Menghilangkan Kebodohan, Ini Jalan Bersejarah Ulama Pesantren
Pondok pesantren, sebagai institusi pendidikan yang berurat berakar di masyarakat sejak sebelum Indonesia merdeka, menjadi bagian penting bagi masyarakat kita. Keberadaan pondok pesantren meluas hingga ke pelosok negeri, bukan hanya di Jawa melainkan juga di wilayah lain Indonesia.
Tak ada pikiran lain dalam ikhtiar berdirinya pondok pesantren, kecuali untuk menghilangkan kebodohan bagi masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam.
KH Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Al-Quran yang juga dikenal akrab dengan KH Abdurrahman Wahid (almaghfurlah), menulis catatan penting: "Mondok di Pesantren untuk apa?" (Redaksi)
Apakah yang menarik dari pesantren?. Tanya sejumlah teman.
Aku mengatakan: Ketika aku belajar di Pesantren Lirboyo, seorang kiyai di sana mengatakan : “Belajar dan mengaji di pesantren itu untuk menghilangkan kebodohan”.
Kalimat ini tampak amat sederhana memang, tetapi ia memiliki arti yang mendasar, prinsipal. Kebodohan adalah kegelapan. Permusuhan atau kebencian terhadap orang lain lebih sering akibat dari kebodohan atau ketidakmengertian diri dan tentang orang lain itu. Jadi kebodohan berpotensi untuk bertindak zalim, menyakiti orang lain, menganiaya, tidak adil. Itulah sebabnya mengapa ayat Al-Qur'an yg pertama diturunkan adalah "Iqra' ", bukan "Qulhu" (surah al-Ikhlas).
Pada ayat yang lain disebutkan bahwa tugas kenabian adalah membebaskan manusia dari dari kegelapan menuju cahaya.
Kegelapan adalah kebodohan. Cahaya adalah ilmu pengetahuan.
Ilmu Pengetahuan adalah Cahaya
Dalam bahasa lain, Ilmu Pengetahuan adalah nur, cahaya yang menerangi jalan hidup manusia. Tanpa cahaya orang bisa sesat. Ia adalah sumber dan basis peradaban. Semakin baik kualitas pengetahuan/pendidikan masyarakat, semakin baiklah keadaan bangsa dan negara. Dan semakin buruk mutu pengetahuan/pendidikan masyarakat, semakin buruk keadaan bangsa dan negara.
Lalu seorang kiyai pengasuh pesantren di Cirebon, saat ditanya apa tujuan pesantren, beliau menjawab singkat : "agar para santri menjadi orang bener/ jujur". Jawaban ini juga sederhana. Ia ingin menekankan visi kejujuran dan bertindak benar sebagai yang utama, dibanding hanya menjadi pintar. Banyak orang pintar, bergelar sarjana, doktor dan profesor, tapi suka menipu dan korupsi. Dan betapa banyak orang berpendidikan sederhana, tamat sekolah dasar atau menengah, yang jujur, tidak jahat dan tidak korupsi. Menurutnya meskipun sedikit ilmu tapi diamalkan itu lebih utama daripada banyak ilmu tapi tidak diamalkan, apalagi dilanggar".
Ada juga pepatah yang mengatakan :
ما قل ودل خير من ما كثر وضل
Ma Qalla wa Dalla Khair min Ma Katsura wa Dhalla", pengetahuan yang sedikit tapi memberikan jalan yang benar, lebih baik daripada pengetahuan yang banyak tapi menyesatkan".
Ini mengingatkan saya pada pengertian awal dari kata "Fiqh", atau "Tafaqquh fi al-Din", sebagaimana dikemukakan dalam kitab "Ta'lim al-Muta'allim" :
الفقه معرفة النفس ما لها وما عليها
"Fiqh adalah mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk bagi jiwa".
Atau Fiqh adalah memahami apa yang bermanfaat bagi jiwa ْdan apa yang merugikannya. Ada juga yang menerjemahkan : mengetahui hak dan kewajiban. Sebagian memaknainya memahami etika-etika kemanusiaan.
(19.07.22/KH Husein Muhammad)