Menjual Pulau, Menyelamatkan Pesisir
Oleh Oki Lukito
Beberapa penumpang di kapal Phinisi yang sedang melakukan perjalanan wisata mengunjungi pulau-pulau kecil di Kabupaten Sumenep pertengahan bulan Maret lalu, tidak mampu menyembunyikan kekecewaannya saat singgah di Gili Pandan.
Pulau tidak berpenghuni ini terletak di sebelah selatan pulau Madura, tepatnya di Kecamatan Gili Genting, Kabupaten Sumenep.
Pulau ini sebetulnya indah dilihat dari kejauhan dari atas anjungan kapal phinisi, berpasir putih dan lautnya bening berwarna biru. Di darat pulau ini tidak seindah yang dilihat dari kejauhan.
Tumpukan sampah berupa batang, ranting pohon, sampah plastic berserakan sepanjang pantai, bahkan bangkai kucing ditemukan di salah satu pulau destinasi unggulan wisata bahari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemprov Jatim itu.
Sejumlah warga dari pulau seberangnya, Pulau Gilingan tampak menambang pasir secara tradisional.
"Kami sudah bertahun-tahun mengambil pasir di sini untuk membuat rumah dan menghiasi halaman rumah," jelas Achmad yang sedang menurunkan karungan pasir ke kapal nelayan yang disulap menjadi kapal pengangkut pasir.
Sebagai referensi, Gili Pandan, Pulau Gresik Putih, Pulau Keramat di Kecamatan Gili Genting, Kabupaten Sumenep karena penggalian pasir yang masif dan gelombang pasang, tercatat pulau yang nyaris tenggelam.
Luas Gili Pandan tinggal 100 meter (1 km2), Pulau Keramat tinggal 50 meter persegi, Gresik Putih mulai tenggelam tahun 2005, luasnya dulu 500 meter persegi saat ini tidak tampak lagi.
Kondisi ekosistim pesisir lainnya yang tidak menggembirakan ketika singgah di Gili Labak, Kecamatan Talango ini beberapa tahun lalu terkenal dengan keindahan biota bawah lautnya.
Seperti pulau Gili Genting, Sepanjang, Sepudi, Salarangan, Sitabok dan Paliat dikelilingi terumbu karang dan padang lamun yang menawan. Saat ini Gili Labak, Gili Genting, Sepanjang, Sepudi menjadi korban gencarnya program destinasi wisata bahari Provinsi maupun lokal yang tidak terkonsep dengan baik.
Tidak ada yang menyejukkan mata di perairan Gili Labak ketika peserta ekspedisi Phinisi menceburkan diri dengan antusias ingin melihat terumbu karang.
“Terumbunya gersang tinggal karang mati tidak berpenghuni (ikan)” ungkap Bramantyo foto graper dan video graper yang mengambil gambar kondisi bawah laut Gili Labak.
Menurut, Kepala Desa Abdul Djalil, sejak dibangun beberapa Gasebo di pinggir pantai ratusan pengunjung tiap minggu memenuhi Gili labak. Menikmati pasir putih dan berenang, menyelam di area konservasi laut yang dipenuhi karang dan padang lamun.
“ Sekarang masih ada yang datang hanya menikmati pantai, tidak ada yang berenang melihat karang,” jelasnya saat di temui di pinggir pantai. Di Gili Labak dan Gili Genting wisatawan yang bermalam masih bisa menikmati keindahan matahari terbit atau terbenam.
Kearifan Lokal
Di Pulau Kangean dan Gili Iyang (Pulau Oksigen) yang menyimpan kearifan lokal dan kekayaan darat sebagai unggulan destinasi wisata masih bisa diandalkan.
Di Kangean yang terdiri dari 191 pulau, 27 diantaranya berpenghuni menyimpan budaya beternak ayam bekisar dan karapan kerbau di samping pulau-pulau di sekitar yang masih layak jual keragaman hayati bawah lautnya.
Dalam hal ini Pemerintah Sumenep dan Dinas Budpar Jatim diharapkan cerdas membuat konsep destinasi dan mendatangkan wisatawan ramah lingkungan.
Perjalanan terjauh kapal Phinisi ‘Flores Utama Indah’ yang khusus didatangkan dari Labuan Bajo, singgah di Pulau Salarangan salah satu dari 23 pulau berpenghuni, di Kecamatan Arjasa yang memiliki 58 pulau.
Dua pulau lainnya Sitabok dan Paliat tidak sempat disinggahi akan tetapi perairannya masih memiliki terumbu karang dan padang lamun dan anggur laut (coulerpa sp) atau lawi-lawi, sebutan lainnya latok yang menawan. Sitabok dan Paliat adalah dua pulau yang mendunia.
Sebagai catatan, Pulau Sitabok dan Paliat dihuni pendatang dari Mandar, Jawa, Madura dan Buton mereka pelaut-pelaut tangguh. Nelayan di kedua pulau tersebut mencari ikan hingga di Pulau Pasir (Asmore Island) di wilayah Northern teritory, Australia Utara.
Tradisi mencari teripang dan hiu di perairan Pulau Pasir tersebut yang dilakukan turun temurun itu dianngap sebagai praktek illegal fishing oleh Australia.
Nelayan Sitabok dan Paliat menyeberangi Samudra Hindia, istirahat dan menambah perbekalan di pulau Rote Ndao, pulau paling terdepan di Samudera Hindia.
Kegigihan nelayan Paliat dan Sitabok membuktikan bangsa ini terlahir menjadi pelaut ulung serta mempunyai kearifan lokal ini dapat dijadikan nilai tambah pariwisata.
Kalah Pamor
Kerusakan ekosistim di sejumlah pulau-pulau kecil di Sumenep, menurut Profesor Daniel. M Royid, pakar kelautan dan maritim, sudah lama terjadi karena praktik ilegal fishing dengan menggunakan bahan peledak semacam potasium.
Kegiatan wisata bisa ikut memperparah ekosistem terumbu karang ketika jangkar merusaknya juga ulah wisatawan antara lain aktivitas snorkeling. Padahal kawasan perairan tertentu sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi menjadi kawasan Taman Laut untuk kegiatan yang sangat terbatas.
Gencarnya promosi destinasi wisata tanpa konsep dan tidak melibatkan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama harmonis dengan instansi terkait berakibat fatal. Sumenep memiliki luasan mangrove 19.765 Ha, Terumbu karang 17.949 Ha dan Padang lamun 1.034 Ha terluas di Jawa Timur.
Wilayah Sumenep memiliki 126 pulau, 48 pulau diantara berpenghuni memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata nasional.
Pulau-pulau tersebut merupakan bagian dari wisata unggulan yang dimiliki Indonesia. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia memiliki 20,87Juta Ha kawasan konservasi perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil. Garis pantai Indonesia membentang 99.093 km dengan luas laut 3,257Juta km².
Kekayaan maritim ini membuat wisata bahari di Indonesia tak diragukan lagi keindahan dan keunikannya. Wisata bahari Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke. Ada banyak yang bisa dieksplor dalam wisata bahari Indonesia.
Di wisata bahari ini terdapat 590 jenis karang, 2.057 ikan karang, 12 jenis lamun, 34 jenis mangrove, 1.512 jenis crustacean, 6 jenis penyu, 850 jenis sponge, 24 jenis mamalia Laut, dan 463 titik Kapal Tenggelam.
Menjadi tantangan ketika pulau-pulau wisata bahari Jawa Timur kalah pamor dengan kepulauan seribu, Karimun Jawa, Raja Ampat, Bunaken dan lainnya.
*Penulis adalah Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim dan Perikanan
Advertisement