Menghitung Nasi Bungkus Enembe
Oleh; Djono W. Oesman
KPK menangkap Gubernur Papua, Lukas Enembe. Penjaganya menyusut. Dari ribuan jadi puluhan. Menko Polhukam Mahfud MD memantau dari pesanan nasi bungkus untuk penjaga. Dari puluhan sampai nol. Sederhana sekali.
--------------
Lukas selaku tersangka korupsi sangat sulit ditangkap KPK. Status tersangka sejak 5 September 2022. Tapi KPK tidak bisa menangkap. Sebab, rumah Lukas dijaga ribuan orang simpatisan. Siap mati bela Lukas.
Ternyata, kata Mahfud gampang menangani itu. Pantau jumlah penjaga. Mahfud kepada pers di kantornya, Rabu (11/1) mengatakan:
"Kita tahulah... Lukas tuh pendukungnya berapa. Hari pertama (penetapan Lukas tersangka) dia beli nasi bungkus, misalnya 5.000. Terus turun 3.000, terakhir turun cuma 60. Ini sekarang sudah tidak ada orang yang jaga di sana, kita tahu. Masak, kita tidak tahu yang begitu. Makanya terus dihitung cara menangkapnya gimana. Gampang kan nangkap-nya."
Mahfud mengungkap: "Kita punya catatan dari katering untuk makanan buat yang suka duduk-duduk di depan rumah (Lukas), itu. Sehari turun, sehari turun, terus begitu. Kita terus menghitung tiap hari ada catatannya. Supaya nangkap-nya lebih gampang."
Nasi bungkus yang dimaksud Mahfud ini bukan suatu kode, bahwa para simpatisan itu orang bayaran Lukas. Bukan. Sebab, menyebut orang bayaran, harus dibuktikan pembayarannya. Model begini sangat sulit. Jadi, kata nasi bungkus itu dalam arti sebenarnya.
Dilanjut: "Sesudah ketua KPK berkonsultasi dengan saya, Kamis, 5 Januari 2023, diputuskan bahwa Lukas Enembe akan ditangkap dengan tetap memperhatikan sepenuhnya perlindungan HAM."
Saat diputuskan 'tangkap', jumlah nasi bungkus sudah bisa dihitung jari. Bahkan, kemudian sampai nol. Disimpulkan, tidak ada lagi orang yang duduk-duduk berjaga di rumah Lukas.
Lukas ditangkap Selasa, 10 Januari 2023 bukan di rumahnya. Melainkan dalam perjalanan menuju Bandara Mamit Tolikara, melewati Bandara Sentani.
Perjalanan Lukas itu dalam pantauan KPK.
Ketua KPK, Firli Bahuri dalam keterangan pers mengatakan, pihak KPK mendapat laporan pantauan itu. KPK khawatir Lukas meninggalkan Indonesia.
Firli: "Dapat informasi itu, maka kami menghubungi Wakapolda, Dansat Brimob dan Kabinda untuk membantu menangkap tersangka LE di Bandara Sentani. Karena yang bersangkutan akan keluar Jayapura. Maka titangkap, dan dievakuasi ke Jakarta."
Penangkapan pukul 12.27 WIT (10.27 WIB). Saat Lukas dan rombongan makan siang di Restoran Sendok Garpu di Kotaraja, Jayapura, Papua.
Di restoran berlantai tiga itu rombongan Lukas menempati lantai satu. Segera, tim aparat penegak hukum mendatangi Lukas. Ditangkap tanpa perlawanan berarti.
Kemudian, Lukas dibawa ke Mako Brimob Papua yang berjarak sekitar 700 meter dari lokasi penangkapan. Sebagai tempat transit sementara.
Tapi, Lukas ketahuan petugas memencet HP. Ternyata Lukas memberitahu simpatisannya melalui WhatsApp, bahwa Lukas berada di Mako Brimob.
Maka, sebelum ribuan orang mendatangi Mako Brimob, Lukas langsung dipindahkan lagi ke Bandara Sentani. Supaya siap diterbangkan ke Jakarta.
Lantas, dengan Pesawat Trigana Air, diterbangkan ke Manado, Sulawesi Utara. Dari Manado diterbangkan lagi ke Jakarta. Di Jakarta, langsung menuju RSPAD Gatot Subroto, karena Lukas mengeluh sakit.
Di sana Lukas sudah mengenakan rompi oranye, tahanan KPK. Selesai.
Selesai di Jakarta, belum selesai di Papua. Simpatisan Lukas mengamuk.
Kapolda Papua, Irjen Mathius Fakhiri kepada pers, Rabu (11/1) mengatakan, ada 19 orang simpatisan Lukas ditangkap. Terbagi di dua lokasi.
Di Polres Jayapura, ditangkap 17 orang, karena anarkis dan menyerang polisi. Sehingga bentrok. Dua lagi di Mako Brimob Polda Papua., juga bentrok. Berarti, simpatisan itu telat tiba di lokasi, setelah info WA dari Lukas.
Di Mako Brimob, simpatisan brutal menyerang polisi. Dua orang ditembak. Satu langsung tewas, kena pinggang. Satu lagi dirawat di RS. Dirawat bersama 16 lainnya yang terluka dalam bentrok di Polres Jayapura.
Penangkapan Lukas dikomentari sangat singkat oleh Presiden Jokowi: "Semua orang sama di mata hukum."
Betapa pun keras Lukas menolak diperiksa KPK, ia sudah lama berstatus tersangka korupsi. Tidak mungkin tersangka dibiarkan begitu saja. Atas nama hukum, harus ditangkap untuk disidik.
Jika hasil penyidikan terbukti ia tidak bersalah, maka bakal dibebaskan. Jika terbukti sebaliknya, maka dilanjut ke persidangan. Hakim akan memutuskan, ia melanggar hukum atau tidak.
Lukas tersangka bersama Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka.
Tersangka Rijatono Lakka diduga menyerahkan uang suap kepada Lukas Enembe sekitar Rp1 miliar sehingga terpilih mengerjakan tiga proyek infrastruktur di Pemprov Papua.
Yakni, proyek multiyears peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp 14,8 miliar.
Lalu, proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar.
Dan, proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
KPK sudah lebih dulu menahan tersangka Rijatono selama 20 hari pertama mulai 5 Januari 2023 sampai dengan 24 Januari 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Dikutip dari situs laporan harta kekayaan penyelenggara negara elektronik (e-LHKPN) KPK, jumlah harta Lukas pada 2019 sebesar Rp 21.190.182.290.
Sedangkan pada 2021 menjadi Rp 33.784.396.870. Atau naik Rp 12.594.214.580.
Soal aset, dalam LHKPN 2019, Lukas menyatakan mempunyai 4 aset tanah dan bangunan di Kota Jayapura senilai Rp 1.104.441.000.
Jumlah aset tanah dan bangunan bertambah 2 pada 2022 yang terletak di Kota Jayapura, Papua, masing-masing bernilai Rp 10.000.000.000 dan Rp 2.500.000.000.
Lukas menyatakan, penambahan aset itu adalah dari hasil sendiri. Lukas juga mencatatkan penambahan nilai aset berupa kendaraan, dalam kurun 2019-2021 sebesar Rp 482.489.600.
Belum tentu kenaikan harta kekayaan Lukas hasil korupsi. Belum tentu. Harus dibuktikan dulu di pengadilan. Lukas juga sudah mengatakan, itu atas hasil sendiri. Pengadilan akan fokus pada perkara dugaan suap Rp1 miliar.
Advertisement