Menjadi Juru Damai, Ini Peran Penting Muhammadiyah
Sebelum Muhammadiyah berdiri tahun 1912, KH. Ahmad Dahlan sebagai pendirinya telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka bekerja sama dengan berbagai kelompok masyarakat dalam misi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Memberi pangan pada masyarakat yang kelaparan.
"Memberi kebutuhan pendidikan pada anak yang terlantar. Memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat yang membutuhkan," tutur Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad saat ditemui di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jogjakarta, dalam keterangan Jumat, 6 Maret 2020.
“KH. Ahmad Dahlan adalah tokoh yang serius mengusung moderasi, washathiyah, bergumul langsung dengan unsur-unsur masyarakat. Walau pun penegasan kepribadian Muhammadiyah secara tertulis baru ada sekitar tahun 60-an, namun jiwanya telah ada sejak awal kelahirannya,” tutur Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati ini.
Menurut Dadang, Muhammadiyah sebagai gerakan yang notabenenya Islam, dapat bergandengan tangan dengan sebuah organisasi yang berbasis nasionalis yaitu Budi Utomo. Sebagai organisasi yang mempunyai pandangan netral terhadap agama, Budi Utomo turut mendukung berdirinya Muhammadiyah ini.
Selain dengan Budi Utomo, Muhammadiyah juga sering mengadakan dialog lintas mazhab bahkan lintas agama dengan tokoh-tokoh kunci Katolik.
“Kita selalu berusaha menjaga keharmonisan baik dalam berbangsa maupun dalam beragama. Karena itu, sebagai warga Muhammadiyah, kita tidak boleh mengklaim bahwa kelompok kita yang paling benar," tuturnya.
"Walaupun misalnya keyakinan itu ada, tapi tetap harus kasih penuh dengan sayang, dalam artian tidak diskriminatif terhadap siapapun, tidak memandang rendah orang yang berbeda keyakinan dan kepercayaan,” ujar Dadang.
Dadang juga mengatakan bahwa sekiranya ada pihak yang mengusik persatuan, tugas utama yang perlu dilakukan adalah menjadi juru damai. Dadang mengutip QS. Al-Hujurat ayat 9-10 ditegaskan bahwa segala bentuk perselisihan di antara umat manusia hendaknya didudukkan secara adil serta diupayakan jalan keluarnya yang paling baik dan bisa diterima oleh pihak-pihak yang terlibat.
“Ayat Quran jelas bahwa kita harus melerai perselisihan. Artinya, sebagai warga Muhammadiyah jangan menjadi sumber konflik. Artinya tidak menjadi agen adu domba, itu yang pertama. Yang kedua, jangan membiarkan orang lain konflik. Warga Muhammadiyah harus jadi penengah. Ini ajaran wasathiyyah Muhammadiyah sejak dulu,” kata Dadang.
Dadang kemudian mengutip QS. Al-Baqarah ayat 224 yang menegaskan bahwa berbuat untuk mendamaikan terhadap suatu pertengkaran itu lebih baik bagi segenap umat Islam. Ayat ini menurut Dadang juga bisa dijadikan sebagai landasan untuk menjadi agen pemersatu bangsa.
“Kalau saya pake teori, orang-orang yang moderat, selalu ingin damai, tanpa diskriminasi, menghargai keragaman, selalu berukhuwah adalah cerminan dari universal ethic. Artinya tidak membeda-bedakan orang, hanya karena perbedaan keyakinan suku bangsa, keyakinan, warna kulit dan sebagainya,”jelas Dadang.