Mengonsumsi Uang Deposito, Bagaimana Hukumnya dalam Islam ?
Mursito Ahmad, warga Kalijudan Surabaya mengajukan masalah pada Redaksi ngopibareng.id. “Saya setiap bulan dikasih uang dari ibu untuk kebutuhan hidup di Sala sebesar Rp700.000. Saya tahu, itu hasil dari bunga deposito salah satu bank negara. Saya juga punya keinginan untuk mengambil uang itu untuk membangun usaha. Apa yang harus saya lakukan dengan uang tersebut?”
Guna menanggapi soalan tersebut, berikut penjelasan Ustadz Muhammad Syamsudin dari situs resmi nu-online:
Sebelumnya, kami mengapresiasi semangat Saudara yang ingin lepas dari jeratan sistem riba. Insyaallah, setidaknya dengan niat, kita sudah mendapatkan catatan pahala satu amal kebaikan sampai akhirnya kita benar-benar bisa melaksanakannya. Semoga kita diberi kemampuan dan kemudahan untuk melaksanakannya. Amin.
Penanya yang budiman, deposito bank, baik bank konvensional maupun bank syariah, pada dasarnya disiapkan bagi nasabah yang ingin melakukan investasi melalui wakilnya, yaitu perbankan. Saudara bisa merujuk pada situs resmi bank tersebut untuk mengetahui maksud dari deposito ini.
Investasi dalam istilah fiqihnya dikenal dengan istilah istishna’, yaitu aqad investasi usaha. Dalam investasi terdapat nisbah rasio keuntungan yang harus diberikan kepada pihak shahibul maal (nasabah) oleh pelaku usaha melalui wakilnya yaitu mudlarib (bank). Nisbah rasio ini sifatnya tetap dan diketahui bersama saat awal nasabah mendaftarkan diri ke bank untuk mendepositokan uangnya. Biasanya bank konvensional menetapkan istilah nisbah rasio keuntungan ini sebagai bunga deposito.
Al-Imam Ala’uddin Abi Bakr bin Mas'ud Al-Kasani Al-Hanafi dalam kitab Badai’us Shana’i, juz VI, halaman 80-81, menjelaskan:
إذَا عُرِفَ هَذَا، فَنَقُولُ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ إذَا سُمِّيَ لِلْمُضَارِبِ جُزْءًا مَعْلُومًا مِنْ الرِّبْحِ، فَقَدْ وَجَدَ فِي حَقِّهِ مَا يَفْتَقِرُ إلَى اسْتِحْقَاقِهِ الرِّبْحَ فَيَسْتَحِقُّهُ، وَالْبَاقِي يَسْتَحِقُّهُ رَبُّ الْمَالِ بِمَالِهِ
Artinya: “Bila [jenis Aqad] sudah dikenali, maka dapat kami katakan di sini bahwa: bilamana disampaikan kepada mudlarib satu nisbah yang ma’lum dari laba, maka nisbah laba itu merupakan haqnya, sedangkan sisanya merupakan haq pemilik harta (rabbul mal) sebab modalnya,” (Lihat Al-Imam Ala’uddin Abi Bakr bin Mas'ud Al-Kasani Al-Hanafi, Badai’us Shanai, Kairo, Darul Hadit, juz VI, halaman 80-81).
Apakah ini bukan termasuk riba karena istilahnya saja adalah bunga, sementara bunga adalah identik dengan riba? Jawabnya adalah bukan termasuk riba.
Ada sebuah kaidah fiqih yang menyebutkan:
العبرة فى العقود للمقصاد والمعاني لا للألفاظ والمباني
Artinya, “Pada dasarnya, suatu akad bergantung pada niat dan maknanya, bukan pada lafal dan bentuknya,” (Lihat Muhammad Az-Zuhaily, Al-Qawa’idul Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fil Madzahibil Arba’ah, Beirut, Darul Fikr, juz I, halaman 404).
Maksud dari ibarat ini adalah, meskipun namanya adalah bunga, namun karena praktiknya adalah nisbah keuntungan usaha yang diberikan kepada pemilik modal (nasabah), maka istilah tersebut mengikut maksud dari produk tersebut diciptakan.
Dengan demikian, simpulan hukumnya adalah bahwa saudara penanya boleh menggunakan uang dari bunga deposito tersebut untuk memulai usaha. Penggunaan atas uang dengan status pemakaian atau pinjaman dari hasil deposito adalah boleh. Insyaallah, uang itu bukan termasuk jenis riba.
Demikian jawaban kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq.
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Demikian tanggapan dari Ustadz Muhammad Syamsudin. (adi)
Advertisement