Menjaga Demokrasi Tetap Menyala
Oleh: Antonius Benny Susetyo
Sekretaris Dewan Nasional Setara
Demokrasi, sebagai sistem pemerintahan yang berlandaskan pada kedaulatan rakyat, sering dianggap sebagai pilar utama dalam menjaga stabilitas politik dan sosial suatu negara. Namun, kenyataannya, demokrasi tidaklah kebal terhadap ancaman dari dalam maupun luar.
Demokrasi bisa mati bukan hanya karena kekuatan massa atau kekerasan yang menggulingkan suatu pemerintahan melalui tirani otoriter, tetapi juga ketika institusi kelembagaan dan negara yang menegakkan hukum dan aturan dikuasai oleh satu tangan.
Hal inilah yang menjadi inti pembahasan dalam buku “How Democracies Die” oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, di mana mereka mengungkapkan bahwa demokrasi bisa mati oleh tindakan para demokrat itu sendiri.
Para Pemimpin Terpilih
Ketika kita membayangkan kematian demokrasi, banyak dari kita mungkin berpikir tentang kudeta militer atau revolusi berdarah. Namun, menurut Levitsky dan Ziblatt, ancaman terbesar terhadap demokrasi modern datang dari dalam, yakni dari mereka yang seharusnya menjadi pelindung demokrasi itu sendiri.
Para pemimpin terpilih yang seharusnya menjaga prinsip-prinsip demokrasi, justru dapat merusaknya melalui langkah-langkah yang tampaknya sah tetapi bertujuan untuk mengkonsolidasikan kekuasaan mereka. Kekuatan satu tangan dalam menguasai lembaga peradilan dan hukum adalah salah satu ancaman terbesar bagi demokrasi. Ketika satu pihak mengendalikan semua aspek pemerintahan, dari legislatif, eksekutif, hingga yudikatif, maka tidak ada lagi checks and balances yang efektif.
Demokrasi memerlukan independensi lembaga-lembaga tersebut agar dapat berfungsi sebagai pengawas satu sama lain. Jika lembaga peradilan dan hukum dikendalikan oleh satu tangan, maka tidak ada lagi yang bisa mengontrol atau menantang keputusan-keputusan yang diambil, yang pada akhirnya mengarah pada tirani.
Manipulasi demokrasi sering kali dilakukan dengan cara menggunakan hukum sebagai alat untuk membungkam oposisi dan mengontrol masyarakat. Ketika hukum digunakan bukan untuk menegakkan keadilan, melainkan untuk mempertahankan kekuasaan, maka demokrasi mulai kehilangan esensinya. Demokrasi yang sehat harus memberikan ruang bagi kebebasan berpendapat, hak berserikat, dan kebebasan pers. Jika semua itu dibungkam dengan dalih hukum, maka demokrasi telah mati secara substansial.
Selain itu, Demokrasi yang kehilangan norma dan etika akan cenderung manipulatif. Pemimpin yang tidak lagi setia pada prinsip-prinsip demokrasi, yang mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompoknya di atas kepentingan umum, akan menggunakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan. Ini termasuk manipulasi hasil pemilu, intimidasi terhadap lawan politik, dan penyalahgunaan sumber daya negara.
Idependensi Lembaga Peradilan
Salah satu cara untuk menjaga demokrasi tetap menyala adalah dengan membangun independensi lembaga-lembaga peradilan, hukum, dan lembaga-lembaga masyarakat yang menjadi kekuatan penyeimbang. Independensi lembaga peradilan sangat penting untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan tanpa intervensi politik. Lembaga-lembaga ini harus memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan berdasarkan hukum dan keadilan, bukan berdasarkan tekanan atau pengaruh dari pihak-pihak tertentu. Masyarakat sipil juga memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi.
Kekuatan masyarakat sipil yang kuat dapat menjadi penyeimbang terhadap kekuasaan pemerintah. Masyarakat sipil yang aktif dan kritis dapat mengawasi tindakan pemerintah dan menuntut akuntabilitas. Kebebasan pers juga merupakan elemen kunci dalam masyarakat sipil yang sehat, karena pers yang bebas dapat mengungkap penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.
Demokrasi tidak hanya membutuhkan institusi yang kuat, tetapi juga membutuhkan etika dan moral dari para pemimpinnya. Pemimpin yang beretika akan selalu menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi. Mereka akan bekerja untuk kesejahteraan masyarakat dan mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi.
Dalam sejarah, banyak contoh pemimpin yang rela melepaskan kekuasaannya demi menjaga demokrasi tetap hidup. Salah satu contohnya adalah Thomas Jefferson, presiden Amerika Serikat, yang menolak untuk dipilih kembali untuk ketiga kalinya demi menyelamatkan demokrasi.
Kesadaran bersama dari para elite politik sangat diperlukan untuk menjaga demokrasi tetap hidup. Elite politik yang setia pada prinsip-prinsip demokrasi akan bekerja untuk kepentingan umum dan bukan hanya untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Mereka akan menghormati hasil pemilu, menghargai hak-hak oposisi, dan tidak akan menggunakan kekuasaan mereka untuk menekan lawan politik.
Media massa memiliki peran krusial dalam menjaga demokrasi. Media yang independen dan bebas dapat menjadi alat kontrol yang efektif terhadap pemerintah. Mereka dapat mengungkap penyalahgunaan kekuasaan dan memberikan informasi yang objektif kepada masyarakat. Media massa yang kuat dan independen dapat membantu menjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintah.
Pendidikan juga memainkan peran penting dalam menjaga demokrasi tetap hidup. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan warga negara yang kritis dan sadar akan hak dan kewajibannya. Pendidikan demokrasi harus dimulai sejak dini agar masyarakat memahami pentingnya demokrasi dan bagaimana cara mempertahankannya.
Di era modern, demokrasi menghadapi banyak tantangan, termasuk globalisasi, perubahan teknologi, dan peningkatan polarisasi politik.Globalisasi dapat membawa tantangan baru bagi demokrasi, seperti meningkatnya ketimpangan ekonomi dan migrasi massal.
Perubahan teknologi, terutama media sosial, juga dapat digunakan untuk menyebarkan disinformasi dan mempolarisasi masyarakat. Selain itu, peningkatan polarisasi politik dapat membuat dialog dan kompromi semakin sulit, yang pada akhirnya mengancam stabilitas demokrasi. Menjaga demokrasi tetap menyala adalah tugas bersama. Demokrasi membutuhkan lembaga-lembaga yang independen, masyarakat sipil yang kuat, media massa yang bebas, dan pendidikan yang berkualitas.
Di atas semua itu, demokrasi membutuhkan pemimpin yang beretika dan setia pada prinsip-prinsip demokrasi. Hanya dengan cara inilah kita dapat memastikan bahwa demokrasi tetap hidup dan berfungsi untuk kebaikan semua orang. Demokrasi tidak boleh mati di tangan mereka yang seharusnya menjaganya. Demokrasi harus terus diperjuangkan dan dijaga agar tetap menjadi sistem pemerintahan yang adil dan berkeadilan bagi semua.
Salah satu syarat utama agar demokrasi dapat bertahan dan berkembang adalah adanya konsensus di antara para elite politik untuk menjaga dan menghormati prinsip-prinsip demokrasi. Konsensus politik ini penting untuk memastikan bahwa semua pihak setuju untuk bermain sesuai aturan dan siap menerima hasil pemilu apa pun.
Ketika para pemimpin politik mulai memanipulasi sistem demi keuntungan pribadi atau kelompok, demokrasi akan mulai terkikis. Demokrasi tidak bisa berjalan dengan baik tanpa adanya keadilan sosial.
Keadilan sosial adalah prasyarat bagi keberlangsungan demokrasi, karena tanpa keadilan, ketidakpuasan masyarakat akan meningkat dan bisa mengarah pada kerusuhan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa semua warga negara mendapatkan hak dan kesempatan yang sama. Kebijakan-kebijakan yang mendukung keadilan sosial harus diprioritaskan untuk menjaga stabilitas dan legitimasi demokrasi.
Demokrasi membutuhkan pemimpin yang lebih dari sekadar politisi; demokrasi membutuhkan negarawan sejati. Negarawan adalah mereka yang memiliki visi jangka panjang untuk kebaikan masyarakat, yang rela mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan umum, dan yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan kelompok atau golonganoleh.
Seperti yang telah diungkapkan oleh Levitsky dan Ziblatt, ancaman terbesar terhadap demokrasi sering kali datang dari dalam. Ancaman internal ini bisa berupa korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan akuntabilitas untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang didukung oleh partisipasi aktif dari warganya. Partisipasi publik dalam proses politik, baik melalui pemilu, debat publik, atau keterlibatan dalam organisasi masyarakat sipil, sangat penting untuk menjaga demokrasi tetap hidup. Pemerintah harus menciptakan ruang yang aman dan inklusif bagi warga untuk berpartisipasi dan mengekspresikan pandangan mereka.
Di era digital, tantangan terhadap demokrasi semakin kompleks. Internet dan media sosial memberikan platform baru untuk komunikasi dan partisipasi politik, tetapi juga membawa risiko disinformasi dan manipulasi. Penting untuk meningkatkan literasi digital masyarakat agar mereka dapat membedakan antara informasi yang benar dan yang menyesatkan. Selain itu, perlu ada regulasi yang tepat untuk mengatasi penyebaran hoaks tanpa mengorbankan kebebasan berbicara.
Pendidikan demokrasi harus menjadi bagian integral dari kurikulum di semua tingkat pendidikan. Pendidikan demokrasi bukan hanya tentang mengajarkan sejarah dan teori politik, tetapi juga tentang membentuk warga negara yang kritis, bertanggung jawab, dan aktif dalam kehidupan demokratis. Pendidikan ini harus mencakup pemahaman tentang hak-hak asasi manusia, pentingnya toleransi dan pluralisme, serta cara-cara untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi.
Sistem pemilu yang adil dan transparan adalah fondasi dari demokrasi yang sehat. Reformasi sistem pemilu mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa setiap suara benar-benar dihitung dan perwakilan dipilih secara adil. Ini bisa termasuk langkah-langkah untuk mencegah gerrymandering, memperbaiki akses pemilih, dan memastikan bahwa proses pemilihan bebas dari kecurangan dan intimidasi.
Untuk menjaga demokrasi, sistem hukum harus independen dan tidak memihak. Penegakan hukum yang adil dan merata adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Lembaga peradilan harus mampu menjalankan tugasnya tanpa tekanan politik, dan setiap pelanggaran hukum harus ditindak tegas, tanpa pandang bulu.
Stabilitas ekonomi juga sangat penting bagi kelangsungan demokrasi. Ketidakstabilan ekonomi sering kali menyebabkan ketidakpuasan publik yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin menggoyang demokrasi. Oleh karena itu, pemerintah harus berfokus pada kebijakan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, yang dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh warga negara.
Budaya demokrasi adalah aspek penting yang harus dikembangkan dan dipertahankan. Budaya demokrasi mencakup nilai-nilai seperti toleransi, kebebasan berbicara, dan penghormatan terhadap perbedaan. Masyarakat yang memiliki budaya demokrasi yang kuat akan lebih siap untuk mempertahankan sistem demokrasi mereka dari ancaman internal dan eksternal.
Dalam dunia yang semakin terhubung, kerja sama internasional juga penting untuk mendukung dan memperkuat demokrasi. Negara-negara demokratis dapat saling belajar dan berbagi pengalaman tentang cara-cara terbaik untuk mengatasi tantangan terhadap demokrasi. Selain itu, dukungan internasional juga bisa menjadi penopang bagi negara-negara yang sedang berjuang untuk mempertahankan atau membangun sistem demokrasi mereka.
Menjaga demokrasi tetap menyala memerlukan upaya yang terus-menerus dan kerja sama dari semua pihak. Demokrasi tidak hanya tentang memiliki sistem pemilu yang adil, tetapi juga tentang memastikan bahwa semua elemen masyarakat dapat berpartisipasi dan memiliki suara dalam proses politik.
Pemimpin yang beretika, lembaga yang independen, partisipasi publik yang aktif, dan budaya demokrasi yang kuat adalah kunci untuk memastikan bahwa demokrasi dapat bertahan dan berkembang. Kita harus selalu waspada terhadap ancaman-ancaman yang dapat merusak demokrasi, baik yang datang dari dalam maupun luar.
Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa demokrasi tetap menjadi sistem pemerintahan yang adil dan berkeadilan, yang melayani kepentingan seluruh warga negara. Menjaga demokrasi tetap menyala adalah tanggung jawab kita bersama, dan hanya dengan kerja sama dan komitmen kita dapat mencapai tujuan tersebut.
Advertisement