Menjaga Iklim Investasi, Ketika Tingkat Ekonomi Rapuh
oleh: Sri Mulyani
(Menteri Keuangan RI)
Indonesia berhasil keluar dari fragile five, setelah sempat sejajar dengan negara-negara berkembang, seperti Brasil, India, Afrika, dan Turki pada 2013. Istilah fragile five muncul pada 2013 oleh Morgan Stanley, yang mengkategorikan negara-negara berkembang dengan tingkat ekonomi yang rapuh.
Ya, Indonesia pada tahun 2013 masuk dalam kategori fragile five, bersama dengan Brasil, India, Afrika, dan Turki. Kini Indonesia berhasil keluar dari kelompok fragile five. Hal ini terlihat dari neraga pembayaran dan neraca berjalan yang meningkat signifikan. Sebelumnya Indonesia mengalami defisit 3,2 persen dari PDB pada tahun 2013, yang menyebabkan ekonomi Indonesia sempat menjadi rapuh.
Kini neraca kita surplus 0,3 persen dari PDB tahun 2021, dan juga surplus meningkat lagi di tahun 2022 yaitu 1 persen dari PDB.
Menguatnya posisi neraca berjalan Indonesia tidak lepas dari kebijakan struktural dan transformasi ekonomi yang dilakukan pemerintah yaitu, hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA).
Sejak 2014 pemerintah mencanangkan kebijakan hilirisasi dengan mewajibkan pembangunan smelter secara bertahap bagi perusahaan tambang mineral. Inilah yang menyebabkan ketahanan ekonomi Indonesia. Dengan kebijakan struktural dan transformasi ekonomi yang dilakukan pemerintah, yaitu hilirisasi SDA sejak tahun 2014, pemerintah mencanangkan kebijakan itu melalui pembangunan smelter secara bertahap. Pemerintah juga memberikan dukungan fiskal baik melalui perbaikan ekosistem perpajakan maupun insentif fiskal lainnya.
Selain karena faktor harga komoditas yang meningkat tajam, upaya menciptakan nilai tambah untuk meningkatkan ekspor dan neraca dagang juga tak kalah penting.
Nilai ekspor Indonesia tahun 2022 melonjak tajam dan mencatatkan rekor tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia, yakni 292 miliar dollar AS. Nilai ini meningkat 66 persen dari posisi 176 miliar dollar AS di tahun 2014.
Pada 2022, neraca dagang Indonesia mencatatkan rekor tertinggi berturut-turut. Hal ini menguatkan fondasi Indonesia, yang tercermin dari stabilnya pasar keuangan domestik di tengah volatilitas dan ketidakpastian pasar global.
Tingkatkan Rasio Perpajakan
Kebijakan mobilasi pendapatan negara akan terus dilakukan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan usaha serta lingkungan. Hal ini ditempuh dengan terus menjaga efektivitas pelaksanaan reformasi perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sebagai perbaikan sistem perpajakan yang lebih sehat dan adil, perluasan basis pajak, serta peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Pelaksanaan UU HPP diharapkan akan meningkatkan rasio perpajakan.
Selain itu, optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dilakukan melalui peningkatan inovasi layanan publik serta mendorong reformasi pengelolaan aset negara.
Sebagai informasi, hingga kuartal I-2023, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 647,2 triliun atau 26,3% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Sementara itu, penerimaan pajak masih cukup kuat yakni mendapati Rp 43,25 triliun atau 25,2% dari target. Realisasi ini tumbuh 33,8% year on year (YoY) didukung dampak implementasi UU HPP.
Kemudian, penerimaan kepabeanan dan cukai telah mencapai Rp 72,24 triliun atau telah mencapai 28,33% dari target APBN 2023. Dan terakhir, kinerja PNBP hingga akhir Maret 2023 juga tembus Rp 142,7 triliun atau 2,3 dari target.
*) Sumber:
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memimpin Coalition for Climate Action Ministerial Meeting dalam rangkaian IMF-World Bank Spring Meeting 2023.
Advertisement