Menjernihkan, Soal Pembatalan Haji dari Sudut Pandanga Fikih
Pelbagai pendapat cenderung ghibah (berupa cacian dan hoaks) dalam menyikapi masalah pembatalan pelaksanaan haji jemaah Indonesia pada musim hari 1442 H/2021.
Menyikapi Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji Indonesia, Ustaz Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menyampaikan catatan:
Setelah Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan tahun ini tidak memberangkatkan jemaah haji seperti tahun lalu, berbagai reaksi bermunculan. Ada yang bisa memahami keadaan, ada yang kecewa.
Bahkan, ada yang lebih keras dengan mengaitkan kejadian ini sebagai tanda datangnya kiamat dengan menulis sebuah hadis:
ﻻ ﺗﻘﻮﻡ اﻟﺴﺎﻋﺔ ﺣﺘﻰ ﻻ ﻳﺤﺞ اﻟﺒﻴﺖ (ﻋ ﻛ) ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ.
"Kiamat tidak akan terjadi hingga Ka'bah tidak dikunjungi untuk ibadah haji" (HR Abu Ya'la dan Hakim dari Abu Hurairah)
Tak Terlalu Menakutkan
Bagi saya tentu tidak sebegitu menakutkan. Waktu kita dulu mondok akan banyak menemukan di bagian bab akhir kitab Fikih Tentang fardhu kifayah, kewajiban kolektif. Kalau ada sebagian umat Islam yang menjalankan maka gugur bagi yang lainnya.
Seperti dijelaskan dalam Mazhab Syafi'i:
ﻭﻣﻦ ﻓﺮﻭﺽ اﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﺇﺣﻴﺎء اﻟﻜﻌﺒﺔ ﺑﺎﻟﺤﺞ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺳﻨﺔ
Di antara fardhu kifayah adalah menghidupkan Ka'bah dengan ibadah haji setiap tahun (Raudhah Ath-Thalibin, 10/221)
ﻭﻋﺒﺎﺭﺓ ﺷﻴﺨﻨﺎ اﻟﺰﻳﺎﺩﻱ: ﻭﻻ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ اﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﺈﺣﻴﺎء اﻟﻜﻌﺒﺔ ﻋﺪﺩ ﻣﺨﺼﻮﺹ ﻣﻦ اﻟﻤﻜﻠﻔﻴﻦ
Redaksi guru kami, Zayyadi: "Untuk ibadah haji tidak ada syarat bilangan tertentu dari orang yang sudah berkewajiban ibadah" (Hasyiah Tuhfah, 8/49)
Sudut Pandang Fikih
Secara Fikih, andaikan yang melakukan ibadah haji hanya bagi penduduk Negara Arab Saudi saja sudah cukup seperti tahun lalu, yang terpenting tidak sampai libur haji dari seluruh umat Islam.
Terkait kewajiban mengikuti pemerintahan yang sah, Mbah Maimoen Zubair sering menggunakan kutipan
Syaikh al-Qurthubi, ulama ahli tafsir:
قَالَ سَهْلُ بْنُ عَبْدِ اللهِ التُّسْتُرِي: أَطِيْعُوْا السُّلْطَانَ فِي سَبْعَةٍ: ضَرْبِ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ، وَالْمَكَايِيْلِ وَالْاَوْزَانِ، وَالْاَحْكَامِ وَالْحَجِّ وَالْجُمْعَةِ وَالْعِيْدَيْنِ وَالْجِهَادِ.
Sahal bin Abdullah at-Tusturi berkata: “Patuhi pemerintah dalam 7 hal: (1) pemberlakuan mata uang (2) alat timbang (3) hukum (4) IBADAH HAJI (5) jumat (6) hari raya (7) jihad” (al-Qurthubi 5/259)
Demikian catatan Ustaz Ma'ruf Khozin, sebagai pandangan dari sudut Fikih lebih memberikan pencerahan bagi umat Islam, jauh dari memperolok kebijakan pemerintah atau sikap otoritas Arab Saudi yang belum membuka lebar-lebar bagi jemaah haji di masa pandemi Covid-19.