Mengikuti Wisuda Sarjana di Universitas of Glasgow, Apa Uniknya?
Seorang gadis Tionghoa tiba-tiba menyapa dengan riang. Saat ia mengikuti prosesi keluar ruangan tempat wisuda bersama para profesor di Gedung Huntarian Museum University of Glasgow.
“I am Jessica,” katanya ceria sambil merangkul.
Saya yang kebetulan hadir bersama istri sempat bingung. Kami belum pernah ketemu. Kecuali melalui cerita Nissa Lilia Azhari, anak kami yang juga sedang ikut diwisuda hari itu.
Jessica adalah teman satu flat Icha –panggilan Nissa Lilia Azhari. Juga satu jurusan. Ia berasal dai Nanning, RRC. Sama-sama ambil master bidang Komunikasi Politik di salah satu perguruan tinggi tertua di Skotlandia ini.
Keduanya memang sama-sama di wisuda sebagai sarjana program master. Bersama puluhan wisudawan lain. Hari itu, Selasa 28 November 2023, ada dua gelombang wisuda. Siang dan sore.
Hampir seratus wisudawan yang mengikuti prosesi kelulusan itu dalam setiap gelombang. Demikian juga harinya. Sehari sebelumnya ada wisuda. Demikian juga sehari setelahnya.
Hari itu, ada seorang doktor dan puluhan master yang mengikuti wisuda. Ada master untuk jurusan hubungan internasional, riset, digital society and social change, human rights & international politics, media cukture & society, dan political communication.
Yang unik, ada yang diwisuda secara in absentia. Mereka adalah para lulusan yang tidak ikut wisuda karena sudah harus balik ke negaranya. Yang unik lagi, ada satu jurusan yang hampir semua mahasiswanya dari China.
Prosesi wisuda di University of Glasgow sederhana. Diawali sambutan dari beberapa dekan dan rektor. Lalu, masing-masing wisudawan secara giliran maju ke depan untuk mendapat simbol pengenaan topi wisuda. Tentu semua sarjana itu sudah memaki toga.
Gedung Huntarian Museum mirip sebuah gereja. Bangunan kuno. Bangunan yang sudah berusia ratusan taun. Memasuki gedung ini seperti masuk gereja. Ada Orgel, alat musik semacam piano raksasa.
Suaranya menggetarkan. Membawa ke suasana mistik. Prosesi masuknya para guru besar diiringi dengan musik dari orgel gedung tersebut. Demikian juga saat mereka kembali setelah selesai upacara wisuda. Hanya saja, saat kembali diikuti dengan seluruh wisudawan.
Eh…setelah usai masing-masing sarjana melalui prosesi wisuda, seluruh rangkaian itu ditutup dengan doa. Seluruh rangkaian tersebut mengalir tanpa ada instruksi dari master of ceremony seperti biasanya acara serupa di Indonesia.
Saat itu, suhu udara di Glasgow sudah di bawah satu derajat celsius. Karena itu, dinginnya terasa menusuk sampai ke dalam tulang. Termasuk saat ikut proses wisuda di dalam gedung. Setiap wisudawan memperoleh dua undangan agar keluarga bisa menyaksikan.
Jika orang tua mahasiswa tidak bisa hadir, maka biasanya diwakili teman dekat yang sama-sama dari negaranya. “Saya besok ke Edinburgh karena ada teman wisuda dan orang tuanya tidak bisa hadir,” kata Vasa, mahasiswa Oxford University yang juga baru lulus.
Di universitas yang pernah dipimpin Bapak Kapitalisme Adam Smith ini menjadikan wisuda tak hanya sebagai prosesi. Tapi juga menjadi ladang bisnis untuk kampus. Di halaman dibangun tenda besar dengan penghangat.
Semua mahasiswa yang diwisuda dan orang tuanya bisa langsung menghangatkan diri di tenda tersebut. Di dalamnya ada banyak outlet souvenir dan makanan. Semuanya berbayar.
Bahkan, surat kabar The Herald menerbitkan nama-nama wisudawan hari itu. Korannya dijual di pintu keluar gedung tempat wisuda. Per eksemplar GBP 2,5 atau setara Rp50 ribuan.
Tak hanya itu. Selain aksesoris kampus, juga dijual hoodie dengan daftar nama-nama wisudawan. Tentu nama-nama itu kecil-kecil di bagian belakang. Sementara bagian depan ada logo kampus.
Tak ketinggalan dijual foto wisudawan dari fotografer kampus. Tentu saja hampir semua membutuhkan karena keluarga tidak bisa memotret sendiri saat para sarjana tersebut di wisuda satu per satu.
Kampus utama University of Glasgow ini bangunannya menyerupai kastil. Lokasinya di atas bukit. Di halaman belakang kampus bisa melihat Kota Glasgow dari atas.
Selain Adam Smith yang sangat terkenal di bidang ekonomi, universitas yang berdiri tahun 1451 ini telah menghasilkan banyak ilmuwan top. Terakhir, di tahun 2021, salah satu dosennya David Macmillan menerima Nobel di bidang Kimia.
Advertisement