Mengingatkan Kewaspadaan Bencana Tsunami di Selatan Jawa
Laman @Infomitigasi di media sosial X menurunkan komentar soal mitigasi bencana tsunami di wilayah selatan Jawa pada Rabu 19 Juni 2024. Alasannya, hal ini sangat penting untuk dilakukan mengingat wilayah tersebut rentan terhadap potensi bencana alam.
Disebutkan, peningkatan sistem peringatan dini, pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap tsunami, serta pelatihan dan simulasi evakuasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat
Salah satu langkah penting dalam mitigasi bencana tsunami selatan Jawa adalah dengan melakukan pemetaan daerah rawan bencana. Dengan pemetaan ini, dapat diketahui wilayah-wilayah yang rentan terhadap tsunami sehingga dapat dilakukan perencanaan mitigasi yg lebih tepat dan efektif.
Selain itu, peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya tsunami juga sangat penting dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi mengenai tindakan yang harus dilakukan saat terjadi tsunami.
Sistem peringatan dini juga menjadi kunci penting dalam upaya mitigasi bencana tsunami selatan Jawa. Dengan adanya sistem peringatan dini yang efektif, masyarakat dapat segera evakuasi saat terjadi ancaman tsunami sehingga dapat mengurangi risiko korban jiwa.
Pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap tsunami juga perlu dilakukan seperti pembangunan tanggul, shelter tsunami, dan lain sebagainya untuk melindungi masyarakat dari bahaya tsunami.
Dipaparkan, pelatihan dan simulasi evakuasi merupakan langkah krusial untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan.
Sementara itu dalam artikelnya yang diunggah pada Senin 4 Oktober 2021, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meluncurkan dua inovasi sekaligus guna menghadang potensi tsunami di Selatan Jawa, yaitu EWS Radio Broadcaster dan aplikasi SIRITA (Sirens for Rapid Information on Tsunami Alert) di Cilacap.
Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati peluncuran dua inovasi ini sebagai respon BMKG atas meningkatnya aktivitas kegempaan di Indonesia. Berdasarkan data gempabumi hasil pengamatan BMKG, selama perioda tahun 2008-2016 rata-rata 5000 hingga 6000 kali, 2017 meningkat menjadi 7169, selanjutnya mulai 2018 hingga 2019 melompat menjadi lebih dari 11500 kali dalam satu tahun. Meskipun kemudian agak menurun menjadi 8258 kali di tahun 2020, jumlah ini masih di atas rata-rata kejadian gempabumi tahunan di Indonesia.
Dwikorita menjelaskan, EWS Radio Broadcaster merupakan moda diseminasi berbasis suara guna mengantisipasi kerusakan jaringan komunikasi selular pasca gempa merusak. Sistem ini memanfaatkan jaringan komunikasi berbasis radio yang banyak digunakan oleh pegiat kebencanaan dan komunitas radio berbasis masyarakat, seperti RAPI dan ORARI sebagai hub untuk menyebarkan informasi secara cepat, akurat serta ramah terhadap kelompok masyarakat rentan yang memiliki keterbatasan menelaah pesan berbasis teks.
Sedangkan, SIRITA adalah aplikasi sirine tsunami berbasis android yang dibuat untuk memudahkan pemerintah daerah menyampaikan perintah evakuasi kepada masyarakat sebagai bentuk peringatan dini. Dwikorita menyebut inovasi yang diprakarsai Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara ini, menjadi terobosan di tengah kendala akan banyaknya sirine tsunami yang mati akibat usia pakai.
"Di era saat ini, saya yakin hampir semua orang telah memiliki ponsel pintar berbasis android. Paling tidak, dalam satu rumah tangga pasti ada yang memiliki ponsel pintar, bisa jadi bahkan lebih. Maka dari itu, aplikasi ini akan sangat bermanfaat sebagai bentuk peringatan dini evakuasi bagi masyarakat di pesisir pantai," ujar Dwikorita.
Advertisement