Budidaya Lobster ala Mantan Pelaku Ilegal Fishing
Deburan ombak terdengar bersahutan. Matahari bersinar sempurna lengkap dengan teriknya yang menyengat. Di bawah rindangnya cemara udang, tampak beberapa orang mengelilingi sebuah wadah berkerangka besi berbalutkan jala berwarna biru. Wadah berbentuk bulat berdiameter sekitar 3 meter itu merupakan keramba dasar untuk lobster.
Beberapa orang di sekelilingnya tampak memegang semacam jarum besar. Mereka sedang mencari bagian jaring yang rusak untuk disulam. Beberapa laki-laki ini merupakan nelayan pembudidaya lobster air tawar di kawasan Pantai Grand Watudodol (GWD), Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo Banyuwangi. Mereka tergabung dalam Kelompok Budidaya Ikan (Pokdakan) Pesona Bahari. Ada 12 orang nelayan yang tergabung dalam Pokdakan ini.
“Awalnya kami memulai budidaya lobster ini hanya sekitar 6 keramba saja. Sekarang sudah ada 21 keramba,” kata Ketua Pokdakan Pesona Bahari, Abdul Azis, 49 tahun dalam sebuah perbicangan di lokasi GWD beberapa waktu lalu.
Warga Dusun Paras Putih, Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi ini, menuturkan, budidaya lobster ini dimulai sekitar bulan Juli 2020 lalu. Ketika itu terjadi himpitan ekonomi akibat terjangan Pandemi covid-19.
Para nelayan ini mulanya tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesona Bahari mulai merasakan kesulitan mencari nafkah. Pantas saja, pada bulan Juli 2020, pemerintah Indonesia bahkan seluru dunia sedang gencar-gencarnya melakukan lockdown akibat serangan virus asal Wuhan, China. Dia bersama rekan-rekannya di Pokdarwis harus mencari terobosan agar tetap bisa memberi nafkah keluarganya secara layak. Sehingga terbentuklah Pokdakan Pesona Bahari.
“Ini terobosan akibat Pandemi covid-19. Karena Pandemi memukul semua sektor termasuk pariwisata. Saat pariwisata lesu inisiatif untuk melakukan budidaya Lobster. Akhirnya budidaya lobster,” jelasnya sembari menyeruput kopi hitam.
Setelah meletakkan gelas kopi di lantai pondok berukuran 2,5x2,5 meter yang berada di tepi pantai itu, Azis meneruskan cerita bagaimana Dia dan teman-temannya mengawali budidaya lobster. Mulanya dia bersama nelayan yang lain harus berfikir ekstra keras untuk memilih jenis keramba yang dipilih. Arus laut di sekitar pantai GWD sangat besar, sehingga tidak memungkinkan menggunakan keramba apung.
Karena faktor arus laut yang kencang inilah, akhirnya dipilihlah keramba dasar. Diluar dugaan, hasil budidaya lobster dengan menggunakan sistem keramba dasar membuat nelayan bisa tersenyum lebar. Tidak hanya sekedar membantu para anggota Pokdarwis yang meraskan lesunya sektor wisata. Lebih dari itu, hasil budidaya lobster ini justru lebih menggiurkan dari pendapatannya.
“Dengan menggunakan keramba dasar, kualitas lobsternya sama seperti yang hidup di alam liar. Sehingga pemintanya banyak,” ujarnya.
Semilir angin ditepi pantai GWD mengeliminasi panas matahari. Ini membuat perbincangan siang itu semakin gayeng. Sambil menunjukkan lokasi keramba lobster, Azis mengungkapkan, karena keramba berada di alam, perawatannya tidak terlalu susah.
Namun demikian, setiap hari lobster dalam keramba ini harus diberi makan. Jenis pakannya beragam. Bisa dengan kerang hijau, ikan kecil ataupun keong sawah. Untuk memberikan pakan, nelayan harus menyelam ke lokasi keramba yang diikat di dasar laut.
Ada berbagai jenis lobster yang dibudidaya di kawasan pantai GWD ini. Mulai lobster jenis pasir, mutiara, batik, bambu, hingga jenis lobster batu. Namun yang paling banyak adalah jenis pasir. Untuk benihnya diperoleh dari wilayah Banyuwangi saja. Biasanya benih lobster untuk dibudidaya dalam keramba beratnya minimal 25 gram.
Sejak memulai usaha budidaya pada Juli 2020 hingga saat ini, Pokdakan Pesona Bahari sudah melakukan panen lobster sebanyak 10 kali. Panen dilakukan dalam medio 4-5 bulan dengan hasil sekitar 120 kg setiap kali panen.
Namun panen dilakukan dengan cara parsial atau dipilih dengan kriteria tertentu. Karena lobster yang dipanen harus disesuaikan dengan ukuran yang sudah diizinkan. Jenis lobster pasir minimal 150 gram sedangkan jenis yang lain minimal berat yang boleh dipanen adalah 200 gram. Selain itu, lobster yang sedang bertelur juga tidak boleh dipanen.
“Ada 2 persen dari hasil panen harus dilepas ke alam. Tujuannya untuk menjaga sustainabel atau keberlangsungan lobster yang ada di alam,” katanya.
Keberhasilan Pokdakan mengembangkan budidaya lobster dengan menggunakan keramba dasar menginspirasi nelayan yang lain. Hingga saat ini, sudah ada 197 keramba lobster di wilayah perairan Banyuwangi utara saja.
Lobster hasil budidaya para nelayan ini seluruhnya dipasarkan ke mancanegara. Pasar utamanya adalah Tiongkok, Vietnam dan Singapura. Pada saat-saat tertentu seperti Imlek harga lobster sangat menggiurkan. Karena harga dipengaruhi kondisi terkini pandemi covid-19 di wilayah tujuan ekspor.
“Saat ini harga sedang turun, lobster pasir dengan ukuran 200 gram lebih hanya Rp320 per kilogram. Tapi kalau pas bagus seperti pas imlek kemarin ukuran 200 gram bisa sampai Rp620 ribu, lobster mutiara bisa Rp1,2 juta per kilogram,” jelasnya.
Seluruh Pembudidaya Lobster Pernah Menjadi Pelaku Illegal Fishing
Para anggota Pokdakan Pesona Bahari, dahulunya merupakan pelaku illegal fishing. Sebagian besar adalah nelayan pencari ikan hias dengan cara-cara yang tidak direstui Undang-undang. Pada saat industri Pariwisata Banyuwangi mulai berkembang, mereka mulai meninggalkan kegiatan itu dan menjadi pelaku pariwisata
“Sekitaran tahun 2015, para nelayan ini mulai menggunakan perahunya untuk transportasi wisata,” kata Abdul Azis.
Ada yang mengangkut wisatawann ke Pulau Tabuhan hingga ke Pulau Menjangan, ada yang sekaligus menjadi guide dan memandu snorkling. Tidak sedikit juga nelayan yang menjadikan perahunya untuk wisata keliling pesisir selat Bali.
Seiring waktu berjalan, pola fikir masyarakat terus berubah. Yang dulunya pelaku illegal fishing dan notabene bisa merusak ekosistem laut, nelayan berubah menjadi agen perubahan untuk menjaga dan melestarikan alam. Dengan sendirinya para nelayan ini menyadari, jika alam rusak maka pengunjung atau wisatawan tidak akan ada. Sebaliknya, jika alamnya bagus wisatawan akan semakin banyak.
“Kami sepakat untuk menjaga alam, karena semakin alam dilestarikan semakin alam mensejahterakan,” kata suami dari Rukyatul Hasanah.
Jadi Unit Percontohan Budidaya Lobster Sistem Keramba Dasar
Yang tidak kalah membanggakan, kini budidaya lobster yang dilakukan Pokdakan Pesona Bahari telah dijadikan percontohan secara nasional oleh Kementerian Kelautan Dan Perikanan RI. Sehingga banyak mahasiswa yang datang untuk menimba ilmu atau melakukan penelitian di tempat ini.
“Banyak yang melakukan penelitian disini seperti dari Poltek Perikanan Sidoarjo, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, dari Bali juga ada,” jelas ayah dua anak ini.
Riswanda Rangga Putra, 23 tahun, seorang mahasiswa semester akhir di UIN Sunan Ampel Surabaya menuturkan, metode budidaya lobster di tempat ini sangat bagus dan menarik untuk terus dipelajari. Karena selain arus laut yang kuat di tempat ini juga merupakan satu-satunya budidaya lobster dengan menggunakan keramba dasar.
“Berharap bisa dikembangkan di seluruh Indonesia karena metode keramba dasar hanya di Banyuwangi, lainnya keramba apung,” ungkap mahasiswa asal Sidoarjo ini.
Pemuda yang mulai melakukan penelitian sejak November 2020 ini menyatakan dirinya melakukan penelitian untuk kebutuhan skripsi. Dia mengaku melakukan penelitian di sana setelah mendapatkan referensi dari salah satu dosennya. Saat ini skripsinya sudah selesai. Namun dirinya masih ingin berlama-lama berada di tempat ini.
“Sementara masih ingin berada di sini untuk belajar agar mendapat ilmu lebih dalam lagi untuk pengembangan,” jlentrehnya.