Menikmati Gudeg Pawon Yogyakarta, Serasa Makan di Rumah Sendiri
Yogyakarta dijuluki Kota Gudeg, memang pantas. Faktanya warung nasi gudeg ada di mana-mana. Ibaratnya, setiap jengkal ada warung nasi gudeg.
Dari sejumlah warung gudeg di Yogyakarta, ada yang tergolong unik, namanya 'Gudeg Pawon'. Lokasinya nyelempit di sebuah gang Jalan Janturan Warungbroto DIY.
Yang perlu diingat ketika akan menikmati nasi Gudeg Pawon jangan membayangkan lokasinya rapi seperti lazimnya restoran di mal yang semuanya tertata rapi dan menarik.
Tetapi di warung gudeg yang satu ini memang berbeda, semua dilakukan di dapur atau pawon.
Artinya pengunjung dapat menikmati nasi gudeg langsung di dapur. Asap dan peralatan dapur bekas untuk memasak yang berserakan, menambah nikmatnya kuliner yang menjadi ikon Yogyakarta, seperti makan di rumah sendiri.
Nasi Gudeg Pawon ini juga disajikan lengkap dengan nasi dicampur kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tempe, tahu dan sambal goreng krecek yang pedas.
Rasa khas gudegnya berasal dari bahan-bahan pilihan yang dimasak secara tradisional berdasarkan resep asli yang dipertahankan hingga saat ini.
Tapi untuk menyantap Gudeg Pawon ini baru bisa dilakukan pukul 23.00 WIB hingga pukul 0I.00 dini hari.
Meski Gudeg Pawon ini spesial buka pada malam hari, pengunjungnya membeludak sampai antre. Apalagi pada malam Minggu, antreannya bisa mencapai 400 meter, tetapi tidak semua terlayani.
Kalau waktunya tutup sekalipun masih ada yang antre, rambu peringatan "Tutup" sudah dikeluarkan, pengunjung yang baru datang harus legowo.
Pengunjung mendapat giliran masuk dapur, Sumarwanto, istri pemilik Gudeg Pawon, langsung menyabut dengan pertanyaan: "Pakai apa?" Setelah dijawab baru diracik sesuai pesanan.
Dapur itu luasnya kira-kira 8 meter kali 6 meter. Di tengah ruangan, ada bakul besar berisi nasi diletakkan di atas kursi. Di dekat pintu masuk, ada meja, kursi. Di sinilah gudeg diracik. Di sinilah gudeg dibayar.
Di ruang dapur ini terdapat sebuah tungku kayu panjang bermata tiga terus-menerus membubungkan asap dengan kukusan, panci air panas, dan wajan di atasnya.
Dapur itu juga remang, hanya neon redup dan merah jingga api tungku—sesekali lampu flash pelanggan.
Cikal bakal Pawon mulai ada sejak 1958. Waktu itu, Bu Prapto Widarso, jualan berpindah-pindah, dari Gondomanan, terminal, dan Pasar Sentul tiap pukul tiga subuh. Pelanggan setia awalnya adalah penjual dan pembeli di pasar yang memilih gudegnya sebagai sarapan sebelum beraktivitas.
Oleh karena antusiasme pelanggan yang sampai menyusul ke rumah bila Bu Prapto belum sampai di tempat jualannya, akhirnya pada tahun 2000, ia memilih berjualan di rumah saja.
Jam buka yang awalnya pukul tiga menjelang Subuh, sekarang dimajukan menjadi 23.00. Inilah awal usaha yang sekarang diteruskan anak keduanya, Pak Sumarwanto, yang percaya, menurut saran petuah ibunya, bahwa kerja itu tidak perlu ngoyo-ngoyo.
Maka dari itu, pintu dapurnya rata-rata hanya terbuka dua jam sebelum akhirnya tertutup kembali. Gudeg ini cepat habis bukan karena jumlah porsinya terbatas, tapi juga rasanya.
Gudeng Pawon, dijuluki "gudeg artis" karena banyak artis yang mapir. Waktu Ngopibareng menikmati Gudeg Pawon, sempat bertemu dengan Yuni Sara. Pelantun lagu "Kemuning" menyebut Gudeg Pawon sebagai salah satu makanan yang dia senangi selama di Yogyakarta. "Saya suka makan di Gudeg Pawon selain masakannya cocok, orang-orangnya ramah," pujinya.
Advertisement