melindungi rekan-rekan kita,” pesannya.
Menyinggung soal tingkat keterisian tempat tidur atau BOR (bed occupancy rate) bagi pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit (RS) oleh Menkes dikatakan sudah turun. Dari total 430 ribu kapasitas tempat tidur rumah sakit di seluruh Indonesia, sebanyak 82 ribu tempat tidur diisi oleh pasien Covid-19. Angka ini menurun dari minggu lalu yaitu 92 ribu tempat tidur.
“Alhamdulillah sekarang sudah turun ke 82 ribu. Jadi kita masih ada turun, terutama turunnya di daerah Jakarta. Saya memahami bahwa ada di beberapa daerah yang lagi naik. Jadi Jakarta saya lihat sudah turun, Jawa Barat sudah turun, tapi beberapa daerah saya melihat Jogja masih naik, Bali juga masih naik sedikit dan juga mulai di luar Jawa,” katanya
Terkait ketersediaan tempat tidur, Menkes berpesan kepada seluruh rumah sakit untuk menyampaikan total keseluruhan kapasitas yang ada di rumah sakit baik di kota maupun provinsi. Menkes mengatakan, rumah sakit sebaiknya tidak hanya menyampaikan ketersediaan tempat tidur bagi pasien Covid saja.
“Saya kasih contoh salah satu provinsi BOR-nya sudah 90 persen, tempat tidur dipakai Covid 2.000. Jadi 90 persen kira-kira 1.800 sudah diisi, sudah panik. Sebenarnya tidak perlu karena kalau kita lihat tempat tidurnya total ada 8.000, nah kan kita bisa tambah dari 2.000 jadi 4.000, langsung BOR-nya turun ke 50 persen,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin.