Mengusik Pancasila Bermain-main Siasat, Ini Respon Haedar Nashir
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, publik memprihatinkan Indonesia saat ini makin bebas dan sarat masalah terutama kontroversi berbagai perundang-undangan. Ada yang bergagasan Indonesia tiru Singapura, membebaskan negara dari urusan agama dan pelajaran agama.
"Ya, Indonesia memanas lagi! Pemicunya RUU Haluan Ideologi Negara yang kontroversial. Berbagai komponen bangsa menolak keras. Aksi massa di Jakarta dan sejumlah daerah marak, mendesak RUU tersebut dicabut dari legislasi," tuturnya.
Haedar mengingatkan, kita cermati dengan seksama bagaimana itikad politik para wakil rakyat di DPR. Semoga kabar positif, tidak lagi bermain-main siasat. Mengikuti suara kebenaran itu sungguh terhormat dan negarawan!
"Agama dianggap musuh Pancasila. Pancasila diperas lagi jadi trisila dan ekasila serta Ketuhanan yang berkebudayaan. Ada yang bangga jadi anak PKI. Di seberang lain sempat ada gerakan ideologis untuk negara kekhalifahan," kata Haedar Nashir, dikutip dari pesannya "Bermula dari Amandemen" di muhammadiyah.or.id, Senin 29 Juni 2020.
Menurutya, para ahli menyebut Indonesia makin liberal. Liberalisasi politik tumbuh bersama demokratisasi yang sangat terbuka. Oligarki politik dan ekonomi mekar. Pemerintah serta Parpol-parpol dan elitenya makin pragmatis. DPR seolah jadi alat stempel politik. Otonomi daerah mirip federasi. Pendidikan dibawa ke sistem liberal dengan konsep merdeka.
Liberalisasi ekonomi? Menurut para ahli sejak reformasi perekonomian negeri ini makin Neolib. Investasi dan tenaga kerja asing terbuka sekali. Utang luar negeri meninggi. Sekelompok kecil menguasai kekayaan dan sumberdaya alam Indonesia, dengan akses ekonomi-politik yang leluasa. Oligarki ekonomi menyatu dengan dunia politik. Jadilah negara oligarkis!
Akar Masalah
Kenapa Indonesia saat ini menjadi makin bebas dan sering bermasakah dengan isi perundang-undangan? Sebutlah RUU HIP, Omnibus Law, UU Minerba, UU Ormas, dan sebagainya. Indonesia menjadi negara serba-ada dan serba-boleh.
"Tentu setiap rezim pemerintahan harus bertanggungjawab atas kebijakan yang dibuatnya. Bawalah Indonesia benar-benar di atas rel konstitusi dan diabdikan sebesar-besarnya bagi hajat hidup rakyat sebagaimana diletakkan fondasinya oleh para pendiri negeri 18 Agustus 1945. Jangan dibelokkan ke arah yang salah," kata Haedar Nashir.
Bersamaan dengan itu, dalam spektrum yang besar dan struktural jika mau jujur dan objektif, negara tercinta ini menjadi liberal dan oligarki terjadi setelah reformasi 1998. Reformasi itulah yang menyebabkan Indonesia menjadi negara makin Neolib.
Pintu masuk utamanya melalui Amandemen UUD 1945. Sejak reformasi itulah Indonesia benar-benar menjadi bangsa dan negara yang bebas dan terbuka di bidang politik, ekonomi, budaya, keagamaan, ideologi, dan aspek kehidupan lainnya.
Bukalah pasal-pasal UUD 1945 hasil amandemen tentang hak warga negara misalnya, sungguh sangat liberal. Baca selain pasal 27, pasal 28 A-J tentang hak asasi manusia. Jangan mencegah siapapun jadi presiden dan pejabat tinggi negara karena semua berhak secara konstitusi. Lebih-lebih setelah kata "Indonesia aseli" hilang. Hak berkumpul dan berserikatpun sangat terbuka.
Pasal 33 UUD 1945 yg semula murni ekonomi kerakyatan, dibuka keran demokrasi ekonomi. Hingga almarhum Prof Mubyarto yang ahli ekonomi Pancasila menarik diri dari pembahasan di MPR. Tidaklah perlu heran dengan berbagai UU saat ini yang bersifat liberal dan pro-ekonomi kapitalisme, hal itu konsekuensi otomatis dari amandemen mendasar UUD 1945 itu. Kenapa hanya merisaukan RUU dan UU yang di hilir?
Bagaimama kabar KKN? Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang dulu sangat heroik disuarakan para pejuang reformasi bermetamorfosis. Secara faktual KKN saat ini beranak-pinang. KKN baru bertumbuh bersama KKN lama.
Otonomi daerah menyuburkan desentralisasi KKN. Nepotisme berubah menjadi politik dinasti. Masih adakah para reformis yang konsisten anti-KKN? Alhamdulillah kalau masih ada, serta tidak menjadi pelaku KKN baru!
Kekuasaan eksekutif praktiknya dominan. Ketika amandemen diberlakukan sebenarnya urusan utamanya ingin perubahan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden agar dibatasi dua kali periode, serta langsung dipilih rakyat dan bukan oleh MPR.
Tujuannya agar tidak Executive Heavy, bandul kekuasaan di eksekutif. Secara verbal yudisial berhasil. Tetapi pasca reformasi atas dasar pilihan langsung itulah maka siapapun Presiden dan Wapresnya yang terpilih, sulit dikontrol karena merasa mendapat mandat rakyat. Kekuasaan eksekutif malah menguasai parlemen melalui koalisi politik.
Bandul kekuasaan pun bergeser ekstrem. Dari oligarki MPR beralih ke oligarki politik eksekutif dan legislatif atasnama rakyat. Mahkamah Konstitusi sangat kuat, sedangkan MPR saat ini kekuasaan ad-hoc. Semuanya sulit dikontrol.
"Jika digugat rakyat, rakyat yang mana? Inilah sistem dan praktik ketatangeraan baru produk reformasi yang liberal dan oligarki. Kenapa hanya dirisaukan hilirnya? Hilir wajib diselesaikan. Tetapi bila menggugat Neolib dalam segala bentuk, sekalian ke hulunya pada UUD 1945 hasil amandemen dan reformasi yang liberal itu," kata Haedar Nashir.